Catalina kembali memasuki ruang kamarnya, menidurkan tubuhnya pelan di samping tubuh sang suami, membelai wajah tampan di hadapannya. Yang terlihat begitu damai.
"Cepatlah beri aku kepercayaan, agar aku bisa mengakses semua kekayaanmu."
Catalina beralih memiringkan tubuhnya, memunggungi sang suami sembari fokus menatap jauh luar jendela kamar yang ia tempati.
'Kehidupan apa yang sekarang aku jalani?'
Terkadang Catalina juga lelah dengan apa yang ia jalani, hidup dalam bayang-bayang kelam. Menipu, membunuh, menjadi buronan di mana-mana. Semua hanya karena uang, tak lebih dari itu.
Catalina rela mengorbankan tubuhnya demi menjalankan misi. Semenjak pertama kali ia mencoba memberikan keperawanannya untuk ketua Mafia beberapa tahun yang lalu. Selepas itu dia jadi ketagihan melakukan dengan cara tersebut. Terkesan lebih efisien, bersyukur dia memiliki tubuh sexy dan wajah cantik.
Catalina begitu terkenal di kalangan para pebisnis. Mereka tak segan membayar gadis itu dengan bayaran mahal, jika sampai mereka berani melakukan kesepakatan dan tak sanggup membayar Catalina, maka nyawa mereka yang menjadi taruhannya. Entahlah, apa profesi gadis itu. Ia lebih senang disebut dengan sebutan gadis iblis.
.
Catalina tersenyum menatap layar laptopnya, jemari lincahnya begitu lihai mengetik papan keyboard di hadapannya. Hingga beberapa detik kemudian, ia mencabut flashdisk yang sedari tadi tertancap disisi laptop. Memandang penuh ambisi benda kecil di tangan kanannya.
"Akhirnya, semua menjadi milikku." gumamnya. Menyimpan benda itu ke dalam dress bagian dadanya. Kemudian menekan benda yang sedari tadi tertempel di telinga kanannya.
'Tunggu aku di tempat biasa.'
Catalina berseringai, menatap ke arah luar jendela ruang kantor pribadi sang suami. Kebetulan sang suami sedang pergi membelikan makanan untuk wanita cantik tersebut.
DOR!!
Terdengar suara tembakan menembus kaca ruangan Mark. Di mana tempat Catalina berada. Semua orang berteriak, berbondong-bondong masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Nyonya!!! Astaga! Apa yang terjadi!"
Semua pegawai berteriak panik, saat mendapati istri sang bos sudah terkapar dengan darah menggenang di lantai ruangan itu.
Mark selaku suami Catalina, berlari kesetanan menuju ke ruangan pribadinya. Menyingkirkan banyaknya orang berkerumun di mulut pintu.
"Minggir brengsekk!!" teriaknya frustasi. Seketika tubuh pria itu mematung saat melihat sosok sang istri tengah tergeletak tak berdaya dengan darah mengucur dari d**a wanita cantik itu.
"Juliette!!!" teriak Mark, bersimpuh meraih kepala sang istri. Memeluknya erat, berharap jika istri cantiknya ini membuka kedua matanya.
"Juliette! Apa yang terjadi padamu, Sayang? Jangan seperti ini!" teriak Mark, seolah sudah hilang akal.
Beberapa menit kemudian datang pihak medis. Membawa tubuh bersimbah darah Catalina ke dalam sebuah mobil ambulans. Mereka semua berpakaian serba tertutup. Mark hendak ikut masuk ke dalam mobil ambulans tersebut. Namun dengan cepat pihak medis melarangnya, dengan alasan keberadaan Mark hanya akan menggangu kinerja para pihak medis di dalam sana.
Mark terpaksa mengikuti perkataan mereka, ia kembali berlari menuju ke arah mobilnya, bermaksud untuk mengikuti arah ambulans yang membawa tubuh sang istri.
Tanpa menyadari adanya dua mobil medis yang tadi datang ke tempat tersebut. Satu mobil medis melaju kencang, dengan satu lagi melaju lambat. Mark mengikuti arah ambulans di hadapannya, dengan berderai air mata. Ia masih belum siap kehilangan istri cantiknya. Baru satu tahun mereka menjalin rumah tangga, bahkan baru merencanakan akan memiliki momongan. Namun Catalina justru mengalami musibah yang bahkan tak pernah terpikirkan di dalam benak Mark.
"Arrgggghhh!!!" teriak Mark, memukul kemudi mobilnya.
Belum sampai keterpurukan Mark reda, dia kembali dikejutkan dengan kejadian tragis di depan matanya.
Mobil ambulans yang membawa tubuh Catalina menabrak pembatas jalan dan jatuh masuk ke jurang. Berguling-guling beberapa kali, hingga akhirnya meledak di dalam jurang.
Mark tergugu, diam tanpa kata. Seakan nyawanya ikut melayang bersama tubuh sang istri di bawah sana. Dadanya terasa begitu sesak, ingin berteriak begitu sulit. Ini masih sangat aneh, katakan jika ini hanya mimpi buruk. Mark menatap kosong kepulan asap menjulang tinggi, tanpa ingin turun dari dalam mobil yang ia duduki.
.
'Telah terjadi kecelakaan tragis. Mobil ambulans yang membawa istri dari pengusaha kaya Mark-Corporation, menabrak pembatas jalan dan meledak di dalam jurang. Di prediksi, wanita malang itu meninggal di dalam mobil tersebut.'
KLICK!
Sosok pria tampan mematikan layar TV besarnya. Berseringai sembari menyesap segelas wine dari gelas mewahnya. Yah! Pria ini adalah Vector Jade.
"Gadis nakal." gumamnya. Meletakkan gelas yang ada di tangan kanannya ke atas meja. Melirik tajam ke arah anak buahnya.
"Bagaimana?"
"Saya sudah menemukan keberadaan gadis itu, Tuan."
Vector tersenyum evil menopang dagunya dengan kedua tangan. Rasanya sudah tak sabar ingin bertemu dengan gadis yang sudah tiga tahun ini ia cari. Yah! Vector tak mudah untuk mati begitu saja. Sepertinya Catalina terlalu meremehkan mangsa yang satu ini.
Ketahuilah ... pria iblis jelmaan malaikat maut seperti Vector tak akan mati hanya karena sebilah pisau kecil yang menembus dadanya. Jangankan pisau, puluhan peluru saja tak akan mematikan seorang pemimpin Mafia b***t seperti Vector. Tubuhnya sudah dilapisi dengan virus kekebalan yang diciptakan para profesor handal di markas besar miliknya.
"Atur jadwal pertemuanku dengan jalang kecilku!" perintahnya kemudian.
"Baik, Tuan!"
.
"Catalina!!! Bangunlah! Astaga! Kau ini manusia atau sapi?! Kenapa sulit sekali dibangunkan?!" Geram sosok gadis yang diketahui sebagai asisten pribadi Catalina. Semenjak Jackson tiada, semua urusan jatuh ke bawah tanggung jawab seorang gadis bernama Sora. Gadis ini merupakan putri dari pria yang bernama Jackson itu. Dia yang sekarang bertugas mengurus semua jadwal Catalina, yang membedakan sekarang Catalina harus menemui klien secara langsung. Berbeda saat masa Jackson terdahulu, dimana Jackson yang harus menemui klien dan Catalina tinggal bersaksi.
Ingin rasanya menyuruh Sora untuk menemui klien, tetapi mengingat otak gadis itu yang di bawah rata-rata. Berkahir Catalina sendiri yang harus turun tangan.
"Ada jadwal pertemuan pagi ini. Cepatlah bangun!! Kau tahu? Dia menawarkan harga tinggi untukmu!" seru Sora, menyeret kaki jenjang gadis yang masih asik bergelung di bawah selimut tebalnya.
"Ck, aku masih mengantuk!" teriak Catalina dengan suara parau nya.
Sora mendengus kesal. "Baiklah! Terserah kau saja, jika ingin kehilangan uang!"
Catalina dengan cepat bangun dari tidurnya, rambut acak-acakan, muka bantal. Berjalan menuruni ranjangnya, mengambil selembar permen karet dan memasukkan ke dalam mulutnya. Berganti baju, menyisir rambut, memakai polesan wajah dan sedikit pewarna bibir. Selanjutnya meraih jaket hitam yang selalu menjadi kebanggaannya.
Sora hanya mendengus frustasi, merutuki atasannya. Kenapa gadis ini tidak mandi terlebih dahulu, atau setidaknya mencuci wajahnya, mengikat gigi misal.
Membersihkan diri bagi Catalina terlalu ribet, jika ada yang cepat mengapa harus mempersulit kehidupan dengan menyibukkan diri membersihkan tubuh setiap pagi. Menjengkelkan sekali.
Catalina melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, memasuki mobil merahnya, membelah jalanan sepi. Karena ini masih terlalu pagi.
Mobil Catalina berhenti tepat di depan sebuah bar. Masuk ke dalam bangunan tersebut dan menunjukkannya sebuah kartu emas ke arah penjaga di sana. Kartu itu ia dapat dari seseorang yang datang mengirimkan paket padanya.
Catalina menelisik ruangan penuh suara bising tersebut, ada yang aneh karena di dalam sana ada pintu penghubung ke ruangan lain. Tak bodoh bagi Catalina untuk tidak mengenali tempat seperti itu.
"Ck, Mafia lagi."
Salah seorang pengawal mengajak Catalina masuk ke dalam ruangan gelap tersebut. Membawanya menghadap sosok pria yang terlihat tengah duduk begitu angkuh sembari menyesap sebatang cerutu.
"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi, Jalang kecilku." batin pria yang tak lain adalah Vector.
.
Vector tersenyum menatap sosok gadis di hadapannya. Yang hanya memandang datar ke arahnya tanpa ada ekspresi. Sekitar lima menit lamanya mereka saling bertatapan. Hingga salah satu dari mereka akhirnya mengambil suara.
"Lama tidak berjumpa, manis." Suara rendah itu terdengar mengisi ruangan sunyi di sana.
Catalina menukikkan sebelah alisnya, apa dia pernah bertemu dengan pria ini? Kapan dan di mana? Atau mungkin saja dia pernah menjadi kliennya terdahulu. Tak jarang bagi Catalina menemui klien yang sama, karena dulu pernah menyewa jasanya.
"Kau melupakanku?" tanya Vector lagi, karena tak ada jawaban dari sang gadis.
Catalina sedikit memiringkan kepalanya, menatap lamat sosok pria tampan di hadapannya, yang kini tengah duduk begitu angkuh, menyesap sebatang cerutu di bilah bibir sexy nya. Wajah pria itu tidak begitu asing di pandangan Catalina. Tapi-entahlah, Catalina tak ingin ambil pusing dengan memikirkan hal tidak penting, ia hanya menghedikan kedua bahunya acuh.
"Apa pekerjaanku?!" tanya Catalina, malas basa-basi.
Vector menyunggingkan senyum evilnya, ternyata begini rasanya berhadapan langsung dengan sosok gadis iblis yang dulu pernah ingin menghabisi nyawanya. Ck, menarik.
"Santae, Sayang ... kenapa terburu-buru sekali, hm?" Vector terkekeh sinis.
Catalina yang memang tidak suka bercanda merasa begitu muak, ia beranjak dari tempat duduknya, mencondongkan tubuhnya dan menggebrak meja. Menatap tajam wajah pria yang duduk bersebrangan dengannya.
"Jangan main-main denganku, Tuan. Aku tidak punya banyak waktu." desis Catalina, sungguh ia begitu geram dengan sikap pria di hadapannya yang menurutnya hanya bertele-tele.
Vector semakin tertarik dengan gadis di hadapannya yang menurutnya begitu menantang. "Duduklah, aku akan berbicara serius kali ini."
Catalina menghempaskan kasar tubuhnya di kursi yang tadi ia duduki.
"Sekarang katakan! Apa tugasku?!" Catalina menyilangkan kedua tangannya di depan d**a.
"Jadilah milikku."
Catalina menoleh cepat ke arah pria yang baru saja berkata hal ambigu kepadanya.
"Bisa jelaskan lebih detail?"
Vector mengangguk pelan sembari menghisap puntung rokok untuk yang terlahir kalinya. Kemudian mematikan ujung benda menyala itu di dalamnya asbak mewah di atas meja nya.
"Menjadi anak emas ku, pemuas nafsuku, dan jadi segalanya apapun yang aku mau."
Catalina menaikkan sebelah alisnya. "Termasuk bercinta, maksudmu?" tanya Catalina, sedikit merasa aneh dengan sikap klien yang satu ini.
Vector mengangguk mantap. "Tentu saja, kau milikku. Tubuhmu, semuanya yang ada di dirimu menjadi milikku."
Catalina terkekeh hambar, beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menuju ke arah pria yang masih terduduk di singgasananya. Menumpukan kedua lengan jenjangnya di pinggiran kursi yang di duduki Vector. Menatap lekat wajah pria yang kini hanya diam tanpa mengalihkan tatapan matanya pada wajah cantik yang kini hanya berjarak beberapa inci saja dari wajahnya.
"Maaf, Tuan ... aku tidak semurahan itu." Melumat singkat bibir sang pria. Kemudian menegakkan tubuhnya dan membalik badan hendak pergi.
Sebelum ...
"Apa mau mu?!"
Catalina menyunggingkan senyum evilnya, ini adalah pertanyaan yang sedari tadi ia nantikan. Berlahan gadis cantik itu membalikkan badannya, berjalan begitu santai dan mendudukkan b****g besarnya di atas pangkuan sang pria, tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Mengalungkan kedua lengannya di leher pria tersebut.
"Jadilah milikku, semua apapun yang kau miliki juga menjadi milikku."
Vector mengernyitkan keningnya, menimang permintaan gadis di pangkuannya.
"Aku milikmu dan kau milikku begitu?" tanya pria itu memastikan.
Catalina mengangguk, menatap wajah sang pria tanpa berkedip.
"Apa kau yakin? Jika kau tidak akan berkhianat padaku?" tanya Vector sekali lagi.
Catalina menggeleng kecil. "Tidak, jika kau memasukkan peraturan ini dalam list kontrak kita. Aku bukan penghianat jika kau tau."
"Baiklah, keinginanmu aku kabulkan. Tapi ... tidak untuk klan ..--"
"Stttt!!! Aku tidak tertarik dengan duniamu, Tuan ... aku hanya ingin hartamu, dan juga dirimu tentunya." Mencubit kecil hidung sang pria.
"Kau melakukan semua ini hanya karena uang?" tanya Vector, sedikit merasa tak percaya.
"Tentu saja, apalagi memangnya? Bukankah kebahagiaan di dunia ini tak lebih hanya karena uang? Apapun bisa aku beli jika aku memiliki banyak harta."
Vector hanya menggeleng sembari terkekeh. Berkahir dengan persetujuan kontrak di antara keduanya. Dan ditutup dengan sesi ciuman panas, berlanjut ke sesi percintaan di atas ranjang.
.
.
Catalina kini tengah berada di ruang santae nya bersama Sora. Menikmati ayam pedas yang baru saja gadis itu pesan sebagai cemilan malam. Hah! Bayangkan saja, apa makanan gadis itu, jika ayam goreng sebagai penutup makan malamnya.
"Bagaimana pertemuanmu dengan klien tadi?" tanya Sora, sembari menyuapi bayi besarnya, Catalina bagaikan adik bagi Sora. Meski gadis itu memiliki jiwa iblis, akan tetapi di mata Sora, dia tetaplah anak gadis manja yang masih berumur 20 tahun.
"Eum." Hanya anggukan dan gumaman yang Catalina sahut kan. Mulutnya penuh dengan ayam pedas kesukaannya.
"Kau menyetujui kerja sama dengan Mafia itu?" tanya Sora lagi.
"Hn." Lagi-lagi Catalina hanya bergumam. Astaga! Gadis ini terlalu irit bicara.
Sora menghentikan suapannya, menatap intens gadis di hadapannya yang fokus menonton acara TV. Dia terlihat begitu polos, untuk dikatakan sebagai iblis. Namun, itu kenyataannya.
"Apa imbalannya besar?" lanjut Sora.
"Sangat besar." sahut Catalina, tersenyum lebar ke arah Sora.
"Berapa?"
"Tidak akan habis untuk kehidupan kita di masa depan."
"Wooaahhh!! Kau hebat, Cat!" Memeluk erat tubuh Hanami. "Terima kasih, tanpa mu aku tidak bisa hidup mewah." haru Sora. Membuat Catalina merolling bola matanya malas.
"Sshh, lepaskan. Aku mau ke kamar mandi." ujar Catalina, beranjak dari tempat duduknya sedikit meringis. Berjalan menuju ke kamar mandi dengan susah payah. Setelahnya kembali ke tempat duduknya tadi.
"Sebenarnya apa mu yang sakit?" heran Sora. Maklumi saja otak Sora terlalu polos.
"A-apa yang kau lakukan, hah?!" syok Sora. Biarpun sama-sama seorang wanita, tetap saja ia merasa ambigu. Namun tidak untuk Catalina, yang memang mungkin urat malunya sudah putus.
"Sebenarnya apa arti kehidupanku ini?"
Sembari membayangkan wajah pria yang baru saja bersepakat kontrak dengannya. Kemudian ia menegakkan tubuhnya.
"Ra! Bisa kau ambilkan laptopku?"