Kenanga yang mengalami hipotermia parah, mulai tak sadarkan diri, dan mengalami halusinasi. Adi yang ada bersamanya berniat menghangatkan tubuh gadis itu. Adi melepas jaketnya sendiri, untuk ia selimutkan pada tubuh Kenanga yang menggigil hebat. Adi juga memeluk gadis malang itu untuk menambah usaha menghangatkan suhu tubuh Kenanga.
Adi sesekali menatap ke arah puncak. Berharap teman - temannya akan segera kembali. Ia juga berharap ada pendaki lain yang melintas, sehingga ia bisa meminta tolong.
Sementara Kenanga, ia merasa bahwa dirinya saat ini sudah berada di rumahnya. Ia merasa bahwa ada orang tuanya dan juga adik - adiknya yang menemaninya.
Hipotermia yang dialami oleh Kenanga menjadi semakin buruk. Ia berada dalam fase terakhir dalam keakutan kondisi hipotermia.
Suhu tubuh yang terus menurun, memaksa tubuh untuk menciptakan panas. Oleh karenanya, jantung memicu aliran darah dengan sangat cepat. Mengakibatkan tubuh merasakan kepanasan yang tiada terkira.
"Panas ... panas ...." Kenanga mulai mengeluhkan apa yang ia rasakan.
Adi yang tak mengerti, semakin mengeratkan pelukannya. Namun Kenanga meronta - ronta, saking panas suhu yang ia rasakan. Kenanga mengerahkan seluruh tenaganya, hingga membuat Adi jatuh tersungkur.
Begitu Kenanga terbebas dari pelukan Adi, gadis itu segera menghempaskan jaket Adi yang menyelimuti tubuhnya. Juga melepaskan jaketnya sendiri.
Namun Kenanga masih juga merasa panas. Otaknya tak lagi dapat berpikir dengan logis. Supaya tidak lagi merasakan panas yang menyiksa itu, Kenanga segera melepaskan semua pakaian yang melekat pada tubuhnya.
Benar - benar semuanya, hingga tak tersisa satu helai benang pun yang menutup tubuhnya.
Kejadian itu terjadi begitu saja, hingga Adi tak sempat menghentikan kelakuan Kenanga itu.
Adi berusaha memejamkan matanya, tak ingin melihat kondisi Kenanga yang menurutnya begitu menyedihkan itu.
"Kenanga ... apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu buka baju kamu seperti itu? Ayo gunakan lagi pakaian kamu. Atau kamu akan semakin kedinginan!"
Adi masih berusaha mengingatkan Kenanga. Sembari terus berusaha menutup matanya.
"Panas ... panas ...." Kenanga masih mengeluh kepanasan meski ia sudah melucuti seluruh pakaiannya.
Kenanga lalu berlari - lari ke sana ke mari. Semakin membuat Adi bingung dengan apa yang dialami oleh Kenanga.
Sejauh ia mendaki gunung, Baru satu kali ini ia menemui seorang pendaki dengan kondisi seperti Kenanga ini.
Biasanya jika hipotermia, seseorang hanya akan merasa kedinginan parah.
Tapi ... kenapa Kenanga jadi merasa kepanasan seperti ini? Adi benar - benar tidak mengerti.
Adi tidak tahu, jika yang Kenanga alami itu adalah fase terakhir dari hipotermia. Yang menandakan, bahwa Kenanga sudah sangat dekat dengan ajalnya. Dengan kata lain, Kenanga sudah tidak bisa tertolong lagi.
Dam benar saja, tak lama setelah itu, Kenanga ambruk. Tubuhnya jatuh dengan begitu keras, menghantam tanah hingga membuat tubuhnya kotor di sana sini.
Adi sempat mengira bahwa Kenanga tadi kesurupan. Dan Kenanga sekarang ambruk, karena makhluk halus yang merasukinya telah pergi.
Adi berlari mendekati Kenanga. Ia berlutut di sebelah tubuh gadis itu.
"Kenanga ... Kenanga ...." Adi berusaha menyadarkan Kenanga. "Kenanga ... ayo bangun ... Kenanga ... kamu denger aku, kan?"
Tak ada respons apa pun dari Kenanga. Gadis itu tetap tak sadarkan diri. Kedua matanya tetap terpejam dengan begitu erat.
Merasa takut, Adi pun akhirnya panik.
"Tolong ... tolong ...." Adi berteriak mencari pertolongan. Tapi tak ada satu orang pun yang mendengarkannya.
"Tolong ... tolong ...." Adi terus berusaha meminta tolong.
Adi berlari ke sana ke mari. Ia sempat pula berlari ke arah puncak, bermaksud untuk menyusul teman - temannya. Tapi tak berapa lama kemudian, ia kembali.
Mana mungkin ia meninggalkan Kenanga sendirian di sana masih dengan tubuh yang telanjang bulat seperti Itu? Adi tentu saja harus segera kembali. Ya, ia berlari kembali secepat yang ia bisa. Ia mengambil jaketnya yang tadi dibuang oleh Kenanga. Juga jaket gadis itu sendiri.
Adi akan menggunakan dua jaket itu untuk menutupi tubuh Kenanga. Perlahan Adi mendekati Kenanga, dan hendak menyelimutkan jaketnya.
Namun Adi tak sengaja menyentuh kaki Kenanga. Hanya sentuhan kecil, namun hawa dingin dari kulit Kenanga begitu terasa.
Adi pun mulai ketakutan. K - kenapa ... kenapa tubuh Kenanga terasa begitu dingin?
J - jangan - jangan ....
Adi bahkan tidak mau mempercayai pikirannya sendiri. Tapi ... Adi memang harus memastikannya terlebih dahulu.
Adi meletakkan jari telunjuknya di depan lubang hidung Kenanga. Tubuh Adi serasa membeku, kala tahu jika Kenanga ternyata memang sudah tidak bernapas lagi.
Kenanga ... telah meninggal dunia.
Adi pun langsung diselimuti oleh rasa takut. Ia takut dituduh telah melenyapkan nyawa Kenanga. Karena ia adalah orang terakhir yang bersama Kenanga.
Meski Adi nyatanya tidak melakukan apa - apa, tapi tetap saja ia dihantui ketakutan yang begitu besar.
Apa lagi kematian Kenanga benar - benar tidak wajar menurutnya. Dan Kenanga ... telah mati begitu saja tepat di depan matanya.
Adi berpikir untuk menghilangkan barang bukti. Tapi bagaimana caranya?
Adi melihat ke arah puncak lagi. Belum ada tanda - tanda bahwa teman - temannya akan turun.
Adi gantian menatap ke arah bawah. Tidak ada tanda - tanda ada pendaki lain yang naik.
Adi pun berniat untuk membuang mayat Kenanga. Ia menggendong tubuh Kenanga. Ia juga bingung harus bagaimana, bingung harus membawa mayat itu ke mana.
Ditambah kondisi tubuh Kenanga yang telanjang. Membuat Adi merasa semakin gila.
Tubuh Kenanga terlihat begitu indah. Tubuhnya begitu ramping dan mulus. Birahi Adi pun meronta - ronta.
Adi berusaha menyadarkan dirinya sendiri bahwa ini salah. Ia harus ingat, bahwa seseorang yang ia bopong ini sudah menjadi mayat.
Namun nyatanya Adi memang sudah dikuasai hawa nafsu. Adi tidak tahan lagi menahan hasratnya.
Adi pun kembali membaringkan tubuh Kenanga di sembarang tempat. Dan Adi langsung melakukan eksekusi, dengan melakukan perbuatan biasa pada tubuh Kenanga.
Selesai melampiaskan nafsu birahinya, Adi langsung mengangkat tubuh Kenanga kembali. Sebenarnya ia belum terlalu puas. Tapi ia dikejar okeh waktu.
Selama membopong kembali tubuh Kenanga, Adi kembali dihantam rasa bersalah. Ia mulai merutuki kebodohan dan kelakuan bejatnya sendiri.
Astaga ... Apa yang sudah ia lakukan? Bodoh ... benar - benar bodoh!
Adi tak tahu lagi harus bagaimana. Ia berjalan terus, dan berjalan terus. Hingga ia kini berada di tebing, berdiri pada bibir jurang yang begitu dalam.
Adi menengadah ke langit. "Tuhan ... maafkan hamba - Mu yang bodoh ini. Tapi hamba mengerti jika kau tidak mau memaafkan Hamba."
Dengan menahan tangis, Adi melepaskan tubuh Kenanga begitu saja dari tangannya.
Adi tidak berani melihat ke bawah. Ia terus menengadah ke atas, dengan diselimuti rasa bersalah dan penyesalan tak Terperi.
Tubuh Kenanga, gadis muda nan polos itu terjatuh ke bawah, mengikuti gaya gravitasi yang menariknya. Terbentur pada kerasnya batu, tersangkut ranting - ranting pohon, terbentur kembali, tersangkut kembali, hingga ia akhirnya sampai ke dasar -- tanah -- dalam kondisi tubuh yang remuk redam, patah di sana - sini, terluka di sana - sini.
Selain melepaskan tubuh Kenanga, Adi juga melepaskan pakaian dan juga jaket gadis itu. Begitu juga isi tas dan isinya. Adi tidak mau menyisakan apa pun.
Bahkan jaketnya sendiri yang tadi sempat menyelimuti Kenanga juga ia buang sekalian.
Adi kemudian melenggang pergi dari sana, kembali ke tempat di mana ia dan Kenanga menunggu teman - teman mereka sebelumnya.
***