CH 12 : Klub Dragonfly

1117 Kata
Cindy bergegas membersihkan tangannya, lalu melepaskan celemek dan merapikan pakaiannya sebelum menemui Bibi Wei. Ia pun berpesan kepada Ken agar berdiam diri di dapur dan membantunya mengamati sup ayam yang sedang dimasaknya sambil menuangkan teh hangat ke dalam cangkir. Kemudian, ia pun berjalan cepat menuju ke ruang tamu sembari membawa nampan berisi satu cangkir teh hangat. Sesampainya di ruang tamu, Cindy pun segera menyapa sang bibi sambil menaruh cangkir tersebut ke atas meja. “Bi, silahkan diminum tehnya, Maaf hanya ada teh ini. Oh ya, ada apa Bibi kemari?” tanya Cindy penasaran. “Tidak apa-apa. Baiklah, Bibi minum tehnya.” Lantas, Bibi Wei langsung mengangkat cangkir teh hangat dan langsung menenggak habis isinya. Selepas menghabiskan isi dalam cangkir, Bibi Wei kembali menaruh cangkir tersebut ke atas meja dan berkata, “Begini, maksud Bibi datang kemari karena ingin menyampaikan dua hal. Pertama, mengenai pekerjaan pamanmu. Kedua, mengenai tawaran pekerjaan untukmu.” “Kenapa dengan Paman? Apa dia baik-baik saja?” tanya Cindy cemas. “Dia baik-baik saja, hanya—“ Bibi Wei sengaja terdiam dan menundukkan kepalanya. “Hanya apa, Bi?” tanya Cindy. “Hanya saja dia mendapat pemotongan gaji, sehingga untuk ke depannya kami tidak dapat menyekolahkan kalian lagi. Maafkan kami, Cindy. Tapi, kami hanyalah orang tua yang tidak mampu berbuat lebih. Kau pasti tahu bahwa kami sangat menyayangi kalian,” ucap Bibi Wei berpura-pura. “Aku tahu, Bi. Kumohon jangan menangis. Lalu, apa yang harus kulakukan?” tanya Cindy polos. “Ada sebuah pekerjaan untukmu dari Andy, itupun jika kau berkenan.” “Pekerjaan untuk anak sekolah sepertiku? Benarkah?” “Ya, benar.” “Di mana, Bi?” “Di Klub Dragonfly. Bagaimana?” “Sebagai apa? Tapi, sebuah klub—“   “Sebagai waitress. Hanya sebagai waitress, bukan sebagai wanita penghibur. Andy akan menjagamu, dia melamar juga di situ sebagai keamanan.” “Oh, baiklah jika begitu. Kukira menemani para pria yang nakal. Aku takut jika harus seperti itu.” “Tidak, tidak akan begitu. Tenang saja.” “Baiklah, lalu apa yang harus kusiapkan?” tanyanya lagi. “Surat lamaran, dan nanti malam kau ikutlah dengan kami menemui pemilik klub. Sekitar pukul tujuh malam. Bibi dan Andy akan datang kemari untuk menjemputmu. Kau bersiap-siaplah sebelumnya.” “Baiklah, Bi. Dan maaf untuk semua yang terjadi kepada kalian serta beban yang harus kalian tanggung.” “Tidak apa-apa, Cindy. Bibi pun minta maaf karena kami tidak dapat membantu kalian lagi. Apa kau masih menerima laundry dari para tetangga?” tanya Bibi Wei ingin tahu. “Masih, Bi. Setidaknya uang laundry dapat membantu kami untuk membeli makanan sehari-hari.” “Baguslah kalau begitu. Bibi ikut senang mendengarnya. Kalau begitu, Bibi pamit dulu, kita bertemu nanti malam ya.” “Ya, Bi.” Lantas, Bibi Wei pun pergi dari kediaman Cindy. Usai semua pintu kembali ditutup, Cindy kembali masuk ke dalam dapur dengan langkah lunglai. Ken yang sedang memperhatikan sup dalam panci pun menoleh dan menatap pada sang kakak. “Kak, ada apa? Mengapa kau terlihat lesu? Apa Bibi Wei sudah pulang?” tanyanya penuh rasa ingin tahu. “Bibi sudah pulang. Bibi kemari menceritakan tentang keadaan keuangan mereka. Paman Wei mendapat pemotongan gaji, jadi mereka tidak dapat membantu kita lagi. Lalu, Bibi menawarkan sebuah pekerjaan untukku.” “Lalu, apa paman baik-baik saja? Pekerjaan apa yang ditawarkan padamu, Kak?”  tanya Ken penasaran. “Paman baik-baik saja. Bibi dan Kak Andy menawarkan pekerjaan sebagai waitress kepada Kakak, Bibi juga bilang katanya Kak Andy akan bekerja di tempat yang sama dengan Kakak. Dia bekerja sebagai keamanan, Kakak sebagai waitress. Bagaimana menurutmu?” tanya Cindy. “Hmm entahlah, Kak. Aku merasa sedikit aneh dengan hal ini. Oh ya di mana tempat kerja, Kakak?” “Di Klub Dragonfly.” “Di klub? Apa Kakak yakin?” “Kakak tahu apa yang kau pikirkan. Tapi, Bibi Wei berkata jika Kakak hanya akan bekerja sebagai waitress, bukan wanita penghibur. Jadi, Kakak pikir akan menerima tawaran itu. Oh ya, supnya sudah matang, ayo kita makan.” Lantas, Cindy mematikan kompor dan memasukkan sup ke dalam mangkuk, kemudian memberikannya kepada Ken. Dia menaruh mangkuk sup tersebut di atas meja. Sementara, Cindy membawa dua piring nasi dan menaruhnya ke atas meja. Setelah semua siap, mereka berdua pun duduk di meja makan dan mulai menyantap sup ayam sederhana buatan Cindy yang tampak menggugah selera. “Kak, sup buatanmu sangat enak,” puji Ken pada kakaknya. “Benarkah? Kau suka? Makanlah yang banyak agar kau selalu sehat.” “Kakak juga harus makan yang banyak karena Kakak akan bekerja mencari uang. Lalu, kapan Kakak akan melamar kerja?” tanyanya lagi. “Nanti malam Bibi Wei dan Kak Andy akan menjemput dan mengantar Kakak. Kau tunggulah di rumah dan jangan tidur sebelum Kakak pulang.” “Baik. Aku akan menunggu di ruang keluarga saja sambil menonton televisi.” “Ken, sehabis ini jika tidak ada pekerjaan rumah, bantu Kakak mencuci pakaian para tetangga, apa kau mau?” “Tentu saja, Kak. Tidak perlu Kakak minta, aku akan selalu membantu Kakak.” “Terima kasih, Ken.” Lantas, setelah menghabiskan makan siang, Cindy dan Ken mencuci semua pakaian kotor para tetangga yang berlanggangan laundry kepada mereka. Setelah itu, Cindy duduk di teras belakang rumahnya sambil melamun, sementara Ken masuk ke dalam rumah dan tidur di ruang keluarga karena kelelahan. Bukan berarti gadis cantik berlesung pipi itu tidak lelah, tapi beban yang harus ia tanggung juga tidak ringan. Ia hanya berharap dengan kerja kerasnya nanti, ia dapat menyekolahkan Ken dan dirinya hingga lulus nanti, agar kedua orang tua mereka tenang di atas sana. Ma, Pa, andaikan ada tangga yang menghubungkan antara dunia kita yang berbeda, aku ingin berkunjung ke duniamu hanya untuk sekedar mencurahkan isi hati dan menyandarkan kepala serta tubuh yang lelah. Aku hanya ingin Ken bahagia dan dapat menempuh pendidikan yang layak. Aku rela jika aku harus bekerja keras, tapi entah kenapa ada ketakutan dalam diriku yang tidak dapat dijelaskan. Tolong lindungi dan jagai kami dari atas sana. Aku merindukan kalian. Cindy menyandarkan kepalanya ke dinding di teras belakang, lalu tanpa sadar gadis itu pun terlelap tidur usai mencuci banyak pakaian kotor. Langit yang semula terang, kini berubah mendung. Awan yang semula berwarna putih bersih dan memenuhi langit biru, kini berubah warna menjadi kehitaman, pertanda hujan akan segera turun. Gadis cantik berlesung pipi itu benar-benar kelelahan, ia sama sekali tidak sadar jika hari telah menuju sore. Sebuah tangan terulur dan mencoba membangunkannya. “Kak, Kak.” Ken duduk di samping kakaknya dan menepuk-nepuk lengannya. Tidak ada jawaban atau respon berarti dari sang kakak. Ia benar-benar kelelahan. Sejujurnya Ken tidak tega jika harus membangunkan sang kakak, tapi sebentar lagi mungkin bibi mereka akan segera datang untuk mengantar Cindy melamar pekerjaan.  To be continued ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN