"Eh, ada Mbak Lena cantik. Mau masak apa hari ini, Mbak?"
Pak Samsul penjual sayur yang langsung tebar pesona acapkali Lena berbelanja. Siapa juga lelaki yang tidak akan terpesona dan melirik wanita itu, karena kecantikan wajah yang Lena miliki tak akan mampu disembunyikan sekali pun hanya berdaster lusuh sehari-hari. Wajahnya yang cantik meski tanpa make-up, kulitnya yang putih bersih dan berseri-seri, sangat kontras dengan kebanyakan wanita yang ada di kampung ini. Jelas perbedaannya jika Lena bukanlah orang asli kampung. Lebih cocok menjadi orang kota.
Lena menimbang-nimbang dan berpikir belanja apa dengan uang yang hanya dua puluh ribu saja. Iya, uang yang Latif berikan selama satu bulan terakhir hanyalah separo dari jatah biasanya yang suaminya itu berikan. Lantaran Latif harus menanggung bayaran cicilan motor milik Labib setelah tiga bulan lalu, Bu Lilis benar-benar merealisasikan keinginan untuk membelikan Labib motor baru. Mengabaikan kemampuan dalam segi keuangan. Yang penting gaya hidup Bu Lilis tetap terlihat mewah di mata orang lain.
Alhasil, Lena yang harus dipusingkan dengan menanggung akibatnya. Jika dulu uang lima puluh ribu Latif berikan untuk jatah belanja satu hari dan makan empat orang anggota keluarga, sekarang tinggal dua puluh ribu saja. Jika dipikir-pikir lagi ya mana cukup uang segitu untuk membeli bahan makanan mentah. Tapi mau bagaimana lagi. Protes pada Latif pun juga sudah sering Lena lakukan.
Bahkan dalam kurun tiga bulan ini, Lena sudah sering menutupi kekurangan biaya hidup sehari-hari dengan menggunakan uang pribadi.
"Masak kangkung sama tempe goreng saja, Pak Samsul!"
"Yah, si embak. Tiap hari masak makannya tempe tahu mulu, sih. Sekali-kali beli daging, Mbak. Biar cantiknya awet."
"Diformalin kali Pak biar awet."
"Mbak Lena bisa saja bercandanya. Lagian si Latif punya istri cantik masak tiap hari suruh belanja kangkung sama tempe. Coba kalau saya yang punya istri secantik Mbak Lena, tiap hari udah saya kasih makan enak dan bergizi."
Untung saja pagi ini Lena hanya sendirian berbelanja. Sengaja memang Lena menunggu ibu-ibu biang gosip bubar, barulah dia menemui tukang sayur. Jika tidak begitu, pastilah telinga Lena akan panas sebab gunjingan para tetangga. Gara-gara di usia pernikahan dengan Latif hampir satu setengah tahun dan belum dikaruniai anak saja, Lena sudah amat sangat sering sekali dikatai oleh mereka jika dia mandul. Apalagi jika mereka sampai tau jika setiap hari Lena hanya belanja minimalis di tukang sayur. Akan menambah daftar ghibahan mereka. Dulunya Lena sering membiarkan dan tak mau mengambil hati. Tapi lama kelamaan telinga Lena panas sendiri sebab mereka dengan terang-terangan mengata-ngatai dia tak hanya dibelakang saja tapi juga di depan mata Lena sendiri. Belum lagi ibu mertuanya yang mulutnya makin pedes dan selalu menjadi ketua geng ghibah dengan para tetangga, makin memperburuk saja suasana hati Lena. Seharusnya, sebagai mertua Bu Lilis membelanya. Ini justru sebaliknya. Ikut-ikutan menuduh dia mandul dan juga tidak becus mengurus Latif sampai badan Latif semakin kurus semenjak menikah dengannya.
Sebenarnya tidak hanya Latif yang terlihat tak terawat semenjak menikah. Pun halnya dengan Lena yang bahkan bisa dikatakan makin awut-awutan saja penampilannya. Tubuh yang dulu seksi dan berisi, kini kurus kering macam orang kekurangan gizi. Ya mau dapat gizi dari mana jika makanan yang masuk ke perut Lena setiap hari hanya itu-itu saja. Untung saja selama hidup di dunia dan sebelum menjadi istri Latif, Lena sudah puas makan enak.
Belum lagi rambut yang kusam dan susah disisir. Tidak seperti dulu yang keramas saja Lena selalu mendatangi salon langganan dan merogoh kocek ratusan ribu demi perawatan. Sekarang pun sebenernya Lena bisa-bisa saja menggunakan uang pribadinya untuk merawat diri di salon. Tapi memang sengaja tidak Lena lakukan. Bisa gawat jika Bu Lilis tahu dia banyak uang. Disangkanya pasti uang yang Lena punya karena pemberian dari Latif. Ujung-ujungnya akan diminta sama mertuanya dan digunakan untuk hal-hal yang tidak ada faedahnya sama sekali. Jadi menurut Lena lebih baik dia seperti ini saja karena semenjak menikah, Lena sendiri yang sudah bertekad untuk meninggalkan kehidupan lamanya yang lebih daripada kecukupan.
"Mbak! Mbak Lena! Etdah, Mbak Lena malah ngelamun." Bapak tukang sayur mengedip-ngedipkan mata ganjen pada Lena sembari berucap, "Mbak pasti lagi ngebayangin jika dinikahi saya, ya? Makanya Mbak Lena tinggalkan saja si Latif. Lalu nikah sama saya." Di akhir kalimat dibarengi dengan colekan genit di lengan Lena membuat Lena mendelik judes dan menyerahkan lembaran uang sepuluh ribuan.
"Nih uangnya, Pak. Saya duluan! Dan maaf-maaf saja ya Pak Samsul. Saya tidak minat nikah sama bapak-bapak. Mas Latif saja satu belum sanggup saya habiskan." Setelahnya, Lena buru-buru pergi dengan langkah cepat menuju rumah.
Bisa-bisanya tukang sayur itu menggodanya. Astaga! Ada tidak enaknya juga ketika dia memutuskan belanja sendirian. Jadi jijik sendiri kan digodain lelaki hidung belang.
"Belanja apa kamu hari ini?" tanya Bu Lilis yang keluar dari dalam kamar mandi. Memindai hasil belanjaan Lena yang diletakkan di atas meja dapur.
Mata Bu Lilis melotot. "Kangkung lagi? Dan ini ... Ya Tuhan, Lena! Apa di Pak Samsul tidak jual lauk yang lainnya selain tempe?" Sindiran yang Bu Lilis lontarkan hanya dijawab Lena dengan embusan napas panjang.
"Ya banyak, Bu. Ada ikan, ayam, daging, udang. Tapi kan kalau mau makan enak harus ada uangnya."
"Kamu kan bisa ngutang dulu, Lena!"
"Terus bayarnya pakai apa, Bu? Untuk bayar cicilan motor saja Mas Latif harus kerja banting tulang. Sampai-sampai duit belanja harian pun dipangkas habis-habisan."
"Ngelunjak kamu, ya! Itu terus yang kamu bahas setiap ibu nasehati. Kenapa, hah?! Kamu masih belum bisa terima jika Latif menyayangi adiknya dengan membelikan Labib motor?" Mata Bu Lilis sudah mendelik tajam sampai bola matanya hampir keluar.
Jika sudah begini, Lena memilih untuk mengalah saja. "Ya sudah kali, Bu. Enggak usah marah-marah begitu. Jika memang maunya ibu dan Mas Latif seperti itu ya sudah. Terima saja jika saya hanya belanja kangkung dan tempe setiap hari. Karena hanya itu bahan makanan paling murah yang bisa saya bayar dengan uang sepuluh ribu rupiah. Jika ibu ingin makan enak, ya ibu saja yang ngutang ke Pak Samsul. Jangan libatkan saya." Dengan berani Lena menjawab apa yang ibu mertuanya sampaikan.
Meraih belanjaannya dan melewati Bu Lilis begitu saja. Menambah kemurkaan sang mertua.
"Latif! Ajari istrimu sopan santun! Berani sekali bicara keras sama ibu!"
Dan Lena hanya memutar bola matanya jengah acapkali sang mertua si ratu drama sudah mulai berulah. Padahal ini masih pagi. Kasihan sekali dengan Latif karena setiap hari harus disuguhi drama pertengkaran ibu dengan istrinya.