Mantan Terkampret

3226 Kata
s**l! sesalnya dalam hati. Seharusnya tadi ia tak perlu jalan memutar untuk ke kelas kalau dampaknya bakal begini. Seharusnya semalam ia tak perlu ge-er lebih banyak gara-gara cowok itu. Yang akhirnya malah membuatnya sesak di pagi yang sejuk ini. Kalau sudah begini, ia ingin dipindahkan sekolah saja biar tak ber-temu dua orang itu. Akib dan Cinthya yang dimatanya sedang bermesraan sepagi ini. Kampreet-kampreeet! desisnya lagi lalu menundukkan kepala. Udah tahu lagi jalan berdua, masih aja dipelototin. Maki hati kecilnya yang keki saat Airin menundukkan kepala setelah melihat tangan Akib menggemgam tangan Cinthya. Panas. Panas. Panas. Ia berlari semrautan. Nafasnya terengah-engah. Gara memincingkan mata saat melihatnya berlari tak beraturan seperti habis dikejar setan. Ia kira saat Akib mengikuti mereka kemarin dan cerita Gara, Akib benar-benar mencintainya tapi dugaannya salah. Salah total. Emang yang Namanya mantan itu k*****t dimana-mana! “Gimana? Jadi gak?” tanya lelaki itu. Ia menanyakan kabar dua hari yang lalu. Menanyakan kesediaan Airin untuk menyadarkan Akib lewat permainan mereka. Sayangnya, hati Airin makin hancur saat ini. Ia sudah tak berminat lagi. Toh percuma, pikirnya. Apalagi saat kejadian tadi terlintas dikepalanya. Harapan itu sudah tak ada. Ia benar-benar hanya pelarian bagi seorang Akib. Sesak itu kembali menerpanya. “Ogah! Ngapain! Gak penting!” cercanya yang tiba-tiba emosi. Gara malah bengong melihat sikapnya yang aneh sepagi itu. Baru saja akan menyusul, Gara langsung tersadar kemana langkah Airin. Toilet cewek. Ia tak mungkin masuk ke dalam kan? ♥♥♥ Heboh. Semarak suara anak-anak seangkatannya. Pagi ini ada perlombaan tak direncanakan antara kelasnya dengan kelas Akib hanya gara-gara jam olahraga yang berbarengan. Ia sebenarnya tak berminat berada di pinggir lapangan ini apalagi saat tahu Akib ikut main di sana. Kalau bukan karena ucapan Cristine yang melekit hatinya itu mungkin ia sudah duduk tenang di kantin. “Katanya udah gak suka. Kalo gak suka, biasa aja dong.” Gitu kata Cristine yang telak-telak menyundul hatinya. Ia gengsi dong kalau harus pergi. Nanti Cristine malah besar kepala karena ia pergi. Jadi, meski yah...gerah juga mau tak mau dia duduk bersama cewek-cewek lain. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri karena matanya tak bisa beralih dari Akib yang sibuk mengejar bola. Astaga, kenapa lelaki itu harus tampan disela-sela keringatnya? Astaga Airin! Airin menggeleng, tak habis pikir. Sel-sel tubuhnya kompak berkhianat setiap ia membuang muka ke arah lain. Airin mingkem saja. Enggan ikut bersorak-sorak alay dengan teman-temannya yang lain yang sibuk menyemangati kelas mereka. Lagi pula, kelasnya tak kan menang. Akib itu jago banget main basket. Apalagi temannya si Dennis. Cowok hitam manis yang gak bosen-bosen dilihat. Kalau dipikir-pikir, Airin lebih senang jatuh hati sama Dennis dari pada Akib kalau ujung-ujungnya begini. Patah hati. Sayangnya Airin gak tahu kalau Akib memantaunya sekali-sekali. Lelaki itu tersenyum senang saat melihat Airin betah duduk di pinggir lapangan sana. Ia semakin semangat mendribel bola dan mem-bawanya ke ring. Setiap bola yang masuk ke ring olehnya, teman-temannya berteriak heboh. Apalagi yang cewek. Bahkan beberapa adik kelasnya—dari kelas Airin—malah terang-terangan mendukungnya. Ia terkekeh dalam hati setiap tak sengaja melihat Airin sedang cemberut. Entah apa yang membuat gadis itu betah duduk di sana. Apa karena dirinya? Ah, kalau begini Akib tak ingin permainan ini cepat berakhir. Ia masih ingin melihat Airin dan baru ia sadari kalau kehadiran Airin lah yang dibutuhkannya kini. “Kib! Tangkap bolanya dong!” seru Kiki—teman sekelasnya. Ia mendongak dan mengerjab kaget. Ia melamun tadi. Cepat-cepat disusulnya adik kelasnya yang membawa bola. Sebisa mungkin direbutnya dan ......hap! Three point. Sorak-sorai makin terdengar. Ia tersenyum lebar karena berhasil melakukan lemparan itu. Bel waktu istirahat berdering tapi permainan mereka tetap lanjut. Sesekali main basket disela-sela padatnya jadwal mereka karena akan menghadapi UN tak apalah. Priiiiiiiiiiiittt Pluit Pak Yaka terdengar. Guru olahraga yang satu itu membubarkan pertandingan. Akib berlari ke pinggir lapangan, ia mengatur nafasnya yang masih tersengal. Tak lama kemudian muncul Cinthya dengan gerombolannya. Gadis itu langsung menghampirinya dan menyeka keringatnya lalu menyodor-kan minuman ke arahnya. Berhubung haus, ia ambil saja minuman itu lalu meminumnya tanpa risih saat Cinthya sibuk membersihkan keringatnya. Usai minum, ia letakkan botol kosong itu di bangku sementara ia berbalik badan. Matanya mencari sosok Airin di seberang sana tapi tak ada. Gadis itu sudah tak ada. Akib mandesah kecewa. Sementara itu, Airin malah mengutuk-ngutuk Cristine di dalam hatinya. Seharusnya ia pergi sejak awal. Karena ujung-ujungnya pasti begini nih, patah hati. Akib malah dibelai-belai gitu sama pacarnya. Ia malah dibelai-belai setan lalu dibuat panas. Kan k*****t! Ia menarik nafas dalam-dalam sambil mendongakkan wajah ke atas. Itu upayanya setiap air matanya akan jatuh. Aish, kenapa ia cengeng sekali sih? Diam-diam Cristine malah puas melihat reaksi Airin yang menunjukkan reaksi positif. Positif masih cinta maksudnya. Kalau gak, mana mungkin gadis itu berjalan serampangan ke kantin lalu minum es jeruk sampai tandas. Pasti gerah, ucap Cristine dalam hati. Gerah hatinya, Cristine terkikik dalam hati. Tapi ia juga kasihan sih. Apalagi saat melihat adegan tadi. Meskipun senang karena praduganya benar tapi ia juga merasa bersalah karena harus melihat kejadian tadi. Kalau begini, Cristine tak tega memancing Airin lagi. Ia tahu benar bagaimana rasanya cinta bertepuk sebelah tangan itu. Gak enak banget. Ya kan? ♥♥♥ Gar! Gara!” Gara memalingkan wajah—pura-pura tak mendengar. Ia berjalan menuju mobilnya. Bodo amat sama yang memanggilnya. “Gaar! Please! Lo masih marah?! Cih! Masih nanya?! teriaknya dalam hati. Ia menghentikan langkah tepat di samping mobilnya. Matanya tajam menatap Cinthya dari radius dua meter. Gadis itu berjalan mendekatinya. Ia membuka pintu mobil lalu hendak mem-bantingnya, sayangnya Cinthya menahan. Cewek ini maunya apa sih? Keki. Ia biarkan saja Cinthya menahan pintunya sementara tangannya menghidupkan mesin mobil lalu..... Bluuuuuusss Ditinggalnya Cinthya yang menatap nanar di belakang sana. Setelah menjauh, baru ia menutup pintu mobilnya dan nyaris saja menabrak Cristine yang sedang berjalan menuju gerbang. Gadis itu berteriak histeris lalu memaki-makinya sambil menunjuk-nunjuknya. Ia menahan emosinya sejenak. Ditariknya nafas dalam lalu menginjak gas dengan kuat. Paling-paling besok ia dianiaya Cristine dari jam masuk sampai jam pulang sekolah. ♥♥♥ “Apaan sih lo?! Gaje!” ledek Airin lalu memukul kepala Bayu dengan buku. Bayu terkekeh. Puas melihat wajah bete Airin. Lelaki itu menepisnya dengan tangan. Alhasil bukuya melayang ke arah pintu ruang OSIS dan.... Bruuuuk Terpental setelah mendarat dijidat Akib lalu tergeletak di lantai. Mampus! maki Airin dalam hati. Ia langsung memalingkan wajah sementara Bayu sama tak enaknya. Kenapa harus kepala Akib yang terkena lemparan buku itu? Akib menahan emosinya yang tiba-tiba membuncah. Dengan santainya ia mengambil buku itu. Buku tulis atas nama Airin. Ia tersenyum miring lalu menatap sepasang manusia di depannya. “Sejak kapan RO jadi tempat ajang pacaran?” sindirnya—pedas. Airin dan Bayu sama-sama mengatupkan mulut. Dalam hati, Airin memaki-maki Bayu yang tiba-tiba jadi pengecut. “Gak ada yang mau minta maaf sama gue?” tanyanya—matanya menyalang tajam menatap Airin. Tangannya terlipat di depan d**a. Dalam hati Airin menyumpah-nyumpah Bayu. Kalau laki-laki itu tak menepisnya, bukunya pasti tak kan melayang ke kepala Akib. Aish! “Maaf, kak.” Akhirnya Bayu buka suara. Akib masih menahan emosinya. Masih dengan tangan yang dilipat di depan d**a sambil menyandarkan tubuhnya di dinding. “Lo yang lempar?” tanyanya pada Bayu. Laki-laki itu langsung meng-angguk karena tak tega melimpahkan kesalahan pada Airin. Dalam hati, Airin menarik semua ucapan pengecut untuk Bayu. Akib menghela nafas. “Lo berdua dipanggil Pak Puji di ruangannya,” tutur Akib yang lalu menghilang dari pandangan keduanya. Airin dan Bayu saling memandang penuh tanya. Ada apa? ♥♥♥ Akib tersenyum-senyum saat balik ke kelas. Dennis menatapnya penuh tanya tapi tak bersuara. Lelaki itu sibuk menyalin catatan milik Ria. Sementara Akib malah mengambil duduk di sebelahnya sambil bersiul-siul. Ditangannya, masih ada buku catatan milik Airin. Dengan ini, setidaknya ia bisa mengajak ngobrol gadis itu. Itu pun kalau gadis itu mau. Mengingat yah....pertemuan terakhir mereka sangatlah buruk. “Buku siapa?” tanya Dennis saat sadar sedari tadi Akib memainkan buku. Ia sempat melihat sekilas sampulnya yang berwarna pink salem dan ornamen bunga-bunga. Itu tak mungkin punya Akib kan? Akib berdeham lalu mengarahkan mulutnya ke telinga kanan Dennis. Lelaki itu bergidik setelahnya. “Mau tau aja,” ucapnya dengan nada s*****l. Demi apapun! Rasanya Dennis ingin pindah tempat duduk sekarang juga. Sementara Akib malah terkikik puas hingga deheman di ambang pintu membuatnya terdiam. Guru matematika mereka yang galak masuk kelas. Akib segera menyimpan buku itu ke dalam tas. Sebagai gantinya, ia mengeluarkan buku paket dan catatan matematika miliknya. Buku ini ibarat tiket masa depan untuknya. ♥♥♥ “Lo pulang bareng gue atau gimana?” tanya Bayu usai keluar dari ruang Pak Puji. Ternyata, Pak Puji hanya menanyakan sejauh mana perkembangan proposal mereka. Sejauh ini proposal memang sudah dibuat tapi masih banyak kesalahan disana-sini. Jadi mereka masih membutuhkan bantuan Cinthya. Masalahnya, Airin malas berurusan dengan gadis itu. Yah, siapa sih yang tak malas berurusan sama pacar mantannya? “Lo duluan aja. Kayaknya Mang Didi udah jemput deh,” ucapnya lalu menguap ria. Bayu menepuk kepalanya—geli melihat mulut Airin yang menganga saat menguap tadi. Gadis itu malah mengucek-ucek matanya. Entah kenapa, ia mengantuk sekali. “Oke! Gue duluan!” pamitnya yang hanya diangguki Airin. Gadis itu berjalan ogah-ogahan menuju pintu gerbang. Namun saat kesadaran-nya pulih, ia langsung membuka tas punggungnya dan mencari-cari sesuatu. “Mampus! Mampus! Mampus gue!” makinya sambil menepuk jidat berkali-kali. Buku catatan sejarahnya tak ada! Ia mengingat-ingat. Usai mengedit proposal di Ruang OSIS tadi, ia memang mengeluarkan buku itu dengan tujuan melanjutkan ringkasan buku paket sejarah sebanyak enam bab. Deadline pengumpulannya besok. “Mampus!” makinya sekali lagi saat ingat kejadian tadi. Jangan bilang sama dia! Oh, God! Aaaaaaaaaaaaa, gelisahnya. Ia sudah mondar-mandir dengan muka panik tak jelas. Kebetulan sekali, bel khusus anak kelas 12 berbunyi. Pas banget! serunya dalam hati. Tapi.... Ia mendadak ciut. Giginya menggigit bibir bawahnya. Begini nih kalau lagi gugup pastinya. Hatinya meragu. Haruskah? Haruskah? Tapi kalau tak ditanya, bisa patah tangannya semalaman nulis ringkasan sebanyak enam bab tentang sejarah pula! Aish! pekiknya dengan kaki berdecak kesal. Akhirnya, mau tak mau ia berjalan juga. Baru beberapa meter saja matanya sudah menangkap sosok Akib yang sedang berjalan menuju parkiran. Lelaki itu berjalan santai tanpa menyadari sosok gadis di belakangnya. Airin berjalan takut-takut. Terkadang ia maju lalu mundur. Maju lagi. Lalu mundur lagi. Sampai saat Akib masuk ke dalam mobilnya lalu hendak menutup pintu, barulah ia panik. Gadis itu berlari terbirit-b***t tanpa berpikir lagi. Ia ngos-ngosan saat berhasil menahan pintu mobil Akib yang akan ditutup.  Akib? Tentu saja kaget dan tak menyangka Airin akan menghampirinya. Ini kesempatannya, gumamnya. Ia memasang wajah datar dan wajah pura-pura tak tahu apapun. Padahal jelas-jelas ia sudah mengikik di dalam hatinya. “Eung..... kak tadi buku gue dikemanain yah?” ujarnya gugup. Jantungnya sudah melompat-lompat kesana ke mari. Airin sampai takut Akib mendengar degup jantungnya. Namun satu hal yang ia tidak tahu, Akib tak jauh beda darinya. Sama-sama gugup dan menahan kegugupan itu. Belum sempat Akib menjawab, Airin sudah menepuk jidatnya. b**o! makinya dalam hati. Jangan bilang ketinggalan di RO! serunya lagi lalu menatap tak enak pada Akib karena sudah mencegatnya. Iya kan? Iya gak? “Eung...kak. Maaf. Gak jadi,” tuturnya lalu melompat pergi. Akib melongo dengan mata mengerjab-erjab. ♥♥♥ Terkunci. Sial! pekiknya lalu ia berlari tak beraturan menuju rumah Pak Yono—penjaga sekolahnya. Tiba di sana, diketuk-ketuknya pintu kuat-kuat sambil meneriakkan nama 'Pak Yono'. Terdengar suara pintu berderit karena ketukannya yang kuat. Ia meringis sendiri saat menyadari tangannya memerah. Pak Yono muncul dari samping rumah dengan tergopoh-gopoh. “Eung... itu, Pak. Saya mau pinjam kunci RO. Mau ngambil barang ketinggalan,” ucapnya dengan muka tak enak karena berlaku tak sopan. Pak Yono menggelengkan kepala namun memberikan kuncinya juga. Airin segera melompat-lompat menuju RO. Dari kejauhan, Akib menelengkan kepalanya. Ia takjub akan perilaku Airin yang kekanakan—hal pertama yang dilihatnya. Karena selama ini, Airin selalu jaga image tiap berada di sekitarnya. Gadis itu menungging ke sana kemari mencari bukunya yang jatuh di lantai. Kali-kali buku itu terperosok ke bawah meja atau kursi. Tapi sayang, ia tak menemukan apapun. Baru kemudian ia beranjak dan berbalik lalu tersungkur kanget saat melihat sosok Akib berdiri santai di ambang pintu dengan kedua tangan di dalam saku celana. Sejak awal melihat perilaku abnormal Airin, Akib puas-puas menahan tawanya. “Ngapain?” tanyanya dengan lagak tak bersahabat. Airin menddadak gagap—hal pertama yang muncul setiap bertemu Akib. Karena lelaki itu seperti membius semua sel-sel tubuhnya untuk berkhianat. “Nyari buku gue,” lirihnya. Akib mengangguk-angguk. Airin mengerutkan keningnya. Detik selanjut-nya, rasanya Airin menendang p****t lelaki itu. Udah? Gitu doang? Serunya sedih saat melihat lelaki itu berjalan menjauh dengan gaya sok cool yang memang cool. Sial! Datang ke sini Cuma buat meledek?! Airin mencebik bibirnya—kesal. Dikirannya Akib akan membantunya. Tapi ternyata....aish. Dihentakkan kakinya lalu ia berjalan keluar. Mengunci Ruang OSIS dan pergi mengembalikan kunci itu. Malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang. Karena Bu Sri tak mengenal toleransi dalam tugas dan ujian. ♥♥♥ Airin menghela nafas kesal. Tentu saja ia masih kesal karena tak menemu-kan bukunya. Ia bingung sendiri. Apa dibuang oleh petugas kebersihan? Ia menggeleng. Ia bisa merasakan lantai tadi masih berdebu saat jatuh tersungkur karena kaget akan kehadiran Akib. Ia berjalan ogah-ogahan ke pintu gerbang. Namun ia nyaris terpekik saat ada mobil yang menahannya. Itu. Akib. Lelaki itu menghadang jalannya. Sial! Pekiknya dalam hati. Yang jadi masalah adalah kenapa Akib harus menyetir dalam keadaan tampan seperti itu? Ia memijit-mijit dahinya—pusing akan sikapnya yang aneh dan mudah berubah kalau bertemu lelaki ini. Sementara itu, Akib malah membuka jendela mobilnya. “Buku lo,” tuturnya datar sambil menyodorkan buku berwarna pink salem dan ornamen bunga-bunga. Mata Airin langsung membulat sementara Akib menahan tawanya yang sudah akan meledak. Baru saja Airin akan mengambil buku itu, Akib sudah melesat dengan mobilnya. Kampreeeeeet! ♥♥♥ Akib bersiul-siul sepagi ini. Sampai di sekolah, ia keluar dari mobil sambil menenteng buku milik Airin. Sebenarnya kemarin ingin ia kembalikan buku itu, tapi rasanya terlalu cepat. Lagi pula ia bingung harus mengajak Airin bicara dari mana. Rasa pesimis itu memang menyerangnya sejak semalam. Tapi tiap mengenang kejadian kemarin, ia rasanya ditarik kembali. Airin cukup meresponnya. Pagi-pagi ini ia sudah berdiri di dekat kelas Airin seperti satpam. Beberapa adik kelas terheran-heran akan kemunculannya di sini. Bukan apa-apa, bagi mereka aneh saja. Tapi Akib tampak cuek dan tidak peduli. Ia malah sibuk meng-hentakan kaki sambil melirik ke kanan ke kiri mencari sosok Airin. “Ngapain lo?” sergah Gara. Lelaki itu menggosok-gosok hidungnya yang tak gatal. Ia berkacak pinggang melihat kemunculan Akib pagi ini. Malas merusak mood-nya yang sudah baik pagi ini, ia memilih menyingkir. Dari pada berdebat tak jelas dengan Gara—si lelaki cebol. ♥♥♥ Beberapa kali Airin menguap disela-sela sarapan paginya. Fadlan dan Mami menatapnya prihatin. Semalaman mereka menemani Airin begadang mengerjakan tugas meringkas sejarah sebanyak enam bab di buku paket. Mami bahkan tak berhenti mengomelinya karena baru akan dikumpul, baru mengerjakan tugas. Tapi gadis itu tentu saja mengelak. Ia berdalih jika sudah hampir selesai mengerjakan-nya namun catatan itu hilang. Tapi belaannya tak menolong sama sekali. Mami malah makin mengomeli sikap cerobohnya dan pikunnya itu. Airin hanya bisa menarik nafas. Ia kesal dan gondok pada Akib yang melarikan bukunya. Akhirnya yang menjadi korban lain adalah Fadlan. Sesekali lelaki itu membantu Airin menyalin ringkasan meski yah....tulisannya tidak membantu sama sekali. Tapi apa boleh buat. Waktu sempit dan syukur-syukur ada yang mau membantu. Kini ia hanya bisa berdoa kepada Allah agar Bu Sri tidak menambahinya tugas atau memberi hukuman. “Sarapannya dihabisin!” titah Maminya saat melihatnya tak nafsu makan. Pagi ini ia tak mandi karena kata Mami, tidak baik mandi kalau semalaman tidak tidur. Alhasil, ia bau-bau begini pergi ke sekolah. Lagi pula tak ada yang tahu ini. Ia berdeham dan makan dengan malas. Fadlan meliriknya sekilas. Ia juga tak mandi ke rumah sakit pagi ini gara-gara adiknya. Tapi ia bisa tidur di rumah sakit nanti setelah bicara sebentar dengan Fahri. Yang ia khawatirkan justru Airin. Takut staminanya tak fit. Kurang tidur bisa membuat kinerja otak menurun dan tubuh tiada berenergi. Usai makan, Airin langsung berpamitan. Ia bisa pastikan di perjalanan nanti ia akan tidur. Belum lagi di sekolah, astaga. Ia tak yakin bisa menahan kantuknya hari ini. Ia bergumam tak jelas saat Mang Didi membangunkannya. Sesekali ia menepis tangan Mang Didi yang menarik lengannya. Baru setelah keningnya dijentikkan, ia bangun meski bersungut-sungut. Sementara Mang Didi malah terkekeh. Airin turun dari mobil tanpa semangat sama sekali. Jalannya amburadul dan sesekali menguap. Kalau bukan karena Akib s****n itu, ia pasti takkan selemas ini. Jujur saja, tidak tidur semalamam ditambah tak mandi pagi itu membuatnya lemas minta ampun. Ia nyaris terpekik saat tiba-tiba ada tangan dan buku yang terarah kepadanya sepagi ini. Itu tangan Akib dan bukunya. Kampreeet! teriaknya frustasi. Dari kemaren kek! makinya. Ia mendelik tajam sementara Akib mengulum senyum dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Cool sih tapi Airin sedang tidak ingin memujinya sekarang. Mood-nya sedang tak bagus. Gadis itu dengan serampangan mengambil buku itu dari Akib. Ia injak kuat-kuat kaki lelaki itu lalu ia kabur. Mampus!  makinya tanpa menoleh lagi. Sementara Akib meloncat-loncat dengan sebelah kakinya karena sakit. Injakannya supeeer sekali. Akib meringis sambil berjalan pincang ke kelas. Gagal total rencananya untuk mengajak Airin bicara berdua. ♥♥♥ Akib bertanya-tanya kenapa sejak istirahat pertama sampai istirahat kedua ini ia tak menemukan Airin di mana pun. Ia malah lebih sering tak sengaja ber-papasan dengan Gara. Lelaki cebol—begitu ia menyematkan panggilan untuk Gara. Tapi memang benar kok, tinggi Gara sama dengan Airin yang tingginya hanya 160 cm. Untuk ukuran lelaki, tinggi seperti itu tentulah pendek. “Nyariin mantan?” ledek Dennis yang agak kesal karena ia bicara