Beberapa bulan kemudian, Qiu Shen yang lama tidak pernah terlihat akhirnya kembali.
Penampilannya lusuh, rambutnya panjang, penuh luka dan terlihat lelah. Entah medan seperti apa yang telah dia lintasi dan pertarungan apa yang telah dia lalui, tidak ada yang mampu membayangkannya.
“Qiu Shen!” Karen membuka pintu dan menampakkan raut lega begitu melihatnya. “Akhirnya kau kembali.”
Qiu Shen tidak menoleh, hanya meliriknya sekilas dan bertanya. "Di mana barang-barang Yeona?"
"Huh?"
"Barang yang dia tinggalkan di hutan." Nada bicara pria itu yang datar dan tanpa intonasi emosi sudah biasa, tapi dengan suara serak dan beratnya saat ini, siapapun yang mendengarnya seolah merasa ada sesuatu yang berat di hati mereka.
"Aku meletakkannya di dalam ruanganmu," jawab Karen lirih.
Qiu Shen tidak bersuara lagi dan langsung naik ke lantai dua.
Cathy yang saat itu juga baru datang, mencoba untuk mengejar, tapi langkahnya dihentikan oleh Ben.
"Kenapa?"
"Apa yang mau kau tanyakan?" tanya Ben.
Cathy menggigit bibir. "Aku hanya ingin menanyakan tentang Yeona." Selama beberapa bulan ini, tak sekalipun Cathy berhenti menyalahkan diri sendiri. Padahal dia tahu bahwa Raya dan Iyan tidak cocok dengan Yeona, lalu dengan naifnya dia mengelompokkan mereka untuk menjalankan misi, dan berpikir bahwa dengan menjadikan pihak netral sebagai pemimpin, dia bisa menanggulangi hal yang tidak diinginkan.
Sama sekali tidak mempertimbangkan tentang sifat alamiah beberapa manusia yang pintar memanipulasi keadaan.
"Jangan bertanya." Ben menggeram kesal. "Jika Yeona masih hidup dan berhasil dia temukan, Qiu Shen tidak mungkin datang sendirian."
Hal itu sudah sangat jelas, hingga Cathy tidak bisa mengelak lagi.
Tak lama kemudian, Qiu Shen turun lagi dengan dua ransel di tangannya, satu miliknya dan satu milik Yeona, serta beberapa senjata. Tanpa menatap siapapun yang dia lalui, dia berjalan menuju pintu keluar.
"Qiu Shen, kau mau ke mana?" Karen mengejar dengan panik. Dia telah menebak kemungkinan terburuk jika Yeona benar-benar tidak bisa kembali, tapi dia tidak pernah siap jika Qiu Shen sampai meninggalkan guild.
Qiu Shen tidak menjawab, tidak juga menghentikan langkahnya, tapi saat itu pintu tiba-tiba dibuka dari luar.
Yang datang adalah Mila.
Selama beberapa bulan, Mila menjadi sangat pendiam, seolah menjadi Yeona kedua yang tidak mau berinteraksi banyak dengan orang lain.
Dia juga jadi lebih rajin berlatih. Datang paling pagi dan pulang paling akhir, juga terus menerus merekomendasikan diri untuk ikut misi dan secara perlahan memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat.
Tapi satu yang tak berubah, hampir setiap saat ketika dia melihat barang-barang milik Yeona yang diletakkan di ruangan Qiu Shen, dia akan terus menangis.
"Qiu Shen ... " Suara Mila penuh getaran, namun juga penuh harapan. "Kau ... Menemukannya kan?" tanyanya.
Qiu Shen masih betah dengan mulut yang tertutup. Hanya memasukkan tangan untuk merogoh sakunya dan menjatuhkan dua benda ke lantai, setelah itu berjalan pergi tak peduli siapapun yang memanggilnya.
Setiap guild yang ada di distrik seratus satu memiliki lencana khusus sebagai identitas dengan gambar lambang guild dan nama anggotanya.
Yang Qiu Shen jatuhkan adalah lencana miliknya dan lencana milik Yeona.
Maksudnya jelas. Entah itu dirinya atau Yeona, telah meninggalkan BeeOne, juga memberikan Mila jawaban bahwa Yeona tidak kembali.
Di basecamp saat itu berkumpul banyak anggota, bahkan ada Raya dan Iyan yang memilih bersembunyi di dapur semenjak Qiu Shen datang.
Mila menatap dua lencana yang terletak di lantai dengan tatapan kosong, sebelum menarik napas panjang dan mengeluarkan lencana miliknya juga.
"Mila ... Kejadian ini tidak ada hubungannya denganmu. Kau sudah berusaha keras untuk menyelamatkan Yeona. Jangan mengambil keputusan gegabah." Karen mendekat dan menyentuh lengan gadis itu. Dia sudah kehilangan dua orang anggota, dia tidak mau kehilangan satu lagi, bahkan jika Mila bukanlah penyintas yang kuat seperti Yeona dan Qiu Shen.
"Ketua, aku bertahan di guild ini selama beberapa bulan hanya karena menunggu Yeona kembali, tapi sekarang, apa yang lagi yang bisa aku tunggu?"
"Mila ...
"Dan juga, aku meninggalkan guild bukan karena menyalahkan diri sendiri, tapi karena aku tidak bisa bertahan di dalam Guild yang sama dengan orang yang telah membunuh sahabatku." Mila menjatuhkan lencananya ke lantai yang jatuh tepat di sisi lencana milik Yeona. "Selamat tinggal."
Tak ...
Homi yang sedang duduk di sofa, juga meletakkan lencana yang lebih dari setahun tidak pernah meninggalkannya ke meja. "Aku juga akan keluar."
"Homi!"
Homi tersenyum miring dan membawa senjatanya untuk keluar dari ruangan. " Anggota guild yang membunuh satu tim sendiri, aku tidak bisa mempercayakan keselamatanku pada guild yang memiliki orang seperti itu." Dia sejenak melirik pada sosok Ralph yang bersembunyi di barisan paling akhir sebelum meninggalkan basecamp.
Karen mengepal erat penuh kekesalan. "Yang mau keluar, keluar sekarang! Jika kau merasa kepemimpinanku tidak adil, silahkan keluar!"
Semua orang menunduk dan tak bersuara. Untuk sesaat sama sekali tidak ada yang bergerak, tapi begitu ada, semua orang membelalakkan mata.
"Ben! Apa maksudmu!" Kali ini wajah Karen merah sepenuhnya. "Kau juga ingin meninggalkan guild?"
Meski mendapat tatapan tajam, Ben tidak berhenti melangkah, dia meraih tangan Karen dengan paksa dan meletakkan lencana di telapak tangan gadis itu. "Karen, aku sudah bilang kan? Jika Yeona tidak kembali, kau tidak akan bisa menahanku lagi di sini."
"Ben! Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? Kita mendirikan guild ini bersama-sama!"
"Ya, benar. Lalu apa kau ingat apa tujuan kita ketika mendirikannya?" Ben membungkuk pelan dan berbisik ke depan wajah Karen. "Membentuk Guild yang aman, adil dan berbeda dari guild lain, tapi lihatlah sekarang, apakah guild yang kita buat ada bedanya dengan guild lain?"
Karen tercekat. "Kau sendiri tahu, Iyan dan Raya adalah salah satu penyintas terlama di guild kita, aku tidak bisa mengeluarkannya hanya karena satu kesalahan!"
"Karena itulah aku bilang guild kita tidak berbeda jauh lagi dengan guild lain yang mementingkan senioritas dan kekuatan dibandingkan keadilan. Sekarang logika itu sedang memenuhi kepalamu Karen, kemudian pada kesalahan kedua nanti, kau akan menggunakan alasan yang sama untuk menahan mereka di guild." Ben mendengus pelan. "Dan ini bukan kesalahan pertama, tapi yang kedua. Hanya saja kali ini, mereka akhirnya berhasil. Dan kau, pikiran kita tidak sejalan lagi."
Setelah itu, Ben menoleh ke arah Cathy sejenak sebelum menatap sahabat lamanya kembali. "Selamat tinggal."
Cathy menutup mulut untuk menahan tangis, tapi tidak bisa menahan isakannya, jadi dia berlarian ke lantai dua untuk bersembunyi.
Saat itu, BeeOne Guild telah menduduki peringkat ke sembilan sebagai Guild terkuat, dan seharusnya menikmati kejayaannya, tapi kenyataannya mereka kehilangan banyak anggota inti.
Malam itu hujan mengguyur distrik seratus satu, jalan-jalan jadi sepi, sedangkan rintihan pelan manusia-manusia di balik bayang-bayang terdengar diantara rintikan air.
Bayangan besar melintas dengan cepat, menginjak genangan air dan melompat ke atas dinding Athena yang sudah lama tidak dijaga lagi.
Bulu hitam yang basah dan mata biru yang bercahaya, Onix menatap langit yang gelap dengan nanar kemudian membuka mulutnya untuk mengeluarkan auman yang sangat keras.
Auman itu terdengar di kota sekitar dinding, membangunkan orang yang tidur dan menakuti mereka yang bangun, tapi tidak ada yang tahu dari mana datangnya auman serigala itu, yang terus terdengar hingga dini hari menjelang.
Bersambung ...