Taehyung menarik selimut itu dari genggaman Jungkook. Tubuh polos Jungkook nyaris saja terekspos jika Jungkook tidak dengan sigap merespon tarikan itu dengan menarik kembali selimutnya.
Setelah itu Jungkook menggenggam selimut itu lebih erat dari sebelumnya. Melihat respon Jungkook saat Taehyung menarik selimut itu membuat Taehyung terkikik geli.
Di saat seperti ini sempat-sempatnya dia tertawa. Oh iya, aku baru ingat, disini aku lah korbannya bukan dia. Gerutu Jungkook dalam hati.
"Hentikan tawamu. Aku benar-benar sedang butuh penjelasan. Semalam kita tidak melakukan yang aneh-aneh kan?"
"Definisikan maksud kata aneh menurutmu."
"Kau tahu.. hal itu.. itu.. dua orang.. mmm.. di atas ranjang." Jungkook merasa malu sendiri untuk menjelaskannya. Salah satu tangannya bahkan bergerak ke segala arah untuk menjelaskan apa yang ingin ia katakan.
Kening Taehyung mengernyit. "Apa? Tidur? Itu biasa kan?" balas Taehyung dengan polosnya.
Jungkook mengerang kesal. "Aargh! Terserah. Aku tak mau tahu apa yang terjadi semalam. Anggap saja tidak pernah terjadi!"
"Kau benar-benar tidak ingin tahu?" tanya Taehyung mencoba membuat Jungkook tetap penasaran.
"Iya! Aku tidak mau tahu. Aku tak mau menganggapnya pernah terjadi." Jawab Jungkook dengan lantang berapi-api.
Taehyung membaringkan badannya, kembali terlentang sambil memandang langit-langit kamarnya.
"Sayang sekali. Mungkin aku akan berbagi pengalaman kita semalam dengan manajermu saja." Taehyung memejamkan mata sambil tersenyum, seolah sedang membayangkan apa yang terjadi semalam.
"JANGAN!!" cegah Jungkook dengan cepat.
Taehyung membuka matanya kembali dan menolehkan wajahnya ke samping kiri, ke arah Jungkook. "Kenapa?"
"Dia akan membunuhku." Gumam Jungkook.
Taehyung yang masih bisa mendengar gumaman Jungkook itu tertawa kecil. "Dia tidak mungkin membunuhmu Jungkookie. Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Pokoknya jangan ceritakan ke manajerku."
"Apa imbalan yang akan aku dapat? Bisakah aku mendapat morning kiss untuk pagi ini?"
"Huh? Untuk apa kau ingin ciuman dariku? Aku namja bukan yeoja." Timpal Jungkook.
Kemudian ia terdiam tertegun sesaat. Sebuah kemungkinan baru saja muncul di pikirannya.
"Apa kau gay?"
Taehyung tak kunjung menjawab malah tetap melempar senyum aneh ke arah Jungkook.
Jungkook baru saja akan mengulang pertanyaannya itu ketika terdengar dering ponsel. Jungkook mengenali dering itu sebagai dering dari ponselnya.
Ponselnya masih tersimpan di dalam kantong celananya yang tergeletak di lantai di sisi ranjang.
Tanpa mempedulikan apakah Taehyung akan memarahinya atau mungkin akan mengeluh kedinginan, Jungkook menarik selimut itu dan melilitkannya menutupi tubuhnya yang telanjang.
Jungkook tak menoleh sedikitpun ke arah Taehyung.
Bisa saja ia juga dalam keadaan tidak pakai baju, kan?
Jungkook menjaga pengelihatannya dari tubuh Taehyung, entah dia memang telanjang ataupun memakai bawahan.
Jungkook turun dari ranjang dengan susah payah karena selimut lebar yang kini melilit tubuhnya itu. Dengan berjongkok Jungkook merogoh kantong celananya dan mengambil ponselnya.
Jungkook duduk di sisi ranjang, membelakangi Taehyung, seraya mengangkat telepon dari manajernya.
"Halo hyung."
