Perkelahian antara Yeona dan Iyan tak terelakkan.
Meskipun dari segi pengalaman dan kemampuan, Iyan jauh lebih unggul dari Yeona, tapi karena pukulan keras yang gadis itu layangan sebelumnya, hidung Iyan yang memang sudah terluka, kini berdarah lagi dan kemungkinan besar patah.
Hal itu menyebabkan performa bertarungnya berkurang, ditambah lagi Yeona sudah dikenal sebagai member yang cukup lincah, meskipun skill bertarungnya masih di bawah rata-rata.
Hingga akhirnya Cathy datang dan perkelahian berhasil dilerai, keduanya sudah babak belur di sekujur tubuh mereka.
"Jadi katakan, apa masalah kalian? Huh?!"
Cathy mungkin terlihat mungil dan tidak berbahaya, tapi sebenarnya dia adalah salah satu Ace tersembunyi di Guild. Sama seperti sifat alamiah kucing, dia super lincah dan punya kuku juga gigi yang tajam. Saat marah, ekor dan telinganya akan tegak dan jadi sangat tajam.
Iyan mengarahkan telunjuknya ke Yeona. "Tanya padanya, dia yang menyerangku lebih dulu secara tiba-tiba."
Cathy menoleh, benar-benar tidak menyangka kalau gadis itulah yang memulai perkelahian, karena dari pengamatannya, Yeona itu sangat tenang dan tidak suka mencari masalah. "Yeona? Benarkah kau memukulnya lebih dulu?"
Yeona menghapus darah yang menetes dari pelipisnya. "Ya."
"Kenapa?"
Yeona tidak langsung menjawab dan menatap ke arah Mila yang bersembunyi di sudut dengan raut cemas bercampur ketakutan. "Dia melecehkanku," jawabnya kemudian, yang sukses menyebabkan semua orang yang ada di sana terkejut.
"Omong kosong!" Iyan menggebrak meja dengan keras. "Kapan aku melecehkanmu huh? Apa kau punya bukti?"
Yeona menatap tajam. "Aku tidak punya bukti, makanya aku memukulmu secara langsung daripada berharap keadilan dari guild."
“Apa kau mau bilang bahwa guild kita tidak adil?” tanya Iyan.
Yeona tidak ragu menjawab. “Ya, terkadang seperti itu. Karena aku yakin, jika aku mengatakan ini sebelum Karen berangkat, dia hanya akan memberiku kompensasi dan menghukummu dengan ringan, kemudian membuat kita berdamai demi kepentingan guild. Dan aku tidak mau itu.”
Meskipun agak gamblang, tapi ucapan Yeona terlalu benar untuk disangkal, bahkan Cathy hanya menghela napas mendengarnya. Semakin besar sebuah guild, maka semakin sulit mengendalikan semua membernya, sehingga sedikit demi sedikit keadilan dalam BeeOne guild juga terkikis. Cathy sudah menyadari itu semenjak kasus Yeona dan Tria.
Mungkin, Iyan juga sependapat, jadi tidak lanjut mencari kesalahan Yeona dari aspek itu. “Cathy, jangan percaya padanya, dia berbohong!”
“Aku tidak bohong.”
“Jika tidak bohong, kau seharusnya punya bukti.”
"Aku sudah bilang tidak punya bukti."
Iyan mendengus. "Kau bisa buka baju dan memperlihatkan apakah aku meninggalkan bekas saat melecehkanmu."
Yeona langsung menatap ke arah Cathy. "Kau lihat kan? Karena inilah aku lebih suka memukulnya secara langsung."
"Apa maksudmu!"
"Apa kau pikirkan pelecehan hanya terjadi jika ada kontak fisik atau semacamnya?" Yeona tidak menoleh ke arah Iyan, tapi lirikannya saja sudah sangat merendahkan. "Kata-katamu tadi sudah menjurus ke pelecehan."
Iyan tercekat, ingin mengatakan sesuatu untuk membela diri namun menemukan semua orang sudah menatapnya dengan aneh.
Cathy semakin sakit kepala. Jika disuruh memilih, dia lebih suka bertarung daripada memutar otak untuk menyelesaikan masalah dalam guild seperti ini.
Pada akhirnya, karena Cathy tidak punya wewenang untuk menghukum anggota, dia hanya memerintahkan Yeona dan Iyan untuk tidak datang ke basecamp untuk sementara waktu hingga Karen pulang, demi meminimalisir perkelahian lagi.
Yeona tidak keberatan, tapi Iyan sangat tidak terima. Karena tidak datang ke basecamp artinya dia tidak bisa makan makanan yang seharusnya menjadi haknya di tempat itu.
Saat pria itu sibuk bernegosiasi dengan Cathy, Yeona berbalik pergi, tak lupa menarik Mila bersamanya.
Tak lama kemudian, mereka tiba di depan rumah bercat coklat yang tak jauh dari Basecamp.
"Ini ... Rumahmu?"
"Ya."
Yeona membuka pintu dan mempersilahkan gadis itu masuk.
Rumah itu bukan rumah besar di seberang basecamp tentu saja, sebab hingga kini Yeona masih belum bisa percaya pada siapapun selain Qiu Shen.
Demi berjaga-jaga. Sebelum Yeona masuk guild, dia sengaja membeli rumah yang lebih sederhana di daerah itu, dan akhirnya bisa berguna sekarang.
Mila Mengelilingi ruang tamu dengan takjub. "Wah, rumah ini sangat bagus .. tapi, kenapa sangat berdebu?"
Langkah Yeona terhenti. Dia benar-benar lupa, bahwa semenjak dia membeli rumah ini, dia cuma pernah membersihkannya sekali, jadi tentu saja sudah berdebu.
"Um, beberapa hari ini, aku tidak tinggal di sini."
"Huh? Lalu kau tinggal di ... Oh, apakah di rumah Qiu Shen?" tebak Mila dan ditanggapi dengan anggukan cepat dari Yeona.
Raut Mila tampak tak begitu senang. "Jadi kau benar-benar berpacaran dengannya?"
Pipi Yeona memerah dan menolak untuk menjawab. Demi mengalihkan perhatian, dia cepat-cepat membawa kotak P3K dan menarik Mila ke sofa.
"Bukankah yang harus diobati lukamu dulu?" Mila menarik kapas yang sudah dibasahi oleh alkohol dari Yeona dan menyingkap rambut di dahi gadis itu untuk mengobati pelipisnya. "Milikku sudah mengering, jadi nanti saja."
Yeona menghela napas dan menurut saja, menunggu hingga lukanya selesai dirawat barulah dia merawat luka milik Mila.
"Jika dia memperlakukanmu seperti ini, kenapa kau masih tinggal bersamanya?" Dia yang Yeona maksud adalah Iyan, karena sejak awal, dia memang tahu kalau Mila tinggal di rumah pria itu.
Mila tersenyum tipis. "Dia tidak biasanya bersikap kasar, dia hanya marah karena kau berpacaran dengan Qiu Shen."
"Lalu untuk apa kau bersamanya? Apakah hanya untuk melayaninya?" Yeona melirik reaksi Mila dan menyuarakan tebakannya. "Kau suka padanya kan?"
Mila menunduk, terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "aku tidak tahu dan tidak ingin tahu. Selama dia mau melindungiku hingga masa hukumanku habis, aku tidak peduli jika dia suka wanita lain atau hanya menganggapku sampingan. Tapi ... Aku, tidak mau kalau dia berpacaran denganmu." Dia menggenggam tangan Yeona dengan erat meski tangannya sendiri bergetar. "Laki-laki seperti dia tidak pantas untukmu."
"Karena itukah kau selalu berusaha untuk ikut latihan tinju bersamaku? Untuk mencegahnya mendekatiku?"
Mila mengangguk keras. "Maaf."
Yeona bertanya lagi, "Karena itu jugakah kau menyebarkan rumor bahwa aku mantan kekasih Qiu Shen?"
Mila mengangguk lagi. "Tapi karena aku pikir Qiu Shen juga tidak pantas untukmu saat kau mulai dekat dengannya aku ... Umm membatalkan rencanaku."
Yeona hampir tertawa. "Lalu, menurutmu siapa yang pantas untukku?"
"Tidak ada ... Eh, maksudku belum ada." Mila menunduk. "Bagiku, kau harus mendapatkan yang terbaik."
Yah, wajar saja jika Mila berpikir Qiu Shen tidak baik. Salahkan saja raut pria itu yang tak ramah, seolah semua orang berhutang padanya.
Tapi, Yeona merasa tidak perlu menjelaskan tentang Qiu Shen pada Mila. Suatu saat jika dia mengenal pria itu lebih lama, dia akan mengerti sendiri.
Setelah selesai mengobati luka-luka mereka, Yeona meminta bantuan Mila untuk membersihkan seisi rumah sebelum pergi berbelanja.
Menjalang malam hari, Mila baru saja hendak pamit, tapi Yeona meletakkan kunci rumah di tangannya.
"Mila, jangan kembali ke rumah Iyan lagi. Tinggallah di sini dan berlatih untuk tumbuh lebih kuat agar bisa melindungi diri sendiri. Mengharapkan perlindungan orang seperti Iyan itu seolah berdiri di atas es tipis, kau tidak akan pernah aman sepenuhnya."
Mata Mila memerah. "Tapi aku hanya The Waste, kasta terendah dari semua tipe manusia, aku bahkan tidak bisa menggunakan senjata apapun."
"Kau tidak bisa karena belum pernah belajar." Yeona meletakkan pistol ke tangan Mila yang lain. "Jika mau, aku akan mengajarimu, dan ... " Yeona memperlihatkan senyum tipis. "Berhentilah merendahkan dirimu sendiri hanya karena omong kosong seperti kasta dan gender. Jangan lupa, meskipun The Waste adalah kasta terendah sekarang, tapi mereka adalah penduduk pribumi yang sebenarnya, kalian adalah satu-satunya tipe yang tidak termodifikasi oleh virus."
Mila membelalak, seumur hidupnya. Dia hanya pernah mendengar orang-orang merendahkan The Waste karena mereka lemah. Tapi dari mulut Yeona, kasta terendah sepertinya jadi terdengar sangat berharga.
Tanpa sadar, air mata Mila menetes lagi, dia menggenggam kunci rumah dan pistol dengan erat kemudian maju dan memeluk gadis yang pastinya tidak akan pernah bisa dia bayar jasanya ini. "Terima kasih Yeona."
Bersambung ...