Titik terang

1219 Kata
Mulut Bram ternganga dan sebelah tangannya menutupi. Detak jantung di dalam dadanya terasa terhenti dan ia kembali kesulitan sesak nafas. Ya, Cindy adalah seorang polisi wanita. Ada dua fotonya yang menggunakan baju dinas khas abdi negara pelindung masyarakat itu. Namun ia tidak banyak mengumbar kehidupan pribadinya di sosial media. “Cindy ... Astaga, aku telah mencampakkan seorang wanita tanpa aku sadari,” ujar Bram lirih. Ia pun segera beralih mengklik bagian profil dan membaca di mana Kota tempat Cindy tinggal. Ternyata Cindy tinggal di salah satu bagian penyangga ibu Kota yang letaknya tidak jauh dari sini. Bram menutup laptop dan segera beranjak dari duduknya. Ia segera mandi dan bersiap untuk pergi. Saat Bram sudah mengeluarkan mobilnya, tiba-tiba Deri menyeberang dari rumahnya dan memanggilnya. “Bram!” serunya sembari melambaikan tangan. “Hei, kamu mau ke mana?” Bram memijak pedal rem dan menoleh. Menurunkan kaca jendela mobilnya dan menatap Deri. “Aku akan mencari Cindy.” Deri terkejut. “Cindy? Kamu sudah menemukannya?” Bram mengatupkan bibirnya dan menganggukkan kepalanya kembali. “Ini belum pasti. Tapi aku sepertinya menemukannya.” Deri terdiam sejenak. Lalu kemudian menawarkan bantuan. “Aku akan membantumu ....” “Tidak usah. Aku tidak ingin kau terlibat dalam masalahku,” jawab Bram yang tidak mau tetangga yang sekaligus sahabatnya dalam setahun terakhir ini akan mengalami kesulitan karena masa lalunya. Deri tersenyum simpul. “Jangan berkata demikian. Seperti aku tidak dari bagian masa lalumu saja.” Bram tidak langsung menanggapi. “Buka pintunya. Aku jamin dua orang yang mencari akan lebih baik,” kata Deri meyakinkan. Sebentar Bram menjilat bibirnya sendiri dan kemudian tersenyum simpul. “Oke, baiklah ... Masuklah ke dalam.” Deri membuka pintu mobil dan setelah itu Bram kembali mengangkat sebelah kakinya pada pedal rem dan beralih menginjakkan pedal gas. Mobil melaju mundur dan kemudian memutar. Sekitar dua jam lamanya akhirnya mereka sampai di Kota tempat tinggal Cindy yang sebetulnya tidak jauh dari Kota di mana Bram dan Anna tinggal. Tapi karena Bram mengalami hilang ingatan dan memori tentang Cindy terhapus begitu saja membuatnya tidak pernah mencari Cindy sebelumnya. “Kita mau ke mana?” tanya Deri yang merasa tujuan Bram sudah mulai tidak fokus. Mereka sudah tiba di Kota B. Namun tampaknya Bram mulai tidak jelas mengemudikan mobil yang mereka kendarai. “Kita mau ke mana, Bram?” tanya Deri sekali lagi. Bram mengendikkan bahunya ke atas. “Entahlah ... Aku juga masih bingung. Kita mau ke mana.” Deri menarik nafas panjang, dalam dan perlahan. “Coba aku lihat profil yang bernama Cindy,” katanya sembari mengambil ponsel yang ada di saku celana. “Cari saja Cindy Maid Marian,” jawab Bram sembari tetap fokus melihat arah jalanan. Jari Deri segera berselancar ke layar ponselnya dan membuka akun f*******: miliknya dan kemudian mencari nama yang diberitahukan oleh Bram. Di dalam hati, Deri merasa semua ini adalah informasi yang sangat bagus untuk Jonathan. “Cindy Maid Marian,” kata Deri pada dirinya sendiri dan kemudian tidak lama laman akun profil Cindy muncul memenuhi layar ponsel. Memang tidak ada alamat yang lebih jelas dari Cindy selain jika dia tinggal di Kota B. Dan mungkin saja, alamat yang dituliskannya bukan yang sebenarnya. Hanya tulisan iseng untuk memenuhi profilnya. “Ya, di sini tidak ada alamat lebih jelas di mana Cindy tinggal ....” Bram mengusap wajahnya dengan raut muka kesal pada dirinya sendiri. “Aku harus mulai dari mana mencari Cindy. Sedangkan ... aku yakin dia mungkin saja mengetahui siapa aku sebetulnya di masa lalu dan di mana aku menyimpan uang jutaan dollar tersebut.” “Tunggu, tunggu ... Mungkin salah satu foto yang diunggahnya bisa memberitahu di mana dia akhir-akhir ini berada,” kata Deri sembari mengamati satu persatu foto yang ada di akun f*******: milik Cindy. “Sayangnya, Cindy bukan tipe wanita yang gemar mengekspos kegiatannya di sosial media. Apa kamu tidak lihat jika hanya beberapa foto Cindy saja yang dieksposnya,” kata Bram sembari tersenyum pahit. “Tapi aku yakin jika kemungkinan besar, pasti salah satu fotonya akan memberitahu kita di mana lokasi tinggalnya,” jawab Deri sembari mengklik sebuah foto Cindy saat sedang duduk di sebuah toko penjual Donat bersama seorang gadis kecil berusia sekitar tiga tahunan. “Bukannya, toko Donat ini sama dengan yang di sana!” Deri menunjuk sebuah toko donat yang ada di depan mereka. Bram segera menghentikan laju mobilnya dan segera menepi. Ia menoleh dan menatap tajam toko donat yang ditunjuk Deri. Deri membandingkan toko Donat tersebut dan foto Cindy bersama seorang gadis kecil duduk di salah satu kursi dengan meja bulat. Mereka tampak menghabiskan waktu akhir pekan bersama. Manik mata Bram tak luput dari senyuman manis Cindy. Bibir yang dahulu pernah dikecup dan dilumatnya. Setiap ia menatap foto Cindy ada rasa rindu mendalam dan kemudian disusul dengan perasaan sangat bersalah padanya dan juga pada Anna. Kini, kemungkinan besar dirinya terjebak di dalam hati dua wanita. “Hei, kenapa melamun,” ujar Deri menegur. “Kamu juga merasa Toko Donat ini, toko yang sama kan?” Bram menganggukkan kepalanya lagi. “Ya, aku merasa demikian,” jawabnya. “Oke, kalau begitu kita segera turun dan membeli donat juga,” kata Deri sembari membuka pintu mobil. “Tidak. Aku tidak lapar. Kau saja jika mau.” “Astaga Bram ... Kita turun dan menuju ke toko Donat bukan untuk menikmati donat di sana. Ya, memang kita akan membeli donatnya, tapi ini hanya sebuah tak tik.” “Maksudnya?” “Ayo, turun saja,” jawab Deri dan kemudian mereka turun dari mobil. Menyeberang jalanan yang tidak terlalu lebar, karena jalanan ini bukanlah jalan raya utama. Sesampainya di toko donat, air conditioner menyapa dan segera membuat udara terasa segar. Seorang wanita dan pria pelayan toko donat tersenyum ramah. “Selamat datang ....” “Hai,” jawab Deri membalas sapaan mereka. Beberapa pembeli yang sudah lebih dahulu ada di dalam toko, dilayani sama dengan ramah pula. Pelayan pria sibuk mengambilkan donat pilihan custumer dan menaruh donat tersebut ke atas piring saji. “Anda ingin donat dan kue yang mana?” tanya Pelayan wanita dengan nama Dila di kartu tanda pengenal salah satuu karyawan yang menggantung di lehernya. “Aku ingin tiga donat strowberi dan ... Kamu apa Bram?” “Cokelat dan keju saja.” “Lansung disantap di sini atau di bawa pulang?” “Di bawa pulang saja,” jawab Deri sembari tersenyum. Pelayan bernama Dilla tersebut dengan senang hati mengambilkan varian donat yang diminta, “Hm ... Nona, apa anda mengenali custumer yang beberapa kali sering ke mari?” tanya Deri mulai pada pokok tujuan. Dila menaruh donat yang sudah dimasukkan ke dalam pembungkus kertas cokelat ke atas meja. “Coba aku lihat ....” Deri memberitahukan foto Cindy saat ada di toko donat ini. Foto yang diambilnya dari sosial media. Sejenak Dila diam dan mengamati foto Cindy yang ditunjukkan padanya. Bram dan Deri juga mengamati ekspresi wajah Dila saat menatap foto tersebut. “Memang kalian siapa?” tanya Dila sembari menatap Deri dan Bram satu persatu. “Kami adalah kerabatnya. Kakek kami mencari Cindy untuk membahas perihal warisan,” jawab Deri berbohong. “Maksudnya kalian adalah sepupu?” Bram dan Deri mengangguk. “Apa kamu mengenal Cindy?” tanya Bram dengan sorot mata berbinar. “Ya, dia adalah custumer setia di sini. Aku tahu di mana dia tinggal ... Karena Cindy adalah tetanggaku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN