Bab 8: Bukan Kebahagiaan Yang Kuinginkan 1

1378 Kata
# Laras tahu kalau Arsen mengkhianatinya. Dia juga tahu kalau selama ini Arsen ternyata tidak mencintainya namun tidak ada yang bisa dia lakukan karena dia terlalu mencintai pria itu. Sebuah ketukan di pintu kamarnya membuat Laras tersadar. “Mama.” Itu Kirana, putrinya. Kirana masih mengenakan seragam SMP saat itu dan Laras cepat-cepat berpaling saat Kirana masuk. Dia menghapus air matanya agar tidak dilihat oleh anaknya. “Mama menangis lagi? Apa Papa menyakiti Mama lagi?” tanya Kirana. Tampaknya percuma Laras menyembunyikan apa yang terjadi karena ini juga bukan pertama kalinya bagi Kirana memergoki Laras yang menangis. Yang lebih buruk, Kirana bahkan sering menyaksikan pertengkarannya dengan Arsen. Laras belum sempat menjawab saat Kirana sudah memeluknya dari belakang. “Mama tidak butuh Papa. Hanya aku saja sudah cukup. Buatku Mama saja sudah cukup. Jangan menangis Mama. Aku akan melakukan apa saja agar Mama bahagia,” ucap Kirana. Air mata kembali menggenang di pipi Laras saat itu. Putrinya yang masih remaja sedang berusaha untuk menghiburnya dengan kata-kata yang seharusnya di ucapkan olehnya sebagai seorang ibu kepada Kirana. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Kiranalah yang selalu menghiburnya dengan kata-kata seperti itu. Seakan gadis remaja itu benar-benar bisa memahami perasaan terluka ibunya akibat pengkhianatan sang ayah. Laras hanya bisa berbalik dan membalas pelukan putrinya itu. “Aku selalu berdoa agar Mama bisa hidup berbahagia.” Itulah kalimat yang selalu dibisikkan Kirana kepadanya. * Bunyi telepon internal membuat Laras tersentak kaget dari lamunannya. Lagi-lagi dia mengingat tentang Kirana dan semua yang terjadi di kehidupannya yang lalu. Semua ingatan itu terasa terlalu jelas baginya untuk bisa dilupakan begitu saja, bahkan sekalipun saat ini dia diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan kedua. Tidak ada Kirana di kehidupannya yang sekarang dan betapa menyedihkannya pilihan yang harus dia ambil demi memberi putrinya itu kebahagiaan. Kirana adalah anak Arsen dan dirinya. Jika dia menginginkan Kirana, satu-satunya cara adalah menikah dengan Arsen. Akan tetapi, Laras juga tahu kehidupan seperti apa yang menunggu Kirana jika menjalani hidup sebagai putrinya dan Arsen. Dia tidak ingin lagi melihat Kirana tumbuh dalam keluarga yang tidak bahagia dan harus setiap hari melihat kenyataan kalau ayah kandungnya, Arsen, tidak mencintai dirinya. Hanya karena dirinya terlahir dari rahim Laras. “Bu Laras, orang yang Ibu tunggu sudah datang.” Laras bisa mendengar suara sekretarisnya di mic. “Suruh dia masuk,” balas Laras. Tidak berapa lama kemudian pintu Laras diketuk dan seorang pria bertubuh tegap dengan wajah yang tampak sedikit misterius masuk ke dalam ruangan Laras. “Selamat sore Bu Laras,” sapa pria itu. Laras mengangguk pelan. Dia beranjak dari meja kerjanya dan berpindah ke sofa. “Abaikan saja formalitas Pram. Duduklah. Karena kau datang menemuiku langsung maka aku berasumsi kalau kau memang sudah mendapatkan hasil dari apa yang kuminta,” ucap Laras. Pram atau yang dikenal sebagai Pramudi adalah mantan penyidik yang dulu sempat menjadi anggota Polisi. Karena nasib yang kurang baik, dia difitnah untuk sebuah kejahatan yang tidak dilakukannya, dipecat secara tidak hormat dan kemudian dipenjara selama beberapa tahun. Saat keluar penjara, dia menemukan istrinya sudah menikah lagi dengan rekannya sesama Polisi dan bahkan anak-anaknya saja malu untuk mengakuinya. Dia kehilangan segala yang berarti dalam hidupnya untuk fitnah kejam yang mengakhiri kariernya. Pram yang tadinya sudah putus asa dan hampir saja mengakhiri hidupnya dengan terjun dari sebuah jembatan, malam itu bertemu dengan Laras yang kemudian merekrutnya untuk bekerja sebagai orangnya. Kata-kata Laras saat itulah yang membuat Pram saat ini menjadi salah satu orang yang setiap kepada Laras dan juga keluarga Bamantara. Bagi Pram, terlepas dari usia muda Laras dan gendernya. Laras adalah dewi penolongnya dan dia akan mengabdi pada orang seperti Laras dibandingkan mengabdi pada instansi yang di isi sebagian besar oleh oknum-oknum berseragam yang selalu menyelewengkan hukum. “Saya sudah menemukan anak itu,” ucap Pram. Dia kemudian menyodorkan sebuah amplop cokelat yang cukup tebal ke arah Laras. Wajah Laras menegang mendengar ucapan Pram. “Arkarna Naratama?” tanya Laras. Pram mengangguk mantap. Pertanda kalau dia merasa yakin dengan hasil penyelidikannya. “Nama di akta lahirnya yang pertama memang tertera sebagai Arkarna Naratama. Akan tetapi untuk saat ini, dia dikenal sebagai Arkarna Yusuf. Akta lahirnya di ubah beberapa kali oleh walinya