Jantung Tirta berdetak keras mendengar ucapan Citra, dia tidak pernah merasa gugup saat bertemu seseorang seperti yang dia rasakan sekarang ini, karena hampir seumur hidupnya dia berada di atas kekuasaan. Nindya sudah sanggup menolak Tirta, membuat Tirta malu dan juga kecewa, tapi di saat yang sama, Tirta merindukannya. Nindya memelankan langkahnya saat hampir tiba di rumahnya, melihat tumbuh tinggi Tirta berdiri dari duduknya, menyambut kepulangannya. Wajah Nindya berubah murung, bingung harus bagaimana. “Besok di rumah bu Husna, Nindya,” ujar teman Nindya mengingatkan, menyinggung tentang pekerjaan. Nindya mengangguk dan melempar senyum ke arah temannya, dan melangkah masuk ke teras rumah. “Mas?” sapa Nindya tanpa sedikitpun tersenyum. Dia mengangguk sedikit. “Hai, Nin,” balas Tirta