Mata Nindya berkilat-kilat menatap wajah Tirta yang menggeram. Wajar Tirta merindukan Nindya, sejak pulang dari Yogya, dia sangat sibuk dan pernah bahkan menginap di kantor saking sibuknya. Dia harus menangani dua urusan besar sekaligus, proyek-proyek di perusahaannya dan pernikahan mantan istri. Nindya yang memahami cara menghadapi Tirta, berusaha bersikap tenang, meskipun Tirta sudah sangat dekat dengan tubuhnya, dengan kedua tangan yang menyangga tepian wastafel, sampai Nindya terdesak. “Mas, jangan. Ini nggak baik. Aku punya anak-anak, kamu juga.” Kepala Nindya bergerak tidak tentu arah saat wajah Tirta menyerbu leher jenjangnya dan mencium dan menjilatnya dengan buas. Dia juga berusaha mendorong d**a Tirta, tapi tidak kuasa karena tubuh Tirta yang besar menindihnya. Tirta menggera