dan tercatat kalau walinya sekarang adalah ayah tirinya,” ucap Pram. Laras mengepalkan tangannya kuat-kuat, menahan emosi yang membuncah dari dalam dirinya. Dia butuh waktu sejenak untuk bisa menetralkan perasaannya sebelum membuka isi dari amplop coklat yang dibawa oleh Pram. Arkarna tidak hanya menjadi penyebab kematian Kirana di masa lalu, tapi pemuda itu adalah seorang psikopat yang menyerang dan menyiksa gadis muda hingga mati. Dia seorang penjahat dan alasan Arkarna selalu lolos dari hukuman adalah karena Tuan Naratama yang tetap melindunginya meskipun dia sudah banyak melalukan kejahatan. “Berapa usianya saat ini?” tanya Laras. Pram menunduk. Raut wajahnya menunjukkan perasaannya yang campur aduk. “Dia cuma seorang anak yang baru berusia tujuh tahun. Ibunya sudah meninggal saat dia masih lebih muda karena overdosis obat terlarang dan dia mengalami ...” Pram terdiam. Seakan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Laras menarik salah satu foto dari dalam amplop cokelat itu. Tampak foto seorang anak yang kecil yang penuh luka hingga membuat Laras terkejut. Arkarna yang dia kenal dulu, bukanlah anak ini! Itulah yang berusaha di sangkal oleh hatinya ketika melihat foto itu. Tapi sisi logika Laras juga tahu dengan pasti kalau ini memang Arkarna yang di masa depan menjadi penerus keluarga Naratama. Tentu saja karena sekarang ada Yudha Naratama yang terhindar dari kecelakaan dan tidak meninggal seperti yang seharusnya terjadi, maka kecil kemungkinan tongkat estafet kepemimpinan akan berpindah pada Arkarna. Akan tetapi, tetap saja. Arkarna akan tumbuh menjadi orang jahat dan Laras sudah bertekad kalau dirinya akan menyingkirkan pemuda itu sebelum ada korban yang jatuh karena kegilaannya di masa depan. Dirinya adalah orang yang menembak mati Arkarna di masa hidupnya yang pertama, dan sekarang dia tidak keberatan untuk melakukannya lagi meski dia harus mengulang kehidupannya berkali-kali dengan membawa semua ingatan menyedihkan ini. “Di mana anak ini sekarang?” tanya Laras. Pram kembali menarik napas panjang. “Beberapa waktu lalu, Dinas perlindungan anak sudah mengambil anak itu dan memasukkannya ke panti asuhan. Akan tetapi karena kurangnya bukti dan karena anak itu bersikeras untuk tetap tinggal dengan ayah tirinya, maka dia dikembalikan lagi kepada ayah tirinya setelah pria itu mendapat penyuluhan selama dua minggu,” ucap Pram. “Nona, saya tidak tahu kenapa Nona meminta saya untuk mencari anak ini. Tapi saya sangat berharap kalau memang Nona ingin, mungkin Nona ....” “Pram! Jangan mempertanyakan keputusan atau tugas yang kuberikan. Kau hanya perlu menyelidiki, mengumpulkan informasi dan memastikan kalau informasi yang kau dapatkan itu benar-benar valid. Aku tidak membayarmu untuk menjadi bagian dari Dinas Sosial atau bahkan Dinas perlindungan apa pun itu!” ucap Laras tegas. “Saya mengerti Nona. Saya menjalankan tugas tanpa ada yang menyadari kehadiran saya di sekeliling anak itu,” ucap Pras. Laras menarik napas panjang. Dia tahu kalau Pram sebenarnya adalah seorang yang berhati lembut, terlepas dari kemampuannya yang hebat dalam menyelidiki sesuatu dan juga wajahnya yang terlihat garang. Dia bisa memaklumi perasaan Pram yang bersimpati pada Arkarna kecil karena bagaimanapun, pria itu tidak pernah menyaksikan seperti apa kekejaman Arkarna yang sudah dewasa. “Aku akan melihatnya langsung,” ucap Laras. Pram mengangkat wajahnya. Rasanya dia tidak percaya mendengar ucapan Laras. “Apa Nona yakin?” tanya Pram. Laras memasukkan kembali isi amplop coklat itu dan meletakkannya di atas meja. “Kau akan selamanya merasa terbeban dan menyalahkan dirimu kalau aku tidak melakukannya. Karena itu, aku akan pergi dan melihat anak itu secara langsung. Dan aku sendiri yang akan menilai apakah anak itu layak mendapatkan belas kasihanku atau tidak,” ucap Laras. Pram terlihat gembira. Dia tahu kalau dirinya tidak pernah salah menilai. Selama ini orang-orang bisa saja mengatakan kalau Laras adalah seorang wanita kejam berhati dingin, tapi tidak seperti itu di matanya. Baginya Laras adalah benar-benar titisan dewi yang baik hati. Pram yang kehilangan seluruh keluarganya, kariernya dan bahkan hampir kehilangan nyawanya sendiri karena putus asa, tidak akan berada di tempat ini jika bukan karena bantuan Laras. Laraslah orang yang sudah membantu Pram untuk membangun kembali hidupnya yang kacau dan sekarang dia berharap kalau anak bernama Arkarna itu akan bisa mendapatkan kesempatan kedua seperti yang dirinya dapatkan dengan sentuhan ajaib Laras. Mungkin, hanya Laraslah harapan Arkarna untuk hidup yang lebih baik. Itu keyakinan yang dimiliki Pram saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN