Siluman ikan terus saja mendekati leher Eden yang putih, bersih, dan mulus. Saat taring itu mulai menancap di lehernya, rasa panas, terbakar dengan aliran darah yang begitu deras membuat tubuh tak mampu menopang berat badannya.
Eden tak kuasa, menahan rasa sakit terbakar itu. Sensasi aneh ketika darahnya sedikit mulai sedikit beralih ke siluman ikan membawa keanehan dalam tubuhnya. Untuk mengontrol ledakan tubuh yang hendak meluap, Eden mencoba mengendalikan perubahan wujudnya. Sesekali, ia mengeram tertahan dengan tangan mengepal kuat sampai darahnya menetes di telapak putih itu.
James yang melihat itu langsung menyergap siluman ikan, tapi maaf ternyata sebelum melakukan penghisapan darah, dia sudah memasang pelindung transparan untuk berjaga-jaga. Pria itu tak menyerah, dan kali ini ia mengeluarkan rantai miliknya untuk menembus pelindung itu.
“Kenapa susah sekali?” teriaknya terengah-engah. James menyesal membiarkan Eden di hisap darahnya oleh siluman ikan. Tak sampai disitu, ia masih berusaha keras meretakkan pelindung tersebut, gesekan dari rantai berwarna putih terus terjadi sampai tenaganya yang terkuras pun pelindung itu masih utuh.
Sementara Eden yang di hisap darahnya mencoba melepaskan diri karena rasa sakit yang di dera sudah mencapai titiknya. Ia bahkan meraung kesakitan, melebarkan matanya sempurna. sampai akhirnya mata biru safir itu bercahaya terang. Rambutnya yang semula hitam mendadak berubah menjadi putih.
Cahaya itu terus saja keluar hingga menyilaukan mata James. Pria itu sontak mundur kebelakang beberapa langkah, “Apa yang terjadi? Eden!” panggilnya dengan khawatir. Tangan miliknya terus melindungi mata karena cahaya yang bersinar terang itu.
Eden yang masih dalam kondisi kesakitan, jiwanya berada di ruangan hampa putih kosong. Ketika mata itu terbuka, ia langsung bangkit. Ada sosok pria berekor rubah yang membelakanginya. Rambut putih panjang dia terus berkibar. Kesembilan ekor yang bergerak-gerak terlihat sangat cantik.
Eden tahu, bahwa aura dari siluman itu berbeda dengan siluman lainnya. Dia lebih bermartabat dengan segala tubuhnya yang mendominasi. Karena penasaran, Eden mulai buka suara. “Siapa kau?”
Masih tetap diam, pria itu menaruh kedua tangan di belakang tubuhnya. Eden kesal setengah mati, karena ini bukan waktu yang tepat untuk membuang waktu, tidak mungkin kan ia berada di ambang kematian. Oh sial! Andai saja ia tak menyetujui rencana konsol siluman ikan itu pasti ini semua tak akan terjadi.
“Aku tanya, siapa kau?” sentak Eden dengan kesal.
Pria itu langsung menoleh, Eden diam membeku, mengamati semua yang ada pada dia. Tak dapat di pungkiri, bahwa ia mengenal pria yang berhadapan dengannya. Dia adalah Eden, pemilik dari tubuh yang ditempati. ‘
Wajah tampan sempurna dengan segala hal baik yang dimiliki. Rahang tegas, hidung mancung, alis tebal, bibir merah seperti buah Cherry. Ada lagi yang tampak indah, bola mata dengan warna biru safir.
Tubuh Eden perlahan mulai berubah menjadi Louis. Kedua tangannya di angkat untuk meraba wajahnya. Eden mendekati Louis dengan cepat, pantulan wajahnya terlihat jelas di mata biru safir itu.
“Katakan, apa yang kau inginkan dariku, Ed?” Louis yakin bahwa Eden sengaja membawa jiwanya keluar dari tubuh untuk mengatakan sesuatu.
Mata Eden bersinar dengan cerah, refleks Louis menutup kedua matanya. “Aku adalah kau, kau adalah aku.” Suaranya menggelegar di telinga Louis.
“Aku dan kau satu, karena aku hanya sebuah kloning.” Sinar itu meredup ketika tangan Eden menyentuh bahu Louis. “Kaulah Eden sesungguhnya.”
Tangan Louis pun turun perlahan. Jujur saja, ia tak mengerti apa yang dibicarakan oleh Eden. Baginya, semua terlalu rumit. Dari perpindahan jiwa ke tubuh siluman, dan sekarang jiwa tubuh yang di tempati bilang mereka adalah sama.
“Dengar, Louis. Waktuku tak banyak karena sekarang kau sedang tahap pemulihan.” Eden berjalan membelakanginya. “Kau tak bisa mengelak takdir yang sudah digariskan.”
“Maksudmu!” Louis memegang bahu Eden. “Aku tak bisa terus tinggal disini.”
Menjadi pemburu siluman adalah impiannya, dan juga balas dendam merupakan tujuan yang harus di kejar nya.
“Kau tak punya pilihan.” Eden berubah menjadi rubah putih salju sembilan ekor, masuk ke dalam tubuh Louis dengan cepat. Penyatuan itu membuatnya kesakitan. Jantung berdetak dengan cepat seperti mau meledak. Titik meridian yang menghambat perlahan mulai pudar. Cahaya putih menyinari tubuhnya diiringi suara teriakan yang terus menggema.
Louis kesakitan, merasa bahwa berada di ambang kematian. Sesuatu yang ada di tubuhnya terus saja meledak. Hingga cahaya itu meredup, maka jiwanya juga ikut kembali ke tubuh yang darahnya sedang di hisap oleh siluman ikan.
Cahaya emas menyelimuti mereka berdua. Siluman ikan perlahan berubah menjadi manusia dan melepas hisapan itu. Eden yang merasakan lemas di kakinya hanya bisa ambruk di tanah dnegan wajah pucat pasi sebab merasakan kesakitan luar biasa.
“Kau sudah berusaha keras,” katanya menyeka sudut bibir yang ada darahnya. Pelindung itu pun lenyap. James yang memiliki kesempatan langsung menyerang siluman ikan dengan brutal, tapi di tangkis dnegan mudah.
“Apa yang kau lakukan pada Eden?” James terus menyerang siluman ikan.
“Hanya membantunya, dan dia juga membantuku.” Cahaya keemasan keluar menyelimuti tubuh siluman ikan.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya James sambil terengah-engah.
“Kau tak perlu tahu.” Dengan kekuatan yang dimiliki, siluman ikan itu mengangkat tubuh Eden.
“Turunkan Eden!” James hendak meraih tubuh Eden, tapi ia terpental jauh hingga mengenai di dinding gua sampai pingsan.
“Tugasku sudah selesai. Aku harap kita bertemu kembali.” Cahaya emas itu memudar, siluman ikan pingsan begitu saja. Dan Eden juga terjatuh di tanah kembali. Semuanya gelap gulita, lilin yang menyala itu juga mati.
Ketika keheningan melanda ruang rahasia itu, jiwa Leonardo yang masih melayang-layang mencari keberadaaan pondok milik siluman ikan memutuskan untuk kembali ke gua. Bunyi petir yang menggelegar tadi pun hilang sudah.
Leonardo bangun seketika, melihat ketiga siluman yang masih setia dalam mimpi indah mereka. “Apakah kalian akan tidur terus?” Ia bangkit dengan pelan, mendekati Ren yang masih berada di alam mimpi.
Dengan kasar, Leonardo menendang pahanya hingga tersentak kaget. “Apa yang kau lakukan, b******k?” Mata itu terbuka dnegan lebar. Orion yang mendengar teriakan Ren langsung bangun seketika.
“Baguslah kalau sudah bangun.” Leonardo pergi begitu saja meninggalkan mereka bertiga.
“Sepertinya, dia hanya ingin membangunkan kita.” Derek bangun sambil merenggangkan ototnya. “Kita cari Eden.” Ia pun bergegas keluar gua.
Sedangkan Orion dan Ren saling tatap satu sama lain. “Aku harap dia mati,” kata Ren mengawali pembicaraan.
Orion senyum tipis sekali, tanpa di ketahui oleh Ren. Ternyata, memiliki sekutu seperti siluman bodoh itu ada gunanya. Bagaimana pun nanti, pemenangnya adalah dirinya. Untuk Ren dia hanya menjadi jembatan keberhasilan untuk menjadi selir. “Kau keluarlah dulu, aku akan memulihkan kekuatanku.”
Ren mengangguk patuh, keluar dari gua tanpa curiga sedikitpun pada Orion. Sedangkan siluman kelabang itu duduk bersila mengeluarkan kelabang beracun miliknya yang sudah disimpan untuk persiapan. “Lancarkan tugasmu dengan baik.” Ia melepas kelabang itu di tanah, sontak hewan tersebut menghilang begitu saja.
Orion tersenyum menyungging, bangkit dengan wajah berseri. Aksinya akan di mulai detik ini juga. Dan itu sudah dilancarkan barusan. “Semoga, semua berjalan dnegan sempurna.”
Bersambung