sejak tadi tapi malah diabaikan Akib. Lelaki itu malah berdeham lalu menandaskan minuman-nya. Ia beranjak dari bangkunya namun baru juga berbalik, Cinthya muncul dengan penuh senyum manis. Ia menghela nafas. Gadis ini pasti ingin menanyakan kenapa sms dan telponnya semalam ia abaikan. “Kamu kemana aja?” Nah kan. Nah kan. Malas. Akib malah berjalan meninggalkannya begitu saja. Dennis sudah ber-lagak mau muntah mendengar ucapan manja milik Cinthya. Kenapa sih cewek-cewek malah nyeremin banget kalau berlagak manja kayak gitu? Gak bisa apa mereka bersikap biasa aja? desahnya dalam hati. “Kib! Pleasee! Kalau ada masalah, ngomong sama aku!” paksanya yang ternyata menguntit langkah Akib. Beberapa kali Akib menepis lengannya yang di-tarik Cinthya. Lelaki itu ogah menghentikan langkahnya. Cristine yang sedang berjalan ke arah mereka langsung menyembunyikan diri saat melihat keduanya melangkah. Ia hendak ke toilet untuk mengambil air. “Akiiib!” teriak gadis itu frustasi saat Akib malah pergi meniggalkannya dengan langkah cepat. Cristine mematut-matut penampilannya takut dikira nguping. Ia keluar dari tempat persembunyiannya dan berlari menuju toilet. Ditengadahkannya air di dalam botol parfum kosong yang selalu ia bawa. Fungsinya untuk menyemprot wajah tapi berhubung isinya tandas, ia isi saja dengan air. Toh sama saja kan? Sama-sama mengandung oksigen. Ia segera berjalan menuju kelas. Matanya terpaku saat melihat Akib melirik-lirik ke arah kelasnya. Mencari Airin kah? Wah wah. Kalau benar, ini kabar besar! Ia berjalan, berpura-pura tak melihat Akib. Sayangnya Akib tak kan bisa melihat Airin. Gadis itu malah molor di bangku paling belakang dengan kaki men-juntai. Sejak jam pertama tadi dia sudah molor, untungnya tak satu pun gurunya yang sadar. Tapi setelah istirahat ini, Cristine tak bisa membiarkan Airin tertidur nyenyak. Masalahnya jam berikut adalah jam Bu Ratna. Wanita itu tak pernah lupa mengabsen muridnya. Kalau Airin terlihat ngantuk-ngantukan seperti ini, bisa-bisa ia dijemur sepanjang hari besok. Maka sebagai sahabat yang baik, Cristine tak kan tega membiarkannya dihukum. Disemprot-semprotnya wajah Airin. Gadis itu berdeham lalu menggeliat ke samping untuk menghindari air serangan Cristine. Tak ada kemajuan, Cristine semakin ganas menyemprot wajahnya. Gadis itu menggeliat ke kiri. Belum juga berhasil, Cristine menyemprot lagi. Dan.... BUUKKK Ia malah jatuh ke lantai dengan suara berdebam keras. Anak-anak di kelas puas terkikik saat sadar siapa yang jatuh. Airin langsung didera rasa pusing. Belum lagi rasa panas dihidungnya. Ia beranjak bangun dengan hidungnya yang merah dan....berdarah. Tak jadi mengikik, Cristine malah berteriak pada teman-teman sekelasnya untuk membopong Airin ke ruang kesehatan. Gadis itu kaget karena kelakuannya malah membuat musibah baru untuk Airin. Gara yang baru balik dari kantin dengan sebungkus plastik di tangan langsung berlari menuju teman-teman sekelasnya saat melihat keramaian. Dari jauh saja ia bisa melihat kalau yang dibopong adalah Airin. Sebab Cristine yang paling panik saat itu. Ia turut membantu membawa Airin ke ruang kesehatan sementara Akib tersenyum masam pada diri sendiri karena tak bisa membantu apapun. ♥♥♥
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN