Kereta terus berjalan, melintasi tanah kering, sungai yang susut airnya dan akhirnya melewati sebuah gerbang besar. Setelah tiga hari tiga malam, Yeona akhirnya benar-benar meninggalkan distrik kelahirannya itu.
Setelah ketakutan hari itu, Yeona lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, berusaha menghindari orang-orang dan berupaya membuat keberadaannya tak disadari siapapun. Di kereta itu, mereka hanya bisa makan dua kali sehari, yakni siang dan malam hari. Jadi untuk menghindari orang-orang, Yeona akan datang paling cepat saat makan siang dan paling akhir saat makan malam.
Terbukti, metode itu berhasil. Karena Yeona tidak lagi bertemu banyak orang seperti sebelumnya.
Dua hari lagi, mereka akan mencapai penjara umum distrik tiga, saat itu kereta akan berhenti. Selain untuk mengisi bahan bakar, juga untuk menjemput para nara pidana dari distrik tersebut.
Yeona tidak tahu seberapa banyak orang yang akan naik ke kereta, tapi yang pasti ketentraman yang dia miliki sebagai satu-satu penghuni area nara pidana wanita mungkin saja akan berakhir.
Yeona menatap tanah lapang yang kereta lalui. Musim kemarau berkepanjangan menyebabkan banyak wilayah yang tandus, beberapa yang bertahan hanyalah tanah yang mendapatkan perhatian khusus. Tapi bahkan ketika manusia hanya menguasai dua puluh persen dari tanah yang ada di bumi, jumlah mereka masih tak bisa memenuhi semua tempat. Yang artinya populasi manusia sangat menyusut.
Malam itu, seperti biasa, Yeona selesai makan paling akhir. Jadi saat dia kembali ke kamar, Yeona tidak menemukan siapapun di sepanjang jalan.
Tapi begitu Yeona tiba di depan gerbong area nara pidana wanita, dia menemukan bahwa pintunya terbuka lebar. Tapi Yeona juga mengingat telah menutupnya rapat-rapat tadi dan seharusnya tidak ada orang lain di area itu selain dirinya.
Yeona mengintip ke dalam dan samar-samar mendengar suara rintihan kecil yang dibarengi desahan, juga suara pukulan daging yang cepat.
Dengan cepat, Yeona memahami suara apa itu.
Wajahnya segera memanas, jika saja ada tempat lain, Yeona dengan suka rela pergi ke sana alih-alih tetap berjalan masuk dengan suara memalukan yang memenuhi koridor. Tetapi, semakin jauh Yeona melangkah, semakin jelas suara-suara itu terdengar, dan akhirnya Yeona menyadari ada yang salah.
Suara desahan dan tawa itu terdengar bukan hanya dari satu orang, bahkan dia bisa mendengarkan beberapa percakapan tak senonoh, sedangkan suara rintihan yang awalnya terdengar kini dibarengi dengar permohonan ampun dan isakan tangis. Yeona memelankan langkahnya begitu mencapai pintu kompartemen yang mengeluarkan suara-suara tersebut.
Lalu terlihatlah pemandangan mengerikan di dalam.
Di dalam, seorang wanita tanpa busana digilir oleh enam orang pria kekar dengan kasar. Wanita itu tidak memiliki perlawanan karena sepertinya tidak punya kekuatan untuk melawan lagi. Tapi, air matanya terus mengalir sedangkan mulutnya terus melontarkan permohonan untuk dilepaskan.
Wanita itu, Yeona mengenalinya sebagai salah satu nara pidana wanita yang kerap kali dia temukan dikelilingi banyak pria.
Para pria itu masih melakukannya tanpa peduli, tertawa dan mendesah meski wanita itu telah dinodai darah di beberapa bagian.
Lalu, tiba-tiba saja, si wanita menoleh ke arah pintu, dengan air mata yang terus mengalir menatap penuh permohonan pada Yeona. “To ... Long ... “ Tapi matanya dengan cepat bergulir dan hilang kesadaran.
Yeona menutup mulut untuk menahan suara tercekat di tenggorokannya. Kakinya bergetar dan jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Sebagai sesama wanita, pemandangan itu sangat mengerikan hingga Yeona merasa perutnya mulai bergejolak, makanan yang belum sempat tercerna berlomba ingin keluar lagi.
Seperti inikah yang mereka sebut sebagai teman?
Pada kenyataanya wanita yang terlihat begitu dilindungi dengan banyak pria di sisinya diperlakukan seperti binatang pemuas nafsu seperti ini.
“Siapa!”
Seseorang tiba-tiba berteriak dari dalam.
Yeona dengan cepat berbalik, melepaskan alas kakinya dan berlari tanpa memperdengarkan langkah kakinya. Tapi bahkan jika seperti itu, pintu gerbong masih begitu jauh.
Bisakah tercapai dengan kecepatan yang harus dia kontrol?
Jika terlihat, Yeona bahkan tidak mampu membayangkan hal apa yang akan terjadi pada dirinya, dia hanyalah seorang wanita, sendirian dan tanpa kekuatan untuk melawan enam pria sekaligus.
Tepat ketika Yeona mendengar pintu kompartemen terbuka, sebuah tangan menangkap pinggangnya dan menutup mulutnya, kemudian menariknya ke kompartemen terdekat.
Yeona bergetar ketakutan dan memberontak sekuat tenaga.
“Sssttt ... jika kau tidak berhenti bergerak, aku Akan mendorongmu keluar dan menjadi target mereka selanjutnya.”
Yeona membeku.
Suara dingin penuh ancaman itu, Yeona mengenalinya.
Tapi belum sempat Yeona memastikan, suara langkah kaki dari dua orang berbeda mendekat. Lalu di bawah tatapan ketakutan Yeona, gagang pintunya berputar.
Pria di belakang Yeona berdecak kesal, kemudian untuk sepersekian detik, Yeona merasa pandangannya berputar dan punggungnya langsung menyentuh matras.
Dia membelalak, tubuh tinggi yang tadinya menempel di punggungnya kini merangkak di atas tubuhnya.
Yeona tak salah mengenali orang, pria ini adalah pria Asia yang hampir menusuk tangannya dengan pisau.
"Diam dan jangan bergerak." Pria itu menahan kedua tangan Yeon ke atas kepala dan membungkuk.
Bibir mereka tidak bersentuhan, tapi jantung Yeona seolah akan melompat keluar karena jarak mereka, Yeona bahkan bisa mencium bau pasta gigi dari mulut pria itu.
"Yoohoooo, sepertinya ada yang bersenang-senang juga di sini."
Dua pria yang membuka pintu bersiul, bahkan ketika melihat posisi tak senonoh dua orang di atas tempat tidur, mereka sepertinya tidak punya niat pergi begitu saja.
Pria Asia di atas Yeona mengeram dan menoleh. "Pergi," desisnya.
"Oh! Si Asia ini ternyata punya nafsu juga." Salah satu dari mereka tertawa. "Padahal melihat wajahnya yang datar setiap hari sudah seperti robot. Hey Nona, apakah dia mampu memuaskanmu."
Lalu pria lain menimpali. "Ayolah, jangan menatap kami seperti itu, bagaimana jika kita berbagi? Wanita di sebelah sudah mati, tubuh dingin sama sekali tidak nikmat."
Yeona membelalak.
Mati!
"Aku tidak suka berbagi." Pria asia itu bersuara lagi. "Pergi!"
Dua pria itu tertawa mengejek dan menutup pintu dengan keras.
Setelah ketegangan yang hampir membuat Yeona kencing di celana, suasana akhirnya hening kembali.
Yeona menghela napas lega, bersamaan dengan si pria asia yang perlahan bangkit darinya. Dia menuju pintu dan menguncinya lalu kembali.
"Merepotkan." Dia berbisik sangat pelan dan naik ke ranjang atas di ranjang susun yang lain, kemudian tidak membuat suara lagi.
Yeona masih berusaha menenangkan detak jantungnya, perkataan dua pria tadi masih terngiang-ngiang di telinganya.
Jadi wanita itu mati? Tatapan permintaan tolong yang dia berikan pada Yeona adalah tatapan terakhirnya.
Tapi Yeona hanya bisa melarikan diri.
Bohong jika dia tidak merasa bersalah, tapi apa yang bisa dilakukan oleh wanita lemah sepertinya?
Perlahan, pandangan Yeona mengabur oleh air mata, sedangkan napasnya yang mulai tenang kembali memburu. Bayangan dari tatapan permintaan tolong wanita itu terus muncul di kepalanya.
"Jangan berisik."
Pria di atas menghardik, suaranya begitu dingin, tapi entah mengapa mampu menenangkan ketakutan Yeona.
Yeona berkedip, membiarkan air matanya jatuh tanpa diseka. "Bolehkah aku tahu namamu?"
Pria itu menoleh dan mempertemukan tatapan mereka. Satu di ranjang atas dan satu di bawah, satu dengan tatapan tajam dan satu dengan mata berkaca-kaca.
Yeona menelan ludah. "Aku hanya ingin tahu, tidak ada maksud lain, dan namaku Yeona."
Pria itu masih tidak menyahut, tapi tetap menatap Yeona selama beberapa saat sebelum berbalik, hanya memperlihatkan punggungnya.
Yeona sebenarnya tidak berharap terlalu banyak, jadi ketika tidak mendapatkan jawaban, dia tidak kesal dan memilih diam.
Siapa yang tahu, beberapa saat kemudian, pria itu mengeluarkan suara lagi. "Fu Qiu Shen."
Bersambung ...