"Jungkook-ah. Kau tahu jam berapa ini? Kau ingat hari ini ada jadwal latihan kan?"
"Ah, iya. Aku ingat hyung."
"Kau dimana? Aku mencari ke apartemenmu tapi apartemenmu kosong. Apa Taehyung membawamu ke apartemennya?"
Jungkook tertegun sesaat.
Manajernya tahu yang membawanya adalah Taehyung. Berarti manajernya-lah yang mengizinkan Taehyung membawanya pergi. Jungkook bisa mendengar manajernya itu memanggil namanya lagi.
"Oh.. mmm iya hyung. Aku di apartemennya."
"Apa aku harus menjemputmu kesitu? Atau kau mau pulang ke apartemenmu dulu sebelum ke tempat latihan?"
Jungkook lagi-lagi berpikir. Sebisa mungkin Taehyung jangan sampai bertemu dengan manajernya untuk saat ini.
Tapi bagaimana cara dia pulang?
Naik taksi?
Jungkook yang sedang berpikir itu tak menghiraukan pergerakan ranjang yang ia duduki sampai sebuah kecupan mendarat di sudut kanan bibirnya yang tidak menempel dengan ponsel.
Badannya langsung membeku.
"I love you." Bisik Taehyung begitu lembut dari arah belakangnya.
Taehyung membisikinya tepat di telinga kanannya, sampai membuat bulu romanya berdiri.
Jungkook masih diam membatu meskipun Taehyung yang lewat di sampingnya turun dari ranjang itu sudah masuk ke ruangan yang Jungkook tebak adalah kamar mandi.
Mata Jungkook masih melebar menatap kosong ke lantai tempat kakinya berpijak.
"Jungkook? Jungkook? Kau masih mendengarku, kan?" panggilan manajernya itu hanya bisa mengembalikan setengah kesadaran Jungkook.
"Nng.. ya.. nng hu-uhm." Jungkook bergumam tidak jelas.
"Kau baik-baik saja, kan? Apa kepalamu sakit?"
Jungkook bahkan lupa dengan hangovernya karena terlalu shock tadi. "Oh.. mmm.. yah.. sedikit."
"Kalau begitu aku akan menjemputmu saja."
"Ah, tidak usah. Hyung tunggu di apartemenku saja."
"Kau yakin?"
"Mmm.. ya."
"Baiklah."
Hubungan telepon itu terputus. Suara shower terdengar dari ruangan yang Taehyung masuki. Jungkook dengan secepat kilat memakai bajunya yang berserakan di lantai dan buru-buru keluar dari apartemen Taehyung.
*
*
*
Harinya yang buruk, menjadi semakin buruk saat koreografernya murka karena dia tidak bisa berkonsentrasi dengan gerakan dancenya.
Walaupun Jungkook dengan gigih berusaha berkonsentrasi, tetap saja ada yang kurang dari gerakannya. Kadang dia salah gerakan, bahkan kadang gerakannya dianggap kurang pas oleh sang koreografer.
Koreografernya makin marah dengan fakta bahwa gerakan yang sedang mereka latih sebenarnya adalah gerakan dance Jungkook--yang biasanya--yang seharusnya Jungkook hafal di luar kepala.
Sang koreografer menyerah dengan Jungkook yang terkadang pandangannya terlihat kosong. Jungkook diberi waktu untuk istirahat dan mencoba mengembalikan konsentrasinya.
Tak lama setelah si koreografer keluar, Yoongi memasuki ruang yang dikelilingi cermin itu. Manajernya hanya bisa menggeleng-geleng saat mendapati Jungkook terduduk lesu menyandarkan punggungnya di sudut ruangan. Kepalanya tertunduk menatap lantai.
"Sebenarnya ada apa denganmu?"_ tanya Yoongi seraya mendekati Jungkook. "Kau terlihat tidak bersemangat sejak pulang dari apartemen Taehyung. Aku memperhatikanmu mengerutkan kening selama perjalanan kesini." Yoongi duduk di hadapan Jungkook.
Jungkook menggeleng pelan. "Aku.. lelah." Lirih Jungkook.
Dia tidak mungkin menceritakan kejadian di apartemen Taehyung pada siapapun bahkan manajer sekaligus hyung kepercayaannya itu.
"Apa karena pesta semalam? Kau masih sakit kepala?"
Jungkook terdiam sejenak, kemudian menggeleng. "Hyung, aku boleh tanya sesuatu?"
Yoongi mengangguk.
"Kau tahu dunia gay?" tanya Jungkook dengan ragu.
"Hmm.. tidak juga. Ada apa?"
Terselip rasa ragu bagi Jungkook untuk melanjutkan topik ini.
"Kau gay?" selidik Yoongi melihat mata Jungkook yang bergerak seperti mempertimbangkan sesuatu.
"Huh? Oh. Tidak. Aku.. aku hanya penasaran." Jawab Jungkook sedikit panik.
Yoongi terkekeh. "Kalaupun iya juga tidak apa-apa. Asal fansmu tidak tahu." Yoongi kembali terkikik.
Mata Jungkook melebar menatap Yoongi yang masih tertawa geli. Jungkook mengalihkan pandangannya saat merasakan kehangatan menjalar di wajahnya.
"Bukan begitu Hyung! Aku hanya ingin tahu bagaimana hubungan yang seperti itu. Itu.. itu kan tidak wajar. Bagaimana bisa laki-laki suka dengan laki-laki? Lalu kenapa sampai ada yang menikah? Apa enaknya jika sesama jenis? Mereka, kan, jadi tidak punya keturunan." Celoteh Jungkook panjang lebar, panik karena ingin mengklarifikasi kesalahpahaman si manajer.
Tapi celotehnya itu malah makin membuat Jungkook malu sendiri.
"Cinta tak mengenal gender, Jungkook-ah. Aku tak bisa menceritakannya. Kau harus merasakannya sendiri untuk tahu bedanya. Lagipula darimana kau bisa berpendapat bercinta dengan sesama itu.. mmm.. aneh? Jangan-jangan kau habis nonton film porno ya?"
Jungkook buru-buru melambaikan kedua tangannya ke hadapan Yoongi sebagai tanda ‘tidak’.
"Bukan, bukan! aku hanya bertanya Hyung~"
"Hmmm, benarkah?" Yoongi memicingkan mata dan melirik Jungkook dari ekor matanya dengan curiga.
Jungkook memanyunkan bibir bawahnya, berusaha mengeluarkan aegyo terbaiknya untuk lolos dari tuduhan manajernya itu.
Keduanya masih dengan sengit saling melempar tatapan, yang satu tatapan curiga dan yang satunya lagi tatapan memelas, saat seseorang memasuki ruangan itu.
"Mmm, apa aku sedang mengganggu sesuatu?" kening orang itu berkerut melihat keduanya hanya saling diam dan saling tatap.
Jungkook tersentak bersamaan dengan Yoongi yang menoleh ke sumber suara.
"Ah, Taehyung-ssi. Ada urusan apa sampai repot-repot ke sini?" Yoongi berdiri dengan diikuti Jungkook yang akhirnya berdiri di samping Yoongi.
"Aku ingin mengembalikan kunci ini. Ini pasti milik Jungkook." Jawab Taehyung sambil mengulurkan tangan kanannya yang memegang kunci.
Kunci itu adalah kunci apartemen Jungkook yang dengan bodohnya Jungkook tinggalkan di Apartemen Taehyung.
Jungkook baru sadar kuncinya tidak ada dalam kantong celananya saat ia sampai di depan pintu apartemennya. Untungnya manajernya memiliki kunci duplikat.
Karena itulah kadang manajernya bisa masuk setiap saat terutama jika Jungkook memiliki schedule pagi.
Jungkook tak sengaja meninggalkan kunci itu saat ia dengan buru-buru memakai bajunya dan tanpa sadar kuncinya terjatuh. Seharusnya Jungkook bisa mendengar bunyi kunci itu terjatuh jika saja kunci itu tidak jatuh di atas selimut yang Jungkook biarkan tergeletak di atas lantai.
Melihat Jungkook yang tak kunjung mengambil kunci itu dari tangan Taehyung, Yoongi menyikut lengan Jungkook perlahan, membuat Jungkook yang cemberut semenjak kedatangan Taehyung tersadar dan mengambil kunci itu dengan kasar, tanpa mengucapkan terima kasih.
Yoongi baru saja akan memarahi Jungkook yang sudah tidak sopan pada Taehyung itu saat seorang namja dengan girang masuk ruangan itu dan langsung memeluk Jungkook dari samping kirinya dengan erat.
"Jungkookiiiieee~ lama tak bertemuuu~" Namja yang bernama Park Wojin itu mendaratkan kecupan di pipi kiri Jungkook.
Wojin adalah salah satu trainee di manajemen tempat Jungkook bernaung. Jungkook sudah menganggapnya seperti adiknya sendiri. Jungkook langsung tersenyum melihat dongsaengnya itu.
"Akhir-akhir ini aku sibuk. Jadi tak bisa menemuimu. Bagaimana trainingmu? Kau tidak sedang membolos untuk menemuiku kan?"
Wojin menggeleng dan mengusap-usap pipinya ke pundak Jungkook dengan manja. "Aku sedang istirahat. Aku langsung kesini begitu tahu kau ada di sini."
"Ehem!"
Lovey dovey antara Jungkook dan Wojin diganggu oleh deheman dari orang yang tidak lain adalah Taehyung.
Wajah Jungkook kembali tertekuk saat menatap Taehyung. "Wojinie, dia..."
"Aku tahu!" ucap Wojin dengan antusias sembari melepaskan pelukannya pada Jungkook. "Anda Taehyung, kan?"
Taehyung tersenyum, senyum yang terlihat sedikit mengeluarkan aura seram.
"Ya. Aku Taehyung."
Dengan menggebu-gebu layaknya fans yang bertemu idolanya, Wojin menyalami tangan Taehyung yang bahkan belum terulur ke arahnya.
"Waah.. aku tidak menyangka bisa bertemu artis besar di sini. Ada urusan apa? Urusan pekerjaan dengan Jungkookie? Atau dengan pimpinan? Apa..."
"Wojin-ah. Jangan memberondonginya dengan pertanyaan. Satu persatu saja." Potong Yoongi.
Dengan perlahan Wojin melepaskan tangan Taehyung dari genggamannya. "Ah, maaf. Aku terlalu excited."
Wojin menyengir lebar yang hanya dibalas senyum oleh Taehyung.
"Taehyung-ssi. Apakah kau masih ada urusan denganku selain mengembalikan kunci?" tanya Jungkook dengan nada yang tak bersahabat.
Taehyung berpikir sejenak kemudian menggeleng.
"Kalau tidak, aku ingin melanjutkan latihanku." Lanjut Jungkook, masih berusaha terlihat sopan karena ada manajernya di situ.
"Jungkook-..” Yoongi melotot ke arah Jungkook.
Taehyung memotong omelan yang sudah akan keluar dari mulut Yoongi.
"Baiklah. Lagipula aku juga ada jadwal sebentar lagi."
"Aku akan mengantarmu keluar." Tawar Yoongi yang dibalas anggukan oleh Taehyung.
Sekilas Taehyung menatap Wojin kemudian Jungkook, seperti tak rela pergi. Tapi panggilan Yoongi menariknya untuk pergi dan mengalah pada jadwal-jadwalnya.
"Jungkookie.." panggil Wojin begitu Yoongi dan Taehyung sudah keluar dari ruangan itu dan suara derap langkah mereka sudah menjauh.
"Entah kenapa tapi aku merasa Taehyung marah padaku. Apa tadi aku terlalu tidak sopan ya?"
"Dia bukan raja Jin-ah. Dia tidak perlu diagung-agungkan. Yang kau lakukan tadi wajar." Jungkook mencoba beralasan.
Sembari menyalakan musik dari komputer yang terletak di sudut ruangan, Jungkook tersenyum ke arah Wojin dan berkata, "Sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan. Bagaimana kalau kau menemaniku latihan saja? Sambil menunggu jam istirahatmu selesai."
Wojin langsung tersenyum lebar dan lonjak-lonjak kegirangan.
*
*
*
*
Penat. Pikiran Jungkook terasa penat. Hari ini benar-benar bukan hari keberuntungannya. Bangun dengan kondisi yang sangat tidak ia inginkan, dimarahi koreografer, belum lagi mendapat omelan dari manajernya selama perjalanan dari perusahaan menuju apartemennya hanya karena Yoongi menganggap sikap Jungkook terhadap Taehyung tadi siang tidak sopan.
Selama mendapat omelan itu, Jungkook hanya mencibir dalam hati, kau tak tahu sifat aslinya, kau tak tahu iblis yang ada dalam dirinya, dan yang terakhir kau tak tahu apa yang sudah dia lakukan pada artis kesayanganmu ini.
Walaupun berkali-kali Jungkook mencoba membongkar kejelekan Taehyung, tetap saja Yoongi selalu beralasan bahwa Jungkook hanya belum terlalu mengenal Taehyung.
Ceh! Tak butuh waktu seminggu bagi Jungkook untuk tahu sifat asli Taehyung.
Gelagat Yoongi yang selalu membela Taehyung, membuat Jungkook sempat berpikir, apa dia fans berat artis bermuka dua itu?
Atau jangan-jangan ia menaruh hati pada Taehyung?
Pikirannya itu mendadak memunculkan kembali ingatannya tentang obrolannya dengan Yoongi.
Apa internet bisa membantunya?
Dengan bantuan ponsel, Jungkook mencari segala sesuatu yang berhubungan tentang dunia gay.
Baru saja keluar dari lift, langkahnya terhenti.
Apartemennya memang agak sepi apalagi menjelang malam, jadi tidak akan ada yang protes jika ia berhenti di tengah jalan tepat di depan pintu lift.
Langkahnya terhenti saat matanya menangkap informasi di layar ponselnya. Seperti ada aliran listrik dari kaki mengalir sampai ubun-ubunnya, bulu kuduknya berdiri mengikuti aliran tersebut.
"Jadi begitukah hubungan intim antar laki-laki?" gumamnya pelan setelah membaca apa yang tertera di layar ponselnya.
Jungkook memegangi pinggangnya dengan satu tangan, sambil meregangkan kedua kakinya. Jungkook tidak merasa sakit terutama di bagian punggung dan di bagian antara pahanya, kecuali rasa pegal sehabis latihan dance tadi.
Padahal di ponselnya tertera jelas bahwa ‘hubungan intim’ itu bisa saja menimbulkan efek sakit, pegal, bahkan sulit berjalan setelahnya. Tapi semua itu tidak terjadi pada Jungkook.
Jungkook bahkan masih bisa dengan lincah menari tadi, walaupun pada akhirnya sang koreografer masih memarahinya karena kurang konsentrasi pada gerakannya.
"Jadi, sebenarnya apa yang aku lakukan dengannya semalam?" batin Jungkook sambil kembali berjalan menyusuri koridor menuju pintu apartemennya.
Begitu Jungkook masuk ke apartemennya, Jungkook menghirup aroma lezat dari arah dapurnya. Keningnya mengerut saat mendapati sepiring omelet tertata cantik ditemani sendok dan garpu di atas meja. Di permukaan omelet itu terdapat tanda hati yang dibuat dari saus tomat dan sambal. Ada kertas kecil terlipat yang ditindih dengan garpu.
Jungkook mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang tertera di situ.
Jungkookie, aku tahu kau pasti lapar sesampainya di apartemen. Karena itu aku menyempatkan diri membuatkanmu apa yang aku bisa sebelum melakukan jadwalku. Aku sedih karena kau pergi tanpa pamit tadi pagi. Tapi terimakasih kau telah meninggalkan kuncimu. Hehehe.
Wajah Jungkook cemberut kesal. Dilihat dari makanan itu yang masih sedikit beruap, Taehyung pasti baru saja mendatangi apartemennya.
Taehyung pasti datang setelah dia mengembalikan kunci.
Taehyung pasti sudah menduplikasi kuncinya.
Jungkook mengerang kesal.
Walaupun begitu, Jungkook masih membaca secarik memo itu sampai selesai.
Maaf aku tak bisa menemanimu makan omelet itu. Padahal aku sangat ingin sekali mendapat kecupan terima kasih darimu. Aku akan datang setelah kegiatanku selesai agar kau bisa memberikan kecupanmu itu. Sampai ketemu nanti. Chu~ :-* =]
Oh, tidak. Sekarang Jungkook merasa kepalanya hampir meledak. Merasa stres, tertekan dan juga kesal. Ini lebih buruk dari saat ia dikejar-kejar fans gilanya. Walaupun di memo itu tidak tertulis nama penulisnya, Jungkook sudah tahu itu dari Taehyung.
Selezat apapun bau dan rupanya, omelet yang ada di atas mejanya itu adalah buatan Taehyung. Jungkook tidak mau membuat Taehyung merasa bangga karena Jungkook mau memakan omeletnya.
Jungkook lebih memilih meninggalakan omelet itu dan memutuskan untuk delivery saja. Tapi baru langkahnya sampai di ambang pintu dapur, perutnya berbunyi merengek minta diisi.
"Aiish! Aku tahu kau lapar. Aku akan memesan makanan. Bersabarlah!" omel Jungkook pada perutnya sendiri.
Seolah perutnya mengerti ucapan Jungkook, perutnya kembali berbunyi.
Jungkook berpikir sejenak. Jika ia memilih delivery, dia harus menunggu sampai makanannya sampai dan pasti akan menghabiskan waktu paling cepat 15 menit. Sedangkan perutnya sudah meronta-ronta minta makan.
Jungkook memutar kepala melirik ke arah omelet di atas meja. Jungkook menelan air liur yang mulai keluar tak terkendali. Jungkook menghampiri omelet itu.
"Hanya sekali. Aku sedang terdesak. Perutku berkhianat padaku. Jadi kau jangan senang dulu." Tuturnya sambil menunjuk-nunjuk omelet itu.
Satu suapan, Jungkook tertegun dengan rasa yang memanjakan lidahnya. Jungkook hampir meneriakkan kata lezat jika saja dia tidak ingat Taehyung-lah yang membuat itu.
Jungkook menghembuskan nafas lega kekenyangan setelah menghabiskan sepiring omelet. Jungkook melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam.
Ia bertanya-tanya apa Taehyung jadi datang ke apartemennya?
Mengingat nama Taehyung selalu membuat moodnya memburuk. Ditambah lagi, pikirannya kembali terisi dengan bayangan kejadian tadi pagi, mulai dari perdebatannya, Taehyung yang tiba-tiba mengecupnya, sampai kata ‘i love you’ dari Taehyung.
Jungkook geram karena kembali diingatkan bahwa itu semua yang membuatnya dimarahi koreografer dan ditambah omelan dari manajernya.
Jungkook berpikir, ia butuh pelepasan stres. Dia juga harus menghindar dari Taehyung malam ini, entah Taehyung akan benar-benar datang atau tidak, yang jelas dia harus merilekskan otaknya kembali.
Kalau diingat-ingat, ia sudah lama tidak ke bar. Terakhir Jungkook ke bar adalah saat pesta debutnya yang hanya dirayakan berdua dengan Yoongi. Kali ini ia tak mungkin diijinkan oleh Yoongi ke bar.
Sekarang statusnya adalah seorang penyanyi, dia harus menjaga namanya dan sebisa mungkin menjauhi tempat yang bisa menimbulkan berita negatif baginya.
Tapi Jungkook benar-benar ingin melepas stres. Paling tidak hanya sekali sebelum ia harus berjuang di syuting perdananya besok.
Akhirnya setelah mandi, Jungkook memakai jaket dan topi sebagai alat penyamarannya dan pergi ke salah satu bar yang pernah ia datangi, menggunakan taksi.
Setelah terlewat dari pemeriksaan penjaga