Sesuai dengan keputusan Kelly, Eden mengikuti rencananya untuk pergi ke kolam teratai melepas batu jiwa. Robert berusaha mencegah kepergian mereka dengan berbagai cara, tapi semua usahanya nihil.
Setelah kejadian malam di mana Robert mengakui perasaannya. Pria itu berusaha bersikap biasa, tapi Kelly malah menghindarinya. Alhasil ia hanya memohon pada Eden untuk mengurungkan niat kepergian mereka.
“Bicaralah pada Kelly, kalian jangan pergi sekarang.” Robert memelas di depan Eden dengan wajah sendu.
“Pernyataan cintamu gagal. Dan kau sekarang meminta bantuan ku.” Eden mengangkat alisnya, tak lupa gaya angkuh luar biasa yang dimiliki.
“Kita berteman sudah lama, Louis.” Terlihat jelas harapan di manik hitam itu. Eden menghela nafas dengan panjang.
“Namaku Eden, bukan Louis, Rob.” Ia berjalan keluar ruangan. “Semua keputusan ada di tangan Kelly. Terima saja kalau kau di campakkan.”
Oke, kata-kata Eden membuat Robert ingin membunuh pria itu detik ini jiga. Akan tetapi, ia hanya menekan hatinya untuk bersikap sabar. Kelly yang menguping pembicaraan mereka hanya memijat kepalanya yang berdenyut nyeri.
Ayolah, itu pengakuan mendadak yang di terimanya. Bukan maksud gadis itu menolak, tapi karena ia bingung dan tak tahu harus menanggapi perasaan Robert bagaimana. Sejujurnya, Kelly juga mencintai Robert, sedari dulu malah. Hanya saja ia terlalu malu untuk jujur dengan perasaannya sendiri.
“Aku tak dicampakkan,” geram Robert tertahan. Eden menoleh, “Oke, kau tak di campakkan, tapi di gantung.”
Kelly tak tahan mendengar perdebatan mereka, dan memutuskan angkat bicara. “Siapa yang mencampakkan dan menggantung dirimu, Rob. Aku hanya bingung menanggapi perasaanmu.” Gadis itu berjalan menuju ke arah mereka berdua.
Robert tersentak kaget, menoleh seketika dan merasa malu atas semua perkataan yang terlontar dari mulutnya.
“Aku juga mencintaimu, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bermesraan denganmu.” Jika Kelly tak jujur, pasti Robert akan selalu memikirkan jawaban itu.
Mata Robert langsung berbinar cerah, diiringi dengan bunga-bunga bermekaran di seluruh wajahnya. Bibirnya yang mengerucut beralih menjadi melebar, senyum dengan sejuta pesona yang dimiliki. Hatinya senang kala Kelly juga mencintainya. Perasaan bahagia itu sampai membuat darah dan jantungnya menggila hebat.
“K-kau juga mencintaiku!” seru Robert tak percaya. Kelly membuang muka ke arah lain, tak mau memandang Robert karena malu. Tak ingin menunda waktu, pria tersebut langsung berlari memeluk gadisnya. “Aku sangat senang.”
Terlihat jelas kegembiraan mereka, di tambah dengan keromantisan yang tiada tara. Eden hanya berdecih karena merasa sebagai obat nyamuk alias pengganggu. Kelly pun melepas pelukan itu.
“Nah..., aku harus pergi sekarang, Rob,” katanya dengan lembut. Robert menggeleng-memeluk Kelly sekali lagi. Baru saja ia merasakan bahagia, dan sekarang mereka harus berpisah.
“Apakah bisa aku ikut denganmu?” tanya pria itu dengan manja, dan langsung dijawab gelengan oleh Kelly.
“Aku harus membantu Eden untuk kembali menjadi manusia. Itu misi yang diberikan oleh ayahku.” Kelly menyentuh kedua tangan Robert. “Setelah misi ini berakhir, aku akan kembali dengan cepat.”
Perpisahan untuk kebahagian adalah hal yang sulit bagi Robert, akan tetapi, ia juga tak bisa menolak permintaan Kelly. Di samping itu, Eden harus kembali menjadi manusia. “Aku berangkat sekarang.”
Gadis itu berjalan menuju ke arah Eden, lalu memegang tangannya. “Jaga dirimu baik-baik, Rob.” Ia melambaikan tangan, tapi tidak dengan Eden yang menatapnya sengit sampai kedua tubuh itu benar-benar menghilang dan sampailah di kolam teratai.
Kabut putih tebal menyelimuti kolam itu sehingga jarak pandang mereka terbatas. Kelly menatap ke air kolam dengan dahi mengerut. “Ada apa?’ tanya Eden.
“Kita ke sisi kanan kolam, tepat dibawah pohon beringin.” Kelly berjalan duluan, diikuti oleh Eden di belakangnya. Pohon beringin yang sangat besar itu bergoyang-goyang tanpa sebab, padahal udara di sekitar sangat tenang.
“Ada yang tak beres.” Eden merasa pergerakan mereka di awasi oleh seseorang. Tiba-tiba, turunlah ular besar dari atas pohon berikut.
“Kenapa kalian kemari?” Dia berubah wujud menjadi seorang wanita cantik dengan gaun berwarna merah darah yang membuat Eden jijik melihatnya.
“Siluman ular.” Kelly memasang kuda-kuda, dan mekode Eden untuk bersembunyi di belakang punggungnya.
“Pergilah..., kalian tak di sambut.” Dia memainkan jarinya dengan lembut, melirik ke arah Eden yang sedang menatap kepadanya. “Tapi, tinggalkan dia yang ada di belakangmu.” Aura merah keluar dengan mata berwarna kuning emas.
“Tidak!” tolak Kelly dengan cepat. Eden maju untuk menghadapi wanita itu. ia tak mau di cap sebagai makhluk lemas, meskipun kenyataannya seperti itu.
“Jika aku tinggal, apa yang ingin kau lakukan kepadaku?”
“Eden!” panggil Kelly dengan sangat keras. Eden menggelengkan kepalanya agar gadis itu tenang.
Tawa wanita itu pecah seketika. Dengan cepat, dia menghampiri Eden. Mereka pun berhadapan satu sama lain. Tak lupa tangan lancangnya menyentuh dagu pria itu dengan lembut. “Kau akan menjadi mangsaku.” Lidahnya menjulur keluar, persis seperti ular.
“Aku tak sudi!” Eden mendorong keras wanita itu hingga mundur beberapa langkah ke belakang.
“Maka, matilah...!” Wanita itu terbang hendak mencekik Eden. Kelly melayangkan cambuknya dengan cepat hingga tangan itu tertangkap mudah, lalu terhempas menatap pohon beringin besar sampai batuk darah.
“Sial!” teriak wanita itu menggema di udara. Kelly langsung mendorong tubuh Eden agar masuk ke kolam teratai. “Pusatkan pikiranmu, dan keluarkan batu jiwa itu, Eden.”
Sang siluman ular langsung bangkit untuk melanjutkan pertempurannya dnegan Kelly. Bunyi ledakan dan juga hantaman terdengar keras. Eden yang masuk ke dalam kolam mencoba memusatkan pemikirannya agar batu jiwa yang ada di dalam tubuhnya keluar dengan mudah, tapi ia tak merasakan pergerakan apapun.
“Eden! Cepatlah!” teriak Kelly dengan wajah penuh luka goresan. Eden masih berusaha mengeluarkan batu jiwa yang sudah mulai bergerak melewati kerongkongannya. Cahaya putih pun perlahan keluar dari mulut. Batu itu berhasil keluar dengan mudah, naik permukaan dengan cepat.
Ketika batu itu melayang di udara, cahaya putih bersinar dengan terang. Sang siluman ular merasa terpesona oleh kecantikan batu itu, dan hendak melahab nya. Tanpa pikir panjang, dia terbang menuju ke batu jiwa mulik Eden.
Namun sayangnya, saat mendekati benda tersebut, tubuhnya melebur dengan cepat diiringi dnegan teriakan nyaring. Kelly syok melihat kejadian itu. sedangkan Eden mulai berenang ke tepi kolam agar bisa menghirup udara dengan bebas.
“Huh, akhirnya benda itu keluar juga dari tubuhku.” Eden tak menyadari, bahwa batu jiwa miliknya kian membesar seperti menyedot kekuatan alam. Kelly merasa ada yang janggal dan langsung berteriak keras.
“Masukkan kembali batu mu, Eden!” Sumpah, ia tak mengerti dengan situasi yang di hadapi sekarang. Petunjuk sang ayah yang sangat minim membuatnya memiliki jalan buntu.
“Kau gila! Aku bersusah payah mengeluarkannya. Dan kau ingin aku memasukkan kembali batu itu!” Eden kesal dengan perubahan pikiran Kelly dengan mendadak.
“Cepat!Masukkan kembali.” Kelly berjalan tertatih berusaha mendekati ke arah Eden yang masih tertunduk lemas tak bertenaga. Sementara batu itu terus membesar dan berubah warna menjadi merah.
“Sial! Ikuti perintahku, Eden. Buka mulutmu!” Kelly memaksa Eden untuk membuka mulutnya.
“Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!” teriak Eden sambil meronta. Kelly terus saja membuka mulut Eden, tapi pria itu bersikeras menutup mulutnya kembali.
“Maafkan aku, aku tak punya pilihan lain.” Kelly memukul leher Eden dengan keras hingga pingsan seketika. Gadis itu langsung membuka mulut Eden, dan kemudian batui itu masuk kembali ke tubuhnya.
Kelly terlihat sangat lega ketika masalah itu sudah terselesaikan. Jika saja batu itu terus menyerap energi alam, ia tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.
Batu yang mulai turun ke bawa perut itu pun berubah menjadi putih kembali karena kekuatan alam yang diserap perlahan memudar dan masuk ke dalam darah dan tulang milik Eden. Kelly tak menyadari hal itu, dan tiba-tiba mata pria tersebut terbuka dengan lebar mengeluarkan cahaya biru. “Eden!” panggilnya dengan cemas.
Eden tak menjawab dan terus melotot tajam diiringi cahaya biru yang keluar dari matanya. Kelly sangat bingung tak punya pilihan lain selain mengambil batu yang ada di dalam sakunya. “Kau harus menolong Eden kembali.”
Batu itu di taruh di d**a Eden. Cahaya putih bersinar sedikit terang, dan terlihat batu tersebut mulai berubah warna. Mata Eden yang semula terbuka lebar langsung tertutup kembali dengan sempurna.
Kelly segera mengambil batu itu, dan menyembunyikannya. Takut kalau ada siluman lian yang melihat. Ia pun bangkit-menyeret tubuh Eden menjauh dari kolam teratai. “Sial! Makan apa dia? Kenapa berat sekali?”
Gadis itu terus menyeret tubuh Eden, dan tak menyadari ada dua mata merah menyala yang terus saja mengawasinya.
Bersambung