03. Awal Permainan.

2280 Kata
"Kapan kau akan membunuh Jade sialan itu, hah?!" Sosok pria yang mengurus sewa jasa seorang gadis cantik yang tak lain adalah Catalina, terlihat tengah menggerutu kesal. Sedang sosok gadis di sana hanya terduduk santae, menselonjorkan kedua kaki jenjangnya di atas meja, sembari menyesap sebatang rokok dengan bau khas mentol yang tercium begitu menusuk. "Ck, bisakah kau bersabar sedikit saja?" malas Catalina. Drttt ... Drttt ... Catalina mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, melihat siapa sosok yang mengirimkan pesan kepadanya. Sontak seulas senyuman evil tergaris di bibir manisnya. "Tuanku sudah memanggil." Memperlihatkan layar ponselnya ke arah pria paruh baya di hadapannya, sembari menggoyangkan benda itu. Kemudian berdiri dari singgasananya, pergi begitu saja tanpa permisi. Meninggalkan sosok pria yang di ketahui bernama Jack. Jack merupakan pemimpin broker yang melayani jasa setiap orang yang bersedia menyewa jasa pembunuh bayaran di atas naungannya. Ia begitu mempercayai Catalina, gadis itu merupakan pembunuh bayaran dengan harga termahal seantero dunia bawah. Tak ada yang bisa mengalahkan gadis tersebut, dia begitu profesional dalam menjalankan tugasnya. Jack atau biasa dipanggil Jackson selalu membiarkan apa yang Catalina lakukan, sekalipun ia tahu jika gadis itu juga tak segan memberikan kegadisannya pada sang mangsa demi melancarkan aksinya. Catalina berdiri di hadapan mobil mewah hitamnya, membuang asal puntung rokok yang sedari tadi ia hisap. Membuangnya sembarang tempat dan kemudian masuk ke dalam mobil mewah tersebut. Tersenyum saat membayangkan wajah tampan sang ketua Mafia. Sayang sekali, dia harus membunuh pria itu. Ck, masa bodoh, Catalina tak peduli. Yang ia inginkan hanyalah bayaran besar yang akan ia dapatkan nantinya. Ia tak peduli dengan nasip seseorang, hati nuraninya sudah mati. Ia tak mengenal apa itu perasaan cinta, baginya cinta hanya akan membuat jiwanya lemah. Maka dari itu, Catalina tak ingin mengenal kata itu. Yang ia tahu hanyalah membunuh, dan berakhir mendapatkan bayaran dengan nominal tinggi. CKITTTT .... Mobil yang Catalina kendarai berhenti di persimpangan jalan. Saat melihat sosok pria tampan tengah berdiri, bersandar di pintu mobilnya, dengan memakai kaca mata hitam yang terlihat semakin menawan. Catalina mengubah raut wajahnya, yang tadinya dingin, kini menjadi ceria dan menggemaskan. Gadis itu keluar dari dalam mobilnya, tersenyum begitu manis hingga siapa saja yang melihat senyuman itu akan diabetes dadakan. "Tuan ... apa kau sudah menungguku dari tadi?" tanyanya, berlari kecil dan menubruk tubuh pria tampan di hadapannya. Memeluknya erat dan dibalas pelukan singkat dari sang pria. "Kenapa lama sekali, hm? Kau tahu, jika aku tidak suka menunggu lama." Catalina mengerucutkan bibirnya, memilin ujung dress mini yang ia kenakan, terlihat semakin menggemaskan di mata pria yang tak lain adalah Vector Jade. "Maafkan aku, aku harus menghabiskan banyak waktu untuk berdandan." Vector menyunggingkan sebelah bibirnya, merengkuh pinggang ramping sang gadis. "Tuan, biar aku membawa mobilku sendiri." Vector mengangguk dan kemudian memasuki mobilnya, begitu juga dengan Catalina yang kini ikut mengekor di belakang mobil sang tuan. Berapa menit kemudian. Kini mereka berdua telah sampai di sebuah hotel ternama, berbintang 10. Hotel termewah dan termegah di negara tersebut. Catalina memasuki hotel mewah yang sudah disewa Vector. Kedua bola mata gadis itu berbinar lebar. Mengitari luasnya ruangan yang ia pijak. Bagaikan sebuah istana. "Woahhh ... aku baru pertama kali melihat hotel sebagus ini." Takjub Catalina. Mendudukkan b****g besarnya di atas kasur empuk di sana. Vector hanya menarik sudut bibirnya, melepaskan jam tangan, serta jas yang ia kenakan. "Ini hotel milikku, dan kau gadis satu-satunya yang pertama memasuki ruangan ini." Catalina semakin terpukau dan merasa begitu beruntung. Sayang sekali pria itu harus mati ditangannya. Vector berjalan mendekati tubuh gadis cantik yang duduk di atas ranjangnya. "Apa kau menyukainya?" Catalina mengangguk, berseringai kecil. Menarik krah kemeja hitam yang Vector kenakan, hingga membuat wajah mereka berdua begitu dekat. Gadis itu menjilat bilah bibir sang pria begitu sensual. "Kau mengeluarkan banyak uang hanya untuk bercinta denganku, Tuan?" Vector mendorong tubuh gadis di hadapannya. Berdiri dari tempat duduknya, menatap remeh ke arah gadis yang memandang dirinya dengan tatapan nakal. "Apapun yang aku inginkan semua dapat ku beli." Berjalan menuju ke arah kamar mandi, sebelum menoleh ke arah belakang. "Mau mandi bersama?" Tanyanya, dengan seringaian evil. Catalina menggeleng kecil, Vector menghedikan bahunya dan masuk ke dalam kamar mandi. Catalina kembali memasang wajah datarnya kembali, menatap daun pintu kamar mandi yang terdapat sang ketua Mafia di dalam sana. 'Cepatlah mati ... agar aku bisa mendapatkan bayaran ku.' Dengan cepat ia mengambil botol kecil berisikan cairan parfum di dalamnya, menyemprotkan cairan itu ke area seluruh kulitnya. Terlebih di area dadanya. Jangan mengira jika ini adalah parfum biasa, cairan ini tak lain adalah racun mematikan yang sudah Hanami siapkan untuk Vector. Pria itu nanti pasti akan memakan tubuhnya, dan kemudian akan mati. Begitu mudah pikir Catalina. Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok pria kekar dengan handuk melilit separuh tubuhnya yang basah. Dengan rambut acak-acakan yang masih meneteskan air dari ujungnya, membasahi tubuh kekar nan atletis pria tersebut. Catalina meneguk ludahnya berat, menggelengkan kepalanya. Ia tak boleh terlena oleh tubuh pria itu, dengan cepat ia melempar handuk kering di sampingnya, tepat mengenai wajah pria tersebut. "Keringkan rambutmu, Tuan!" Vector hanya tersenyum singkat, dan mengusak rambutnya. Catalina tersenyum, berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke arah Vector berdiri. Tanpa menunggu lama ia menarik handuk yang melilit tubuh pria tersebut. Hingga menampilkan Little Vector yang terlihat begitu besar, nan panjang. Catalina hendak memegang sosok tersebut. Namun dengan cepat Vector menghentikan pergerakan tangannya, menatap tajam wajah gadis di hadapannya. "Mandilah!" pintanya dengan suara rendah. Catalina justru memeluk erat tubuh pria tersebut. "Aku sudah mandi, Tuan ... aku ingin segera bercinta denganmu. Milikku sudah ...---" GREPPP!!! Dengan cepat Vector membalik tubuh Catalina, entah sejak kapan sebuah pisau sudah bertengger di leher gadis tersebut. Siapa lagi pelakunnya jika bukan sang ketua Mafia ini. Catalina diam membeku, sedikit lagi ia bergerak maka pisau itu akan memotong urat lehernya. Vector mendekatkan wajahnya di samping telinga gadis tersebut, sembari menekan pisau di area leher Catalina. Catalina hanya bisa diam tanpa kata. Menahan napas agar pisau itu tak menggores kulit lehernya. "Turuti permintaanku, atau aku akan benar-benar membunuhmu. Ingatlah ... kau hanyalah sampah bagiku!" Mendorong kasar tubuh sang gadis, hingga membuatnya tersungkur ke atas lantai. Catalina sedikit takut dengan aura pria yang berdiri di hadapannya, sepertinya ia harus lebih hati-hati dengan pria ini. Dengan malas, Catalina berjalan menuju ke arah kamar mandi. Membersihkan dirinya dengan menyabun seluruh tubuh, otomatis racun yang ada di tubuhnya hilang terguyur derasnya air. "Sialan!!! Dasar ketua Mafia m***m!!" Kesalnya, menyabun tubuhnya dengan kasar. Selesai dengan acara mandinya, Catalina lantas memakai handuk piyama yang sudah disiapkan di sana. Keluar dari kamar mandi tersebut, dan menyusul Vector yang terlihat tengah merokok di balkon kamar itu. Tanpa ragu, Catalina mengambil alih sebatang rokok dari bibir pria tersebut, menyesapnya dengan khidmat. Vector hanya diam dan beralih memeluk tubuh gadis itu dari belakang, menelusup kan jemari besarnya ke dalam belahan piyama yang gadis itu kenakan. Catalina tersenyum, sedikit menunggingkan p****t putihnya yang tidak tertutup apapun, membiarkan sang tuan menjamahnya. Berakhir mereka bermain di atas balkon tersebut. . "Ngghhh ... Tuanhh ... sudah, aku lelah." rengek Catalina, ia benar-benar lelah karena ulah pria di belakangnya yang terus saja menghujam lubangnya tiada henti. Bahkan dirinya tadi sudah sempat tertidur, dan sekarang kembali terbangun karena merasa ada sesuatu yang bergerak di bawah sana. "Jangan berani membantah keinginanku!" geram tertahan pria itu, sembari mengendus ceruk leher putih sang gadis. Catalina kesal, ia hanya bisa pasrah mengikuti alur permainan pria di belakangnya. Mendongakkan kepalanya agar pria itu semakin puas menjamah kulitnya yang kini sudah penuh dengan ruam kemerahan, bahkan pria itu semakin membubuhkan tanda di atas tanda yang sudah terukir di atas kulit Catalina. Terhitung sudah lima jam lamanya mereka bermain. Namun pria ini tak kunjung ingin berhenti, padahal milik Catalina sudah terasa perih ataupun mungkin sudah membengkak. Salahkan ulah little Jade yang terus saja keluar masuk tanpa ingin beristirahat. Catalina kadang berpikir, sebenernya apa rahasia pria itu? Hingga miliknya bisa tetap berdiri kokoh meski sudah menyemburkan cairannya beberapa kali. Satu jam kemudian, Vector puas dengan permainannya. Pria itu melepaskan penyatuan mereka, sedang Catalina memilih memejamkan kedua matanya. Ia tak peduli dengan apa yang pria m***m itu lakukan dengan miliknya. Persetan! Ia lelah. "Apa kau tidur?" bisik Vector, mencium cuping telinga gadis di hadapannya. Catalina hanya diam tanpa menjawab pertanyaan pria tersebut, membuka matanya perlahan tanpa reaksi apapun. Vector tersenyum, mengangkat tangan kirinya dan melingkarkan lengan besarnya tersebut di atas perut gadis yang kini tengah tertidur memunggunginya. "Kau cantik, kenapa harus menjadi seorang jalangg?" Catalina muak dengan semua ini, ia lelah harus menuruti kemauan pria gila di belakangnya. Berlahan Catalina meraba sesuatu yang sudah ia persiapkan di bawah kasurnya. Membalik tubuhnya dengan cepat, Dan -- JLEBB!! Sebuah belati kecil menghujam d**a kiri Vector. Pria itu hanya diam, tanpa ingin melawan gadis yang dengan berani menusuk d**a kirinya. Tanpa ada ringisan atau teriakan sama sekali, yang ada hanya tatapan dingin penuh kebencian yang terpancar dari kedua pasang iris hitam mereka. "Tentu saja ingin membunuhmu, Tuan." Catalina semakin menancapkan ujung belatinya ke dalam d**a Vector. Menduduki tubuh pria tersebut dan mengoyak d**a kerasnya. "Matilah kau!" teriak Catalina, mencabut dengan kasar belati yang menancap di d**a kiri Vector. "Uhuk ... uhuk." Vector terbatuk-batuk sembari memuntahkan darah segar. Hingga beberapa detik kemudian, pria itu memejamkan kedua matanya. Catalina menyunggingkan senyum evilnya, memeriksa detak jantung pria tersebut yang naasnya sudah tak ada tanda-tanda kehidupan lagi. Gadis itu bergegas ke kamar mandi, membersihkan dirinya dari kotoran darah dan juga cairan milik Vector yang masih tersisa di dalam miliknya. Sungguh, ia sangat jijik. Selepas membersihkan diri, Catalina melihat sejenak mayat Vector yang terlihat begitu mengenaskan di atas ranjangnya. Ck, apa peduli Catalina. "Sudah selesai, cepat transfer bayaran ku sekarang juga, atau aku juga akan melenyapkan mu!" Hanami menghubungi Jackson. Ck, padahal pria itu adalah atasan gadis tersebut. Namun, lihatlah ... tak ada sopan santun sama sekali yang tercermin dari diri gadis itu. Ketahuilah, Catalina tak mengenal apa itu etika, perasaan dan juga belas kasihan. Yang ia tahu hanyalah membunuh, dan berfoya-foya. Hidup hanya sekali, untuk apa jika tidak dihabiskan untuk bersenang-senang, begitu pikir Catalina. . Tiga Tahun Kemudian. Catalina tengah berada di sebuah club malam, duduk di atas pangkuan seorang pria gagah yang entah siapa. Pria itu terlihat tengah meraih tengkuk Catalina, mendekatkan telinga gadis tersebut di samping bibirnya, sembari berbisik. "Bunuh dia untukku." Menunjuk sosok pria lain yang terlihat tengah bermain judi. Catalina menarik ujung bibirnya, turun dari pangkuan pria tersebut. Datang menghampiri sang mangsa, dalam rayuan beberapa detik saja pria itu sudah masuk perangkap Catalina. Mereka berdua terlihat tengah berjalan menuju ke kamar VIP. Catalina memberikan minuman kepada pria tersebut, membuka seluruh pakaian dan menutup kedua mata pria itu. Mengambil revolver yang sudah ia persiapkan sedari tadi. DOR!! Tanpa ada yang mendengar suara tembakan itu, karena kamar tersebut kedap suara. Catalina tersenyum, menatap sosok pria di hadapannya sudah lenyap dalam hitungan detik. Dengan santainya gadis itu berjalan keluar ruangan, mengunci kamar tersebut dan kembali menghampiri pria sebelumnya. Menundukkan wajahnya tepat di hadapan pria tersebut, memberinya hadiah kecupan singkat. "Selesai, aku menunggu bayaran ku." Pria itu mengangguk, menarik pinggang ramping Catalina. "Tidak ingin tidur bersamaku?" tanyanya dengan seringaian sinis. Catalina mengambil revolver yang ia simpan di ikat pahanya, seketika pria itu menelan ludahnya berat, menatap horor ke arah Catalina. "Ingin menjadi mayat, hm?" tanya Catalina kelewat datar. "Ti-tidak, baiklah aku akan mengirimkan bayaran mu sekarang juga." Catalina pergi begitu saja. Ck, memuakkan jika harus berurusan dengan p****************g seperti mereka. Berani berhubungan dengan Catalina, berarti sama saja dengan mengantarkan nyawa ke lubang neraka. Catalina masuk ke dalam mobil mewahnya, menuju ke arah sebuah butik ternama. Membeli pakaian termahal di sana, pakaian yang terlihat begitu anggun. Sangat mencerminkan jika gadis yang memakainya adalah gadis baik-baik dari kalangan keluarga terpandang. Catalina kembali melajukan mobilnya menuju ke arah sebuah restauran bintang lima. Memasuki bangunan tersebut dan bertemu dengan seorang pemuda tampan. "Juliette, aku merindukanmu. Apa kamu tidak merindukan suamimu ini, hm? Selalu saja sibuk dengan bisnismu, melupakan kewajiban sebagai seorang istri. Padahal aku sudah menyuruhmu untuk berhenti kerja ...--" "Ssttt ...." Belum selesai pemuda itu berucap, Catalina membungkam bibirnya dengan jari telunjuk. "Bukankah kita sudah sepakat, Sayang? Jika kita menikah, maka kau tidak boleh membatasi pekerjaanku, begitu juga dengan diriku." Pemuda itu mengangguk. Dan kemudian mengajak sang istri untuk keluar dari tempat tersebut, merengkuh pinggang ramping sang wanita, hingga menjadi tatapan para seisi ruangan. Siapa yang tak kenal dengan pengusaha kaya raya, bernama Mark dan istrinya yang cantik jelita alias Juliette. Yah! Mereka sudah menikah satu tahun yang lalu, Mark sang pemilik perusahaan M-Corp, tanpa sengaja bertemu dengan seorang gadis cantik pengusaha butik ternama di inti kota. Walaupun tak terlalu terkenal, setidaknya Juliette memiliki perusahaan sendiri. Ck, tak tahu saja jika butik itu hasil jarahan Juliette, lebih tepatnya Catalina Juliette. Mereka sampai di sebuah hotel tak jauh dari restauran tadi. Catalina sudah paham apa yang akan terjadi pada dirinya. Ck, lagi-lagi ia harus mempersiapkan miliknya untuk kembali dijamah seorang pria. 'Kau harus membayar mahal dengan semua yang sudah kau lakukan padaku, Mark.' Berkahir Catalina menghabiskan waktu bersama sang suami, bercinta tak kenal waktu. Hingga sore menjelang. Sampai-sampai Catalina tak melihat jika sedari tadi ponselnya bergetar. Selepas selesai bercintaa, Catalina meraih ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya. Tak lama setelah itu, ponselnya kembali berdering. Dengan cepat Catalina meraih ponselnya tersebut, berlari ke arah balkon untuk mengangkat panggilan. "Ada apa Kak Jackson?" "Di-dia kembali. Arrgghhh!!!" Terdengar suara teriakan dari dalam ponsel Catalina. "Kak! Siapa yang kau maksud?! Cepat katakan!" panik Catalina. "Ve-Vector Jade." Catalina berpikir sejenak, siapa Vector Jade? Sungguh, ia sama sekali tak mengingat nama itu. "Siapa, Vector Jade?!" DORR ... DORR ... Sial! Sudah Catalina pastikan jika Jackson tertembak. Beberapa detik kemudian ponselnya kembali berdering, sekarang dari nomor tak dikenal. Catalina sedikit ragu untuk menjawabnya, berlahan ia menempelkan benda pipih itu di telinga kirinya, menunggu sang penghubung berbicara. "Kita akan berjumpa lagi, jalangg kecilku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN