Karena ruang latihan theater tadinya merupakan gudang penyimpanan barang. Bangunan ruangan itu terpisah dengan gedung utama kantor sehingga Xena dan Zenon harus melewati koridor tanpa atap untuk sampai ke ruang latihan tersebut.
Tepat seperti yang Agatha katakan, tidak ada lagi orang yang berani mendekati ruangan itu karena takut bertemu dengan hantu. Zenon membuka payungnya di antara dirinya dan Xena untuk menghalangi sinar matahari yang begitu terik.
Bulan ini London tengah di hadapi oleh musim panas yang mengerikkan. Bahkan berita di televisi mengumumkan bahwa suhu di kota London hampir menginjak angka 30°C. Dibandingkan dengan Xena, Zenon terlihat tidak begitu tahan dengan cuaca panas. Dia melepaskan mantelnya dan membuka dua kancing atas kemejanya.
Permukaan kulit Zenon yang seputih mutiara terlihat merah saat berada di bawah terik matahari. Xena mendorong payung agar Zenon mendapatkan bagian yang lebih banyak. “Aku tidak kepanasan, tidak perlu membaginya denganku.”
Zenon terkejut, kemudian tertawa dan berkata, “Tidak apa – apa. Jalannya agak jauh, tidak baik terpapar sinar matahari begitu lama.” Xena tidak membantah, apabila pria itu memang tidak masalah maka dia juga tidak ingin menolak kebaikannya. “Sepertinya Master Dominic tidak menyukai musim panas.”
Zenon sedikit menaikkan kepalanya, menatap hamparan langit biru yang menyilaukan. “Ya, aku tinggal di wilayah pegunungan sehingga matahari merupakan hal yang jarang kujumpai.”
Xena mengangguk, tidak lagi bertanya karena mereka sudah sampai di depan ruang latihan. Pintu ruangan itu terbuat dari kaca bening sehingga mereka mampu melihat bagian dalam ruang latihan.
Terdapat tumpukan naskah yang menggunung pada sudut ruangan, ada juga beberapa kertas yang berhamburan di atas permukaan lantai. Sebuah kaca berukuran besar di tempatkan pada dinding yang biasa digunakan untuk melihat ekpresi para aktor saat latihan.
Secara keseluruhan, Xena tidak mendapati adanya hal yang aneh dari ruangan itu. Mungkin memang Agatha terlalu melebih – lebihkan rumor yang beredar. Dia baru saja ingin membuka pintu, tapi tangannya di tahan oleh Zenon. “Tunggu, jangan dibuka sekarang.”
“Kenapa?”
Zenon mengeluarkan secarik kertas jimat kemudian menggigit jarinya hingga mengeluarkan darah. Dia lantas menuliskan tulisan aneh yang tak beraturan, sangat berbeda dengan tulisan milik Xie Jia yang rapih.
“Itu huruf apa?” tanya Xena penasaran.
Zenon menjawab santai. “Oh ini huruf rune kuno. Biasanya digunakan untuk menuliskan mantra di atas jimat.”
“Master Xie juga menuliskan huruf rune?”
“Ya, semua shaman memakai huruf rune di jimatnya. Ada apa?”
Di mana letak kesamaannya? Huruf yang di tulis oleh Zenon bahkan lebih terlihat seperti cakar ayam alih – alih garis beraturan seperti milik Xie Jia.
Jimat dengan tulisan seburuk ini … Apakah bisa bekerja dengan baik?!
“Jimat yang sedang Master Dominic buat ini untuk apa?”
Zenon menempelkan kertas jimat pada permukaan pintu kemudian berkata. “Ketika melakukan pengusiran hantu, terkadang hantu akan murka dan mengeluarkan energi Yin yang sangat besar. Akan bahaya apabila manusia biasa terpapar oleh ledakan Energi Yin dari hantu, mereka bisa mendapatkan kesialan. Karena itu, aku harus menempelkan jimat pengunci roh supaya tidak ada sedikitpun Energi Yin yang bocor dari ruangan.”
“Seberapa besar kesialan yang bisa manusia dapatkan akibat terpapar oleh Energi Yin?”
Zenon, “Kematian.”
Xena membelalakan kedua matanya. “Kematian? Artinya jika aku terpapar oleh ledakan Energi Yin dari hantu di dalam ruangan ini, aku bisa mati?”
Dia sudah pernah mengalami kecelakaan satu kali dan tidak mau lagi mendapatkan kesialan seperti itu.
Zenon tersenyum dan menggelengkan kepala. “Jangan khawatir, hantu di ruangan ini hanyalah hantu tingkat dua, tidak akan mampu melimpahkan kematian untuk manusia. Lagipula, selama kamu berada di dekatku, kamu pasti akan aman.”
Xena mengerutkan keningnya. “Tingkatan? Hantu memiliki tingkatan?”
“Nona Archer, tampaknya kamu adalah orang yang sangat aktif bertanya.” Zenon tertawa, “Nanti akan aku jelaskan setelah menangani hantu ini.”
Xena akhirnya menutup mulut, baru sadar bila sedari tadi terus mengajukan pertanyaan beruntun kepada Zenon dan membuang waktunya.
Setelah memastikan jimatnya terpasang dengan sempurna, Zenon membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam ruangan. Xena awalnya ragu untuk ikut masuk, tetapi langsung masuk saat mengingat akan ada banyak hantu yang mengincarnya apabila dia terpisah dengan Zenon.
Begitu Xena melangkahkan kakinya masuk, dia mampu merasakan adanya tekanan udara yang membuat Xena tidak mampu bernapas dengan leluasa.
Berbeda dengan Xena, Zenon terus mengitari ruangan seraya mengetukkan payungnya ke berbagai benda. “Keluarlah, kenapa harus susah payah bersembunyi. Keluar sekarang atau pun nanti juga kamu akan kuusir.”
Zenon mengedarkan pandangannya ke segala arah seraya mencari jejak – jejak spiritual yang tersisa di ruangan. Gumpalan asap berwarna hitan tersebar di seluruh ruangan, pertanda bahwa di ruangan itu memang terdapat hantu.
Tapi, mengapa tidak ada?
Xena merasa punggungnya terasa berat sampai dia membungkuk sedikit. Sejak memasuki ruangan, entah mengapa tubuh Xena merasa kepanasan seolah ada api yang berkobar di sebelahnya.
Karena tidak kuat untuk menahan udara yang panas dan menyesakkan, Xena akhirnya berlutut di atas lantai seraya melihat ke arah Zenon yang kini juga menatapnya.
“Kenapa hantu itu tidak muncul?” Tanya Xena. Dia sudah tidak betah di ruangan ini sehingga ingin Zenon cepat – cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Zenon tidak lekas menjawab, dia malah mengarahkan pandangannya ke belakang punggung Xena dan membuat Xena jadi penasaran. “Nona Archer, pernahkah kamu pingsan karena melihat hantu?”
Xena mengerutkan keningnya. “Belum pernah. Memangnya kenapa?”
“Seberapa seram hantu yang pernah kamu lihat?”
Xena berpikir sejenak. “Bagiku semua hantu seram. Tapi, menurutku hantu wanita paling menyeramkan karena mereka pasti akan menatapku dengan tajam seraya tersenyum mengerikan.”
Kebanyakan hantu yang ia lihat juga adalah wanita sehingga tak ayal Xena menganggap mereka menyeramkan. Apalagi hantu wanita cenderung lebih agresif dibandingkan dengan hantu lainnya.
Zenon mengangguk paham kemudian tersenyum. “Kalau begitu jangan menengok ke belakang.”
Xena tertegun, merasa ada yang salah dengan perkataan Zenon. Punggungnya terasa semakin berat dan sekarang Xena merasa sakit kepala.
Seketika Xena merinding. “Hantu itu ada di belakangku, bukan?”
“Mhm. Tampaknya dia menyukaimu.”
Sialan! Siapa juga yang ingin disukai oleh hantu?!
• • • • •
To Be Continued
9 Agustus 2021