“Ma, lepaskan tanganku dan biarkan aku pergi mencari uang,” pinta Andy berpura-pura.
“Ke mana kau akan pergi? Jangan pergi,” pinta Bibi Wei.
“Tapi, aku harus mencari uang di tempat lain. Lepaskan tanganku, Ma,” pintanya berpura-pura.
“Baiklah, baiklah. Berapa uang yang kau minta?” tanya Bibi Wei melunak.
“Hanya lima ratus dollar, bagaimana?”
“Apa? Lima ratus? Itu terlalu besar, aku hanya memiliki dua ratus ini saja. Ambillah ini dan jangan ganggu aku lagi,” pinta Bibi Wei seraya merogoh kantung bajunya dan meraih uang dua ratus dollar Hongkong, kemudian memberikan uang tersebut kepada Andy.
Dengan terpaksa, Andy mengambil uang tersebut, meski jauh dari jumlah yang ingin dia minta. Merasa sedikit kesal, pria itupun beranjak pergi meninggalkan ibunya yang sedang menyiapkan bahan masakan. Dia kembali pergi ke luar menuju ke markas tempat biasanya dia dan teman-temannya berkumpul.
Sesampainya di sana, rupanya semua temannya sedang duduk bersantai sembari minum minuman keras. Andy sampai ke situ dengan raut wajah yang kesal. Salah satu wakilnya dalam melakukan pemerasan kepada para pedagang pasar pun mendekatinya seraya bertanya, “Boss, ada apa denganmu? Biasanya kau ceria, tapi mengapa hari ini kau tampak muram?”
Andy duduk di tepi kursi sambil memantik api dan menyulutkannya ke rokok yang terhimpit di bibirnya. Lalu, pria itu menghisap rokok yang menyala tersebut dan mengembuskan asapnya perlahan ke udara. Beberapa menit kemudian, dia pun menjawab, “Orang tuaku semakin sulit untuk kumintai uang. Papaku mendapat potongan gaji dari tempatnya bekerja.”
“Boss, kita ‘kan masih mendapat uang setiap harinya dari para pedagang pasar. Lalu, kenapa kau khawatir, Boss?” jawab asistennya yang bertubuh tinggi dengan perawakan yang gempal.
“Tapi, aku butuh uang yang banyak. Aku punya rencana untuk melamar Anna,” jawabnya sembari kembali menghisap rokoknya.
“Apa Boss yakin?” tanya sang asisten yang bernama Jo.
Saat mereka sedang berbincang itulah, Cindy dan Ken lewat di hadapan mereka semua sambil berjalan santai. Biasanya, Cindy dan Ken tidak pernah melewati jalan tempat Andy dan kawan-kawannya berkumpul, tapi siang itu salah seorang pelanggan laundry meminta mereka untuk mampir ke rumahnya. Maka dari itu, keduanya berjalan melewati markas Andy.
Jo yang seorang playboy pun memperhatikan Cindy dengan seksama, lalu tangannya terulur dan menyentuh lengan Andy, seraya bertanya, “Boss, bukankah yang perempuan itu adalah sepupumu?”
Andy yang sedang menyandarkan kepalanya ke dinding sambil memejamkan mata pun, akhirnya membuka matanya dan melihat lurus ke depan. Betul saja, dilihatnya Cindy dan Ken melintas di hadapannya.
“Ya, mereka sepupuku, kenapa?” tanya Andy penuh tanda tanya.
“Panggil mereka kemari, Boss. Aku ingin berkenalan dengan mereka,” pinta Jo memelas.
Dengan terpaksa, pria pemalas itu berseru memanggil sepupunya, “Cindy, Ken, kemarilah.”
Cindy dan Ken yang sedang berjalan pun spontan menoleh ke arah sumber suara, pandangan mata mereka fokus pada markas milik Andy. Gadis cantik berlesung pipi itu merasa takut terhadap Andy serta kawan-kawannya. Tapi, Ken berusaha menenangkannya. Mereka berdua berjalan perlahan menuju ke markas milik Andy.
Jo tersenyum nakal ke arah Cindy seraya memperhatikan gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Andy yang mengetahui hal itu lantas memandang pria bertubuh gempal itu dengan sinis.
“Boss, mengapa kau memandangku dengan tatapan seperti itu?” tanya Jo heran.
“Jaga tatapan matamu, bagaimanapun dia adalah sepupuku. Papaku sangat menyayangi mereka berdua,” balas Andy.
Lalu, sampailah Ken dan Cindy di hadapan Andy, dengan sopan mereka berdua pun menyapa dan memberi hormat kepada Andy yang notabene lebih tua dari mereka.
“Kak Andy,” sapa Cindy dan Ken bersamaan.
“Ya, mau ke mana kalian? Tumben kalian melewati jalan ini?” tanya Andy berbasi basi.
“Kami mau mengambil cucian kotor milik pelanggan laundry,” jawab Ken.
Kemudian, Jo yang sudah tidak sabar, segera mendekati Cindy dan mengulurkan tangannya, mengajaknya berkenalan. Awalnya Cindy merasa enggan untuk berkenalan dengan pria itu, tapi akan tidak sopan jadinya jika ia menolak uluran tangan tersebut.
“Bolehkah aku berkenalan dengan gadis cantik di hadapanku ini?” tanya Jo sopan.
“Oh. Boleh,” jawab Cindy seraya menerima uluran tangan Jo.
“Namaku Jo. Siapa namamu?” tanyanya seraya mengelus tangan lembut Cindy.
“Namaku Cindy.” Gadis cantik berlesung pipi itu berusaha menarik tangannya, namun tenaganya kalah besar. Jo menggenggam erat tangannya. Seulas senyum nakal pun tersungging di bibir tebalnya.
“Kau ingin melepaskan tanganmu?” tanyanya.
“I-iya, maaf aku harus segera pergi. Bisakah kau melepaskan tanganmu?” pinta Cindy.
“Kak Jo, tolong lepaskan tangan kakakku,” pinta Ken dengan sopan.
Beberapa saat kemudian, dengan terpaksa Jo melepaskan tangan Cindy. Tanpa menunggu lama, gadis cantik berlesung pipi itupun bergegas berpamitan kepada Andy dan menarik tangan Ken menjauh dari markas tersebut.
“Kak Andy, maaf kami pergi dulu,” pamit Cindy pada Andy.
“Ya, baiklah.”
Lalu, Cindy menarik tangan Ken menjauh dari situ, mereka berdua berjalan dengan sangat cepat, tanpa menoleh ke belakang. Ken tahu apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh sang kakak.
Sementara itu, setelah mengamati Cindy dan Ken pergi menjauh, Jo berbalik dan mendekati Andy dengan tujuan dan maksud tertentu.
“Boss, bolehkah aku mendekati sepupumu?” tanyanya dengan percaya diri.
“Tidak, aku sudah memiliki rencana untuknya yang dapat membuat beban papaku menjadi lebih ringan,” jawab Andy.
“Hah? Apa maksudmu, Boss?” tanya Jo.
“Aku akan mengusulkan padanya suatu usul yang menguntungkan.”
“Beritahu aku, Boss.”
“Tidak, ide ini akan kusampaikan pada mamaku.”
“Tolong beritahu aku, Boss.”
“Tidak, ini baru ideku. Jika papaku tahu tentang usul ini, dia akan membunuhku.”
“Apa usulmu itu tidak baik?” tanya Jo keheranan.
“Rahasia. Oh ya, mana uang setoran hari ini?” tanyanya seraya mengulurkan tangannya.
Beberapa teman Jo pun saling memandang satu sama lain, lalu mereka semua menatap pada Jo. Pria bertubuh gempal itu menatap Andy dengan tatapan penuh rasa bersalah.
“Boss,” ucapnya pelan.
“Ada apa? Mana uang setorannya?” pinta Andy.
“Maaf, Boss. Uangnya sudah habis kubelikan minuman keras dan rokok untuk kami semua tadi,” jawabnya seraya menundukkan kepala.
“Apa! Kau benar-benar keterlaluan. Cari uang untukku sekarang, apa kalian dengar? Carikan aku uang sekarang!” seru Andy dengan nada tinggi.
Lantas, baik Jo maupun teman-temannya yang lain bergegas bangkit berdiri dan mulai meninggalkan markas mereka satu persatu untuk mencari uang yang dapat mereka setorkan pada Andy.
Setelah semua teman-temannya pergi, Andy duduk sendirian di markasnya seraya berpikir keras mengenai usulnya yang sekiranya dapat dia sampaikan kepada ibunya yang dapat dengan mudah dia pengaruhi. Sambil mengisap rokoknya dalam-dalam, dia terus memikirkan kata-kata yang harus dia susun dengan benar.
To be continue ....