20. Sisi Lain Catalina.

1463 Kata
"Bagaimana aku bisa tidur jika kau mengganggu perutku Hubby!" rengek Catalina karena ia sangat mengantuk. Vector tertawa renyah lalu bergumam maaf. Ia pun berbaring di samping Catalina, istrinya itu segera memeluk tubuhnya dengan sebelah tangan. "Aku suka bau ketiakmu." Catalina mengusakkan wajahnya di ketiak Vector. Dan sang pria hanya membiarkannya. Apapun ia akan lakukan untuk membahagiakan sang istri kecuali untuk meninggalkannya. "Baby sudah sampai." Vector mengelus pelan pipi kemerahan Catalina. Ia pun terbangun sembari menguap kecil. Menatap sekeliling dan menatap terkejut ke arah sang suami. "Aku tahu kau khawatir dengan mereka. Masuklah Aku akan menunggumu di sini." Vector tersenyum meyakinkan. Mereka sedang berada di depan panti asuhan yang didirikan oleh Catalina. Tentu saja Catalina terkejut karena ia kira mereka masih di bandara milik sang suami. Namun ia sudah berada di depan panti asuhan. "Masuklah denganku. Aku ingin mengenalkanmu dengan mereka." Catalina tersenyum manis. Ia segera menarik tangan sang suami untuk keluar dan masuk ke dalam mata Vector terlihat gelisah melihat banyak orang tua yang berlalu-lalang. "Juliette!!" Catalina melambai ceria sembari menyeret sang suami. Vector mengernyitkan dahinya heran mendengar nama yang asing di telinganya, namun itu seolah nama sang istri, jarang sekali Catalina memakai nama belakangnya. "Itu nama samaranku. Nanti kuceritakan." Catalina menjawab kebingungan sang suami. Catalina berjalan menghampiri sekumpulan wanita paruh baya yang sedang melakukan keterampilan. "Cucu cantik kalian datang~" teriak Catalina riang mengundang gelak tawa dari mereka semua. Catalina sudah ikut duduk di lantai sedangkan Vector masih berdiri tak jauh dari Catalina. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat Catalina yang begitu berbeda. Ia belum pernah melihat sisi ini dari sang istri. Catalina terlihat seperti anak baik hati yang polos dan merindukan kehangatan keluarga. Ia memegang dadanya yang semakin berdetak dengan kencang kala melihat Catalina tertawa lepas, sepertinya-ia jatuh cinta kembali dengan istrinya. "Kau kemana saja anak nakal?" ujar salah satu wanita di sana. "Astaga! anak cantik mu ini sibuk sekali." Jawab Catalina main-main. Ia tersadar sesuatu dan ia menepuk dahinya saat suaminya tidak ada di sampingnya. Ia menoleh kebelakang lalu melambaikan tangannya agar Vector mendekat. Dengan ragu Vector mendekat, wajahnya terlihat kaku dan Catalina tergelak dibuatnya. Sangat lucu wajah suaminya ini, ia tahu jika Vector tidak pernah berinteraksi seperti ini. "Nah kenalkan dirimu Hubby." bisik Catalina. Dengan canggung Vector menggaruk kepalanya. Lalu memandang istrinya ragu. Catalina pun mengangguk sembari tertawa geli. Orang tua di sekitar mereka menatap penasaran ke arah Vector. "Vector Jade. Suami Cata-Juliette." hampir saja Vector keceplosan jika tidak disenggol deh sang istri. Krik krik krik .. Mereka semua saling lirik lalu membulatkan matanya terkejut secara bersamaan. "APA?" teriak mereka bersamaan. Salah satu dari mereka menunjuk Vector dengan tangan bergetarnya. Bukan karena takut, tapi karena terkejut. "S-suami Juliette?" beonya dengan tidak percaya. Catalina tertawa renyah, ia memeluk pinggang Vector dengan mesra. "Kalian jangan membuat suamiku takut. Aku sudah menikah dengannya, maaf tidak mengabari kalian karena saat itu terlalu banyak kejadian mengejutkan bagiku. Seperti ini contohnya." Catalina mengelus perut besarnya. "HAH!!" mereka kembali berteriak karena terkejut. Bahkan ada yang sampai terjungkal kebelakang saking terkejutnya. Vector hanya diam tidak bereaksi apapun, dia takut berbuat salah hingga membuat reputasi istrinya buruk di mata mereka. Karena memang tujuan mereka adalah tetap menyembunyikan jati diri Catalina. "Iya aku tahu jika perut besar ini tidak cocok dengan wajah cantikku kan?" tanya Catalina dengan bibir mangerucut lucu. Vector menatap intens sang istri, sedikitnya dia merasa tidak suka dengan perkataan sang istri baru saja. Catalina melirik Vector dan dia menyadari jika sang suami tidak suka akan perkataannya. "Tapi aku begitu menyayanginya dan aku sangat bahagia memilikinya. Tentu saja karena ayahnya adalah dia." Catalina menunjuk ke arah Vector dengan lidahnya. Vector mendengus gali namun tak dipungkiri ia merasa lega dan bahagia akan ucapan sang istri. Dia tahu jika istrinya tulus mengucapkan hal itu. Bolehkan Vector merasa sangat bersyukur mempunyai Catalina sebagai istrinya? Semua bertepuk tangan dan bersiul menggoda Catalina, Mereka pun tertawa bersama, dan tak sengaja mata Catalina melihat kepala perawat yang melambai ke arahnya. Catalina segera berdiri bersama Vector lalu berpamitan untuk undur diri sebentar. "Anak kurang ajar! Tega-teganya kau tidak mengabariku. Jika kau sudah menikah hah?!" kesal perawat itu kepada Catalina. Catalina tersenyum konyol, sembari mengangkat dua jarinya. Lagi-lagi ini pertama kalinya Vector melihat sang istri bertingkah seperti ini. Apa ini Catalina yang sebenarnya? Lalu kenapa Catalina tidak pernah menunjukkan sikapnya yang seperti ini kepadanya? Apa ia tidak cukup membuat Catalina nyaman? "Maafkan aku Bi. Itu terjadi sangat mendadak," ucap Catalina tidak enak. Perawat tersebut menghela napasnya pelan, ia pun mengangguk memakluminya. Matanya tertuju kepada Vector yang terlihat melamun. Catalina menepuk pelan lengan kekar sang suami dan membuatnya tersadar. "Ada apa Baby?" tanya Vector. "Sedari tadi kau melamun Hubby," ujar Catalina khawatir. Vector tersenyum meyakinkan lalu menggeleng pelan. Perawat itu yang mendengar panggilan manis dari Catalina untuk Vector membuatnya tersenyum geli. Ia tidak menyangka Catalina akan menikah secepat ini, padahal jika dilihat dari kebiasaan Catalina maka lebih pantas anak itu berkuliah. Namun apapun yang menjadi keputusan Catalina mereka pasti mendukung. Karena jika bukan karena kebaikan hati Catalina maka mereka tidak bisa hidup nyaman di panti asuhan ini. "Jadi siapa yang datang tadi Bi?" tanya Catalina was-was. Perawat itu memberikan sebuah kartu nama kepada Catalina. Ia membaca dengan seksama lalu memberikannya kepada sang suami. Vector mengangguk samar lalu ia menunggu apa yang akan dikatakan sang istri kepada perawat di depannya ini. "Bi. Jika mereka datang kembali Jangan biarkan mereka. Apapun yang terjadi Bibi harus percaya kepadaku. Mergerti?" ujar Catalina dengan lembut. Perawat itu merasa ada yang aneh dengan Catalina. Namun ia mengangguk sembari tersenyum lembut. Mengelus kepala Catalina dengan penuh kasih sayang. Entahlah apa yang terjadi dia tidak mau tahu dan akan menuruti perkataan Catalina, karena dia sangat berhutang budi dengan anak cantik di depannya ini yang sangat baik hati kepada mareka. Jikalau Catalina bukan orang baik-baik maka ia akan berusaha menutup mata dan telinga, yang terpenting adalah Catalina sudah berbaik hati kepada mereka. "Aku berjanji, kau terlihat lelah, jangan terlalu banyak pikiran. Itu tidak baik untuk kandunganmu." perawat itu mengelus perut besar Catalina dengan pelan. Catalina tersenyum tipis sembari mengangguk kecil. Di dalam lubuk hatinya yang paling dalam terdapat ketakutan yang sangat besar. Ia takut kehilangan keluarga keduanya yaitu penghuni panti asuhan ini. Dia tidak sanggup melihat tatapan benci dan takut dari mereka semua untuknya. Hanya dengan memikirkannya saja sudah membuat hatinya berdenyut sakit. Hanya di sinilah tempat Catalina kembali menjadi anak muda normal seusianya. Dia bebas tertawa, bebas menjadi dirinya sendiri. Mereka semua telah memberikan banyak kasih sayang untuknya yang sangat ia rindukan sejak kepergian sang kakak. "Hubungi aku jika terjadi sesuatu Bi. Jangan pernah sungkan jika membutuhkan sesuatu." ujar Catalina sungguh-sungguh. Sekali lagi perawat tersebut mengangguk lalu mengusir mereka dengan main-main karena ia tahu jika Catalina butuh istirahat. Dan ia merasa Vector tidak begitu nyaman berada di tengah-tengah mereka. Sepeninggal sepasang suami istri tersebut, perawat itu berdoa untuk mereka. "Siapapun kalian, semoga Tuhan memberi ampunan kepada kalian dan menunjukkan jalan yang benar. Semoga Tuhan memberkati kalian." . "Baby mandilah" ujar Vector yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia tidak mendapat sahutan dari istri tersayangnya. Dia pun menoleh dan menghela napasnya panjang kala melihat Catalina yang sedang melamun di atas sofa. Matanya terlihat kosong dan membiarkan tv menonton dirinya. Vector memeluk Catalina dari belakang dan membuat tubuh Catalina sedikit terkejut. Ia mendongak dan mendapat kecupan di dahinya. "Semua akan baik-baik saja," ujar Catalina meyakinkan istri tercintanya itu. Catalina menghela napasnya lelah, menyuruh sang suami untuk duduk di sebelahnya. Ia segera memeluk erat tubuh atletis sang suami. Menyenderkan kepalanya di d**a bidang Vector yang tidak tertutupi apapun. "Entahlah. Perasaanku sungguh tidak enak Hubby. A-aku hanya takut sesuatu yang buruk terjadi." Jujur Catalina. Vector hanya diam dan memberikan pelukan hangat nan menenangkan untuk Catalina. "Apapun yang terjadi nanti, kita akan melaluinya bersama. Bukankah itu yang dilakukan sepasang suami istri pada umumnya?" tanya Vector kepada Catalina dengan wajah bingungnya. Catalina mendengus geli sembari memukul paha kencang Vector. "Jadi menurutmu kita bukan pasangan suami istri yang normal begitu?" kekeh Catalina. Vector tersenyum lebar karena sudah berhasil membuat sang istri tertawa. "Aku ketua mafia besar dan kau penjahat?" ujar Vector tidak yakin mengenai sebutannya untuk sang istri. Lagi-lagi Catalina tertawa dan mengacungkan jempol ke arah sang suami. Ia pun tersenyum lebar karena hatinya sudah mulai tenang. Dia bahagia sekali mempunyai Vector di sampingnya. "Mandilah agar pikiranmu lebih tenang. Aku akan keluar sebentar." ijin Vector membuat Catalina menggeleng keras. Ia segera duduk di pangkuan Vector lalu memeluk lehernya erat. "Jangan pergi Hubby aku ingin bersamamu. hingga besok." gumam Catalina penuh permohonan. Vector tersenyum kecil lalu mengangguk pasrah. Dia pun membawa tubuh berat Catalina ke kamar mandi setelah dia menyiapkan air hangat dengan aromaterapi yang menenangkan. "Aku tunggu di kamar-" "Di sini saja." sela Catalina dengan wajah melasnya. Lagi-lagi Vector mengangguk patuh. Ia duduk di samping bathub sembari bersenda gurau dengan si manis. Tiba-tiba pikirannya melayang ke kejadian tadi saat di panti asuhan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN