Transformation 11

1199 Kata
Menurut informasi tambahan di gelang misi, Mutan ikan itu sedang diajak jalan-jalan keluar dinding oleh tuannya ketika dia menghilang. Dan karena menghilangnya saat mobil sedang jalan dan tuannya sedang tidur, tidak ada lokasi spesifik di mana mereka harus mulai mencari, jadi para penyintas hanya bisa mulai dengan menyusuri tempat-tempat yang mobil pemimpin distrik lewati. "Karena dia pasti memerlukan air setidaknya sekali sehari, kita sebaiknya menyusuri sungai-sungai dangkal yang alirannya tidak terlalu deras," ujar Homi. "Tapi kan jauh lebih masuk akal kalau dia bersembunyi di dasar sungai dan danau yang dalam, karena hanya mutan air seperti mereka yang bisa bernapas lama di air." "Ya, jika saja bumi belum dikuasai virus." Iyan memperhatikan peta di gelang misi untuk mencari lokasi yang sekiranya cocok untuk mereka jelajahi. "Tapi sekarang, dibandingkan monster darat yang sudah banyak diketahui, monster yang ada di dalam air justru lebih misterius, jika Mutan Ikan itu masih punya otak, dia tidak akan berani berenang ke perairan yang dalam." Apa yang Iyan katakan memang benar. Bahkan di dalam buku yang ada di perpustakaan menyatakan bahwa tempat paling berbahaya di bumi setelah virus pecah adalah lautan. Setelah semua anggota tim mendapatkan pengertian, mereka akhirnya meninggalkan mobil mereka di tempat yang cukup tersembunyi sebelum melanjutkan pencarian dengan berjalan kaki. Pertama-tama, mereka menyusuri semua sungai dan danau yang mereka lewati dan berada dalam ruang lingkup pencarian menurut keterangan pemimpin distrik. Kemudian satu waktu mencoba mencari di rawa yang kebetulan mereka temukan di tengah perjalanan. Tapi nahas, mereka justru bertemu buaya super besar dan hampir kesulitan menyelamatkan diri jika saja saat itu tidak ada dua ekor ular yang tiba-tiba masuk daerah kekuasaan sang aligator Sejak saat itu, mereka memutuskan untuk tidak memeriksa air keruh lagi. Beberapa hari kemudian, mereka akhirnya menemukan hulu sungai dari beberapa sungai yang telah mereka jelajahi. Airnya sangat jernih, mengalir diantara bebatuan dan semakin indah dengan hadirnya air terjun kecil. Menurut sejarah, saat virus pertama kali pecah, bahkan air tidak bisa disentuh sembarangan karena mengandung banyak virus, tapi setelah ratusan tahun, bumi punya cara untuk menyembuhkan diri sendiri dan memurnikan semua air di permukaannya, meskipun tidak bisa memurnikan makhluk-makhluk yang terlanjur bermutasi. "Yeona, ayo turun. Lihat, airnya terlihat sangat segar." Mila menarik Yeona ke bebatuan yang terletak tak begitu jauh dari air terjun. Sesaat setelah memastikan bahwa tempat itu aman dari monster berbahaya apapun, beberapa pria langsung melompat tanpa melepas pakaian mereka. Yeona melepaskan sepatu, ransel juga senjatanya, kemudian meletakkannya ke atas batu, sebelum bergabung dengan Mila yang sudah melepaskan beberapa pakaiannya untuk mandi. Yeona juga baru saja hendak melepaskan baju ketika sudut matanya menangkap sesuatu bergerak di balik batu yang ada di belakang Mila. "Yeona?" Mila menatap bingung. "Kau tidak mandi?" "Mandi tentu saja," jawab Yeona, tapi bertentangan dengan ucapannya, dia justru menurunkan ujung pakaian yang hampir dia lepas dan menghampiri Mila dengan pakaian milik gadis itu. Dia meletakkan jari di depan bibir untuk memberitahu Mila agar diam kemudian membantu gadis itu memakai atasannya sebelum mengambil pisau kecil dari atas batu. Semenjak Yeona menampakkan kewaspadaan, Mila langsung sadar bahwa gadis itu pasti melihat sesuatu. Jadi dia menutup mulut dengan patuh dan mengikuti Yeona dengan sangat pelan. Mila sudah mempersiapkan diri, bahkan sudah memegang pistol yang lengkap dengan alat peredam suara, tapi setelah melihat apa yang ada di balik batu, dia tetap saja terkejut. "Mila? Yeona? Ada apa?" Mila menatap ke arah Yeona sebelum memunculkan kepalanya di balik batu dan menampakkan senyum malu pada Homi. "Tidak ada, aku hanya menginjak batu yang licin dan hampir jatuh." Raya mengerutkan kening. "Kau boleh tidak berguna, asalkan jangan merepotkan." Mila meringis kecil dan mengangguk. Semenjak dia bergaul lebih dekat dengan Yeona, Raya memang sudah tidak mau dekat dengannya lagi, bahkan terkesan memusuhinya. Mungkin bagi Raya, teman musuh adalah musuhnya juga. Meskipun agak sedih, tapi bagi Mila, Yeona jauh lebih penting daripada Raya, jadi jika memang harus memilih, maka pilihannya sudah jelas. Mila menoleh kembali ke arah Yeona dan menatap wanita yang sedang dia bungkam mulutnya. "Apakah dia mutan ikan yang kita cari?" "Sepertinya," jawab Yeona. "Sebaiknya kau tidak bersuara atau orang lain akan menemukanmu," ujarnya pelan selagi dia melepaskan tangan secara perlahan dari wajah gadis di hadapannya. Sosok wanita dewasa di hadapan mereka memiliki kulit secerah mutiara, bermata biru dan berambut biru gelap, sedangkan seluruh tubuh bagian atasnya dipenuhi coretan arang. Hal itulah yang menyebabkan Mila terkejut hingga hampir berteriak. Yeona menatap bagian bawah wanita itu yang menampakkan ekor keemasan dan bertanya pelan, "Aria?" Di gelang misi, pemimpin distrik memang mengirim identitas lengkap mutan ikannya. Aria, masih menampakkan raut takut yang berusaha dia sembunyikan di balik kewaspadaan. "Apa kalian datang untuk menangkapku?" Aria bertanya dengan suara yang sangat pelan. "Tergantung sikapmu," jawab Yeona dingin. Semenjak dia tahu bahwa yang disebut sebagai peliharaan pemimpin distrik adalah Mutan, Yeona sudah memikirkan banyak kemungkinan untuk menyelamatkan mutan itu jika memang dia pantas. "Itu ... Apa?" Mila jauh lebih lembut, jadi sepertinya Aria tidak begitu waspada padanya, karena itu saat dia mendekat untuk melihat buntalan yang sejak tadi mutan itu peluk, Aria sama sekali tidak bergeser. "Bolehkah aku melihatnya?" tanya Mila dengan lembut. Jawaban Yeona sebelumnya seperti harapan untuk Aria, jadi dia melirik dua gadis itu bergantian sebelum memperlihatkan apa yang dia bawa. Mila tercekat sedang Yeona membelalak. Yang sedang Aria bawa adalah bayi. Memiliki ekor, rambut dan mata yang sama dengannya. Untungnya sedang tertidur jadi tidak menimbulkan suara sejak tadi. "Aku melahirkannya beberapa hari yang lalu saat melarikan diri," ujar Aria dengan suara yang jauh lebih lembut dari sebelumnya, bahkan jauh lebih lembut dari milik Mila. "Ayahnya ... Aria menunduk, memeluk anaknya dengan erat. "Tidak ada, dia hanya anakku." Dari jawaban dan raut wajahnya, sudah jelas ayah anak itu adalah orang yang Aria benci dan siapa itu? Yeona sudah menebaknya. "Tapi, diluar dinding sangat berbahaya untuk anak sekecil dia," ujar Mila. "Tidak apa-apa, jauh lebih baik daripada di dalam dinding." Sebagai seorang wanita yang juga pernah mengambil keputusan besar mengenai seorang anak. Tanpa bertanya pun, Yeona bisa tahu apa alasan Aria melarikan diri dan memilih hidup di luar dinding yang penuh bahaya. Lagipula, ibu mana yang tahan melihat anaknya disebut peliharaan juga? Bahkan yang terburuk, mungkin saja bayi itu akan dipisahkan darinya saat lahir untuk dijual ke orang yang menginginkan peliharaan cantik seperti Aria. Sebab, peliharaan berwujud manusia, mutan dan monster jauh lebih populer di distrik seratus satu dibandingkan hewan peliharaan sungguhan. Yeona menghela napas pelan dan berjalan menuju ranselnya. Saat kembali, dia membawa sebuah tas kecil. "Ambil ini dan berusahalah kembali ke dinding tanpa melewati gerbang, wajahmu sudah tersebar di mana-mana, jadi lebih baik menjauh dari ibukota dan berusaha untuk tetap low profil." Yeona kemudian mengajak Mila pergi dari situ sebelum anggota tim mereka curiga. "Nama, bolehkah aku tahu nama kalian?" Aria menangkap ujung pakaian Mila, mata birunya sangat jernih dan indah, hingga tanpa sadar Mila membuka mulut untuk menyebut namanya. Tapi Yeona sigap menutup bibir gadis itu. Dia menatap Aria dengan datar. "Suatu saat, jika kita bertemu lagi di dalam dinding, kita bisa berkenalan." Setelah Yeona dan Mila pergi, tak lama setelahnya rombongan mereka juga meninggalkan sungai itu. Aria berenang ke tepi dan masuk goa yang terletak tak jauh dari sana sebelum membuka tas kecil yang Yeona berikan. Tas itu dipenuhi dengan kristal nukleus level tinggi, beberapa roti dan juga dua pisau. Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN