Tak Ada Kesempatan Kedua

1819 Kata
Di balik jeruji besi yang hanya berisikan satu penghuni, seorang pria di dalam sana duduk termenung dengan pandangan kosong. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghabiskan waktu menunggu hari berganti, bahkan keterbatasan geraknya di ruang lembab itu membuatnya tak mengenali waktu lagi. Tidak ada penunjuk jam yang ia miliki, hanya bisa menebak dari waktu pembagian jatah makanan, itupun terkadang waktunya tak mesti sama dengan hari kemarin. Andrew menghela nafas kasar, hari-hari suram ini entah sampai kapan akan dijalaninya. Tiba-tiba suara derap langkah semakin terdengar jelas, namun Andrew tidak peduli, ia tetap asyik dalam lamunannya. Krieeet... Pintu besi itu berderit nyaring memecah kesunyian, dan Andrew masih bergeming. “Andrew Rin, ada tamu yang datang.” Seru suara bariton seorang petugas yang sudah membukakan pintu untuk Andrew. Mendengar nama lengkapnya dipanggil, sontak membuat Andrew menoleh ke arah si petugas. Kedatangan tamu lagi tentu tidak membuatnya merasa senang, statusnya yang seorang tersangka dan sedang menunggu proses hukum sudah membuatnya menjadi seorang pesakitan. Ia tidak butuh dibesuk, yang ia butuhkan hanya ketenangan batin. “Pak, boleh tolong sampaikan pada putriku, aku tidak ingin dibesuk, tolong minta dia jangan datang ke sini lagi.” Pinta Andrew bersungguh-sungguh, setelah cekcok sengit kemarin dan Ilona masih berkeras hati pada prinsipnya, Andrew pun memilih untuk tidak menemui Ilona lagi jika dia datang. “Tapi yang datang kali ini bukan putri anda. Dia seorang pria, sepertinya seorang pengacara.” Jawab si petugas dengan santai, namun informasi yang ia sampaikan barusan langsung mengusik ketenangan jiwa Andrew. “Pengacara? Hah?” Andrew bergegas berdiri, jantungnya berdetak kencang saking terkejutnya mendengar didatangi seorang pengacara. ‘Apa Ilona sungguh nekad menyewakanku pengacara? Tidak... Aku harus membatalkannya.’ Ungkap Andrew mantap dalam hatinya. “Aku bilang lepasin aku, atau aku teriak di sini?” Ancam Ilona yang terus berusaha melepaskan diri dari dekapan Evan. Dari jarak sedekat itu semakin meyakinkan ia bahwa getaran cinta yang dulu sangat terasa ketika berdekatan dengan Evan nyatanya telah hilang total. Tiada lagi percikan yang mendebarkan, yang ada ia malah merasa muak dengan perlakuan pria yang tidak tahu diri itu. Ancaman Ilona tampaknya berhasil menggertak Evan, kekuatan cengkeraman tangannya pun merenggang. Ilona bergegas menepis kencang pegangan tangan itu seraya menatap sinis kepada Evan. “Aku peringatkan ya, jangan pernah usik hidupku lagi. Bukankah kamu sudah ada yang baru? Kalian para pengkhianat seharusnya jadi pasangan yang serasi. Teman tukang nikung dan pria tak setia adalah pasangan yang cocok, aku doakan kalian langgeng sampai nikah.” Geram Ilona, tentu saja doa yang ia lontarkan itu tidak sepenuhnya tulus. Masih ada rasa geram yang membekas dari pengkhianatan yang ia dapatkan, kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya, bukan hal mudah bagi Ilona untuk memaafkan sekalipun ia sudah move on. “Aku sudah putus sama dia.” Seru Evan dengan cepat. Ilona ternganga sesaat kemudian meringis, senyum bernada ejekan pun kentara dari raut wajahnya. “Oh, sudah bosan secepat itu? Bos mah bebas ya gonta-ganti pasangan. Tapi aku sama sekali nggak peduli apapun tentang kamu.” Ujar Ilona sinis kemudian bergegas berjalan menuju parkiran. Evan menatap punggung Ilona yang berlalu, ada rasa berat melepas kepergian wanita itu begitu saja. Cinta yang pernah ia campakkan lalu disesalinya, sungguh Evan enggan membuat kesalahan ke sekian kali lagi. Ia sudah bertekad mendapatkan cinta Ilona kembali dan tak akan ia sia-siakan. Evan berlari menghadang di depan Ilona dengan dua tangan yang direntangkan. Untung saja Ilona cukup gesit menghentikan langkah, jika tidak, ia sudah menabrak tubuh Evan dan mungkin berlabuh dalam dekapan pria itu lagi. Belum juga Ilona mengeluarkan kemarahannya, Evan lebih dulu membungkam kata-katanya dengan raut wajah yang sangat meyakinkan. Sepasang mata teduhnya menatap lekat pada Ilona, pancaran mata itu tak bisa berbohong bahwa si pemiliknya masih mempunyai perasaan yang besar kepada wanita di hadapannya. “Ilona, aku sungguh menyesal atas kekhilafanku. Oke, aku nggak bakalan nyalahin siapapun, aku yang salah karena sudah tidak setia. Tapi hati ini nggak bisa dibohongi, rasa cintaku jauh lebih besar untuk kamu, dan setelah pisah dengan kamu, aku baru sadari hanya kamu yang bisa bikin aku nyaman. Ilona, please... Beri aku kesempatan memperbaiki kesalahan, aku janji tidak akan mengulangi kebodohanku, tidak akan menyakitimu lagi. Bila perlu aku akan melamarmu segera, agar kamu juga tidak perlu menjalani hidup susah seperti sekarang.” Evan menyatakan ketulusannya dan tidak malu harus berlutut memohon kepada Ilona. Tak peduli bahwa mereka tengah menjadi tontonan umum lantaran berpose layaknya orang lamaran di tepi jalan. Fokus Evan hanya kepada Ilona, serius meminta hatinya agar mau menerimanya. Ilona menoleh ke berbagai arah dengan tatapan risih, banyak yang memperhatikan tingkah Evan bahkan ada yang menyodorkan kamera ke arah mereka. “Kamu ngapain sih!? Jadi ngundang perhatian orang, bangun nggak sekarang!” Desis Ilona ketus, mengancam dengan mimik muka tegasnya. Evan malah cuek, mentalnya sudah ia persiapkan sebaik mungkin untuk mempermalukan dirinya sendiri. Apapun akan ia lakukan demi meluluhkan hati Ilona, ia mengumbar senyuman manis, wajah tampannya tampak begitu tenang. Sedangkan Ilona yang melihat kepercaya-dirian Evan justru mendelikkan mata, seandainya pria itu tak pernah melukai perasaannya, mungkin ia akan terkesima dengan perlakuan manis ini. Sayangnya Ilona terlalu rapuh, sekali pernah tersakiti oleh pengkhianatan, ia tidak akan memberi ampun. “Aku nggak akan berdiri sebelum kamu memberiku kesempatan. Ilona, aku sangat mencintai kamu. Please... Kembali padaku.” Pinta Evan bersungguh-sungguh mengiba lewat sinar mata sendunya. Ilona justru memalingkan wajah, tak kuasa disudutkan dengan sorot lemah seperti itu. Bukan karena takut hatinya bakal goyah, namun ia tidak mau ikut viral gara-gara kelakuan Evan yang tidak pada tempatnya. Ilona menghela nafas kasar lalu mendelik kepada Evan, “Dengarkan baik-baik ya, aku tidak akan mengulangi lagi. Ini akhir buat kita, sesuatu yang sudah berakhir tidak akan dimulai lagi. Aku tidak mau memungut barang bekas mantan sahabat. Di mataku, kamu dan dia sama menjijikkannya. Aku nggak peduli kamu mau move on atau tidak, yang pasti sampai kapanpun tidak ada kesempatan kedua buat kamu.” Geram Ilona menyatakan penolakan dengan tegas. Setelah dirasa cukup memberi penjelasan yang menohok perasaan, Ilona pun bergegas pergi dari hadapan Evan, membiarkan pria itu tertegun dan mematung dalam posisi setengah berlutut. Penolakan secara terang-terangan itu belum sanggup Evan terima. Apa daya ia masih mematung dalam posisi semula untuk beberapa saat hingga Ilona pun luput dari perhatiannya. ‘Apa segitu besarkah kesalahanku sampai kamu tidak terkesan dengan permintaan maafku?’ Gumam Evan lirih dalam hati, kemudian ia berdiri dan menatap tajam pada orang-orang yang merekam kejadian itu. “Hei kalian semua, jika sampai aku melihat video atau fotoku muncul di sosial media, siap-siap menghadapi pengacaraku. Aku tuntut kalian tanpa negosiasi damai!” Gertak Evan dengan wajah garangnya. Seketika itu pula orang-orang yang mengarahkan ponsel untuk merekam pun menurunkan ponselnya, banyak di antara mereka yang takut dengan ancaman itu lalu pergi sembari mengumpat pada Evan. Evan melihat ke arah parkiran di mana mobil Ilona terparkir, tempat itu sudah kosong, Ilona telah pergi setelah mematahkan hatinya. Kepalan tangan Evan begitu kencang, tapi tidak cukup melampiaskan semua kekesalan dan kekecewaannya. “Aku memintamu dengan cara baik-baik, tapi kamu malah mengacuhkan aku. Jangan salahkan aku jika mulai memaksamu menerimaku dengan cara yang lebih kasar. Aku harus mendapatkan kamu kembali, tak peduli kamu setuju atau tidak, Ilona.” Andrew menatap lekat pada seorang pria yang mengenakan setelan formal dan berdiri begitu ia masuk ke dalam ruang besuk. Pria muda itu menganggukkan kepala, mempersilahkan Andrew duduk di kursi depan dengan isyarat tangan. Senyum ramahnya tetap mengembang, menyambut klien yang dipercayakan kepadanya. Namun Andrew tetap merasa tidak senang, ia menyoroti pria itu dengan tatapan penuh tanda tanya. “Bapak Andrew Rin, perkenalkan saya Aditya, tim pengacara yang ditunjuk oleh bapak Risman untuk menangani kasus hukum anda.” Ujar pria muda itu memperkenalkan dirinya yang datang sebagai perwakilan. Andrew mengerutkan dahi, pengacara yang disebutkan itu setahunya adalah pengacara nomor satu di negara ini. Ia cukup terkejut, tak menyangka Ilona begitu nekad meminta jasa pengacara kondang yang pastinya sangat fantastis bayarannya. “Pak Aditya, terima kasih atas kepeduliannya. Tapi maaf saya tidak bisa menerima bantuan dari tim anda. Putri saya hanya modal nekad saja memakai jasa anda, saya tidak punya kemampuan untuk menyewa jasa pengacara kondang. Jadi... Saya mohon maaf atas nama putri saya juga pak.” Andrew menundukkan kepala, menyatakan penyesalan dan rasa bersalahnya karena membatalkan begitu saja. Lebih baik dibicarakan sejak awal daripada nantinya akan memakan banyak waktu untuk proses dan biaya. Ilona jauh lebih membutuhkan uang untuk bertahan hidup ketimbang untuk menyelamatkannya dari sini. Meskipun ia tidak bersalah, tapi akan lebih baik menanggung sesuatu yang dilimpahkan padanya jika bisa melindungi Ilona yang sebatang kara di luar sana. Pria bernama Aditya itu membetulkan posisi kacamatanya kemudian tersenyum ramah lagi. “Maaf, sepertinya anda salah paham. Orang yang menyewa jasa kami bukanlah seorang wanita. Dia seorang pria dan orangnya sudah membayar di muka kepada pihak kami. Jadi bapak berhak mendapatkan pelayanan dari kami. Bapak tenang saja, kami sudah mempelajari kasus bapak dan siap membebaskan anda secepat mungkin dari sini.” Jelas Aditya secara profesional dan pembawaan diri yang tenang. Andrew terkejut saat mendengar penjelasan itu, ia salah mengira Ilona lah yang menyewakannya pengacara karena hanya putrinya yang gembar-gembor ingin mengupayakan jasa lawyer kepadanya. “Bukan Ilona, lalu siapa yang berbaik hati menyewa anda untuk membelaku?” Ye Jun terlihat serius dengan setumpuk kerjaannya. Ia bisa saja bersantai tetapi hati kecilnya tidak bisa mempercayai pekerjaan yang sudah dihandel Ae Ri selama ia pergi berlibur ke Jakarta. Semua harus ia buktikan dengan pemeriksaan manual, sejauh ini ia mengakui kerjaan Ae Ri cukup rapi dan jeli. Wanita itu memang cekatan dalam urusan bisnis, cocok menjadi tangan kanannya. Hanya saja ada perasaan yang mengganjal Ye Jun, secara perlahan ia ingin menghilangkan ketergantungannya kepada wanita itu. “Tuan muda, baru saja pihak pengacara memberi kabar bahwa mereka sudah menemui tuan Andrew. Kasus ini termasuk kasus yang mudah ditangani mereka dan dipastikan tuan Andrew akan segera mendapatkan kebebasannya.” Chin Ho melaporkan apa yang baru saja ia dengar dari orang suruhannya, ia pun menatap ekspresi Ye Jun yang akhirnya bisa sedikit tersenyum setelah mendengar kabar bagus itu. Ye Jun mengangguk senang, “Kerja bagus paman, terima kasih sudah menanganinya dengan cepat. Apa sudah ada perkembangan tentang masalah itu?” Chin Ho paham pengalihan topik yang bos mudanya pertanyakan. Ia menampakkan senyuman misterius kemudian membalas tuannya. “Orang yang anda curigai itu sedang dalam pencarian, sepertinya dia sedang berada di luar negri sejak kecelakaan itu viral, tuan muda.” Ye Jun mengepalkan tangannya, ia tak lagi fokus dengan pekerjaan, hatinya cukup panas mendengar target utamanya ternyata ikut kabur begitu saja setelah insiden kecelakaan mobil kedua orangtuanya. “Selidiki terus, tapi pastikan tidak ada yang mencurigai gerak-gerik kita. Mereka harus beranggapan bahwa kita sudah mengikhlaskan masalah ini dan tidak mengambil langkah hukum. Aku punya cara tersendiri untuk menghadapinya, hukum negara ini saja tidak akan cukup untuk menebus perbuatannya jika memang benar dia lah yang menyebabkan kematian kedua orangtuaku.” Geram Ye Jun dengan rahang yang mengatup kencang. Ia tak pernah semarah ini, pun tak pernah terpikir akan menjadi pendendam seperti ini. Orang yang telah menyentilnya tak akan ia beri ampun, siapapun dia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN