Dia mengobati lukaku. Kapan terakhir kali ada orang yang perhatian seperti ini padaku?, aku tidak ingat. Atau mungkin, tidak pernah mendapatkannya. "Terima kasih" suaraku gemetar, rasanya ingi menciumnya dengan keras. Namun aku belum sikat gigi, aku tidak ingin Yu merasakan sisa anyirnya darah serigala dalam mulutku. Yu kembali duduk dengam tegak dan memakai sabuk pengaman. Aku memegang kemudi dan melihat buku-buku jariku yang tertutup plester. Entah kenapa ada selintas perasaan bahagia dan bangga di hatiku. Aku bangga karena ada seseorang yang mau mengobati aku yang tengah terluka. Aku terbiasa hidup sendiri di tengah-tengah sanjungan dan cacian masyarakat terhadapku. "Kenapa kau diam saja?, tanganmu tidak kuat menyetir?" Ucapan Yu menarikku dari lamunan. Apa dia tengah mengolok