Aldrich berjalan masuk ke dalam rumah dengan santai, langkahnya berhenti ketika menatap keempat orang yang tengah saling tertawa bahagia. Bahkan ketika salah satunya tidak pernah tersenyum padanya.
Aluna, salah satu dari keempat orang itu. Meskipun mereka sudah cukup lama tinggal bersama, tapi Aluna masih belum pernah tersenyum padanya. ah ia pernah melihat senyuman Aluna, lebih tepatnya sebuah senyuman tipis yang bahkan tidak sampai matanya
Aldrich ragu, apakah ia harus berjalan masuk dan akan menganggu kebersamaan mereka atau tetap disini.
"Hei, Aldrich! Mengapa diam di sana? Ayo kesini." Panggil Alvar ketika melihat Aldrich yang hanya diam menatap mereka
Aldrich tersentak, ia pun berjalan ke arah mereka dengan senyuman canggung. Entah mengapa, ia merasa asing jika berada ditengah-tengah mereka
ya, walaupun dia memang orang asing disini
"Halo kak." Sapa Aluna santai
Aldrich menatap Aluna sembari tersenyum "Hai Aluna."
"Oh, ya. Kita akan melanjutkan mencari perempuan untukmu." Ujar David
Aldrich mengerutkan keningnya. "Bukankah perempuan kemarin adalah perjodohan terakhir kalinya? Aluna sudah berjanji padaku." Ujarnya
Aluna meringis, dia melupakan janji itu
"Benarkah? Tapi Aluna sepertinya tidak tahu tentang janji itu." Ujar Kevin sembari menggenggam tangan Aluna santai disertai kedipan mata jahil
Aldrich yang melihat itu pun hanya diam, ia sedikit merasa tidak suka melihat genggaman Kevin pada Aluna.
Entah mengapa, tapi ia hanya merasa tidak suka melihatnya
"Kami akan mencarikanmu perempuan indigo yang memiliki kemampuan yang sama dengan Aluna, dengan begitu perempuan itu bisa membantu dan tahan terhadap gangguan dari sosok yang bersamamu." Jelas Alvar
Aldrich hanya menganggukkan kepalanya, masih tetap menatap tangan Aluna. Diam-diam ada yang menatap hal itu dengan jantung berdetak kencang. Apa arti dari tatapan Aldrich? Apa kecurigaannya benar?
Mereka pun akhirnya bubar, memilih melanjutkan aktivitas masing-masing, menyisakan Aldrich dan Aluna. Kini Aluna merasakan kecanggungan
"Maaf." Ujar Aluna
Aldrich menatap Aluna sembari menaikkan alisnya sebelah. Aluna pun menatap Aldrich
"Aku lupa tentang perjanjian kita." Tambahnya
Aldrich hanya menganggukkan kepalanya. "Tidak apa, lagipula kalian juga sudah menemukan cara lainkan?" Ujarnya tenang
Aluna menganggukkan kepalanya. Mereka pun sama-sama diam dengan pikiran masing-masing
"Mengapa bukan kamu saja Aluna?" Tanya Aldrich memecah keheningan
"hah?"
"Kamu juga indigo, mengapa bukan kamu saja yang menjadi kekasihku? Hanya hingga semua ini berakhir, Aluna." Jelas Aldrich sedikit berharap
bolehkah?
Aluna meringis. "Aku udah nganggap kak Aldrich sebagai kakak kandung sendiri, jadi rasanya bakal aneh kalau aku yang jadi kekasih kakak."
Aldrich menatap Aluna lama, lantas menghela nafas berat. Jika boleh jujur ia sangat jengah dengan perjodohan ini
"Aluna, shttt Aluna." Panggil William
Aluna menatap William yang berdiri didepannya
"Ada apa?" Tanya Aluna
Aldrich yang melihat Aluna berbicara sendiri pun memilih pergi, walaupun kini Ia sudah mulai terbiasa dengan hal itu. Tapi ia tetap merinding
"Aku merasa akan terjadi sesuatu yang tidak baik." Ujar William
"Apa maksudmu?" Tanya Aluna tidak mengerti
"Setelah ini, jika kamu mau melakukan sesuatu kamu harus memberitahuku lebih dulu. Kamu juga harus berhati-hati untuk memutuskan sesuatu." Ucap William
Aluna mengerutkan keningnya semakin tidak mengerti dengan perkataan William
"Akan ada yang datang kesini, Aluna." Ujar William lagi
"Kamu benar-benar harus berhati-hati." Peringat William lalu menghilang
Meninggalkan Aluna yang tengah berada dalam kebingungan
Apa yang akan terjadi? Mengapa William tiba-tiba memperingatinya? Apa sesuatu itu benar-benar buruk?
Aluna bingung, berbagai macam pertanyaan muncul dalam pikirannya. Yang paling ia takuti adalah terjadi sesuatu pada kakak-kakaknya. Aluna tidak peduli jika sesuatu terjadi padanya, asalkan jangan pada kakak-kakaknya
Karena hanya mereka yang Aluna miliki
Kini, apalagi yang harus Aluna hadapi? Aluna hanya tidak ingin hal ini membahayakan nyawa semua orang
Hanya itu.
Aluna menghela nafasnya, lantas berjalan menuju kamar Aldrich dengan ragu. Diketuknya pintu dengan pelan dan tak lama kemudian pintu terbuka
Aldrich menatap Aluna bingung, tidak biasanya
"Ada apa Aluna?" Tanya Aldrich
"Kak Aldrich, kalau besok aku ajak keluar mau nggak?"
Aldrich menatap terkejut, lantas menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. Pertama kali Aluna mengajaknya keluar tanpa ada tujuan yang jelas seperti ini, jadi Aldrich harus menerimanya kan? Lagipula tak dapat ia pungkiri bahwa ada perasaan senang dalam hatinya dan juga penasaran tentu saja
"of course Aluna, besok mari kita berdua keluar."
Aluna tersenyum tipis. "Terima kasih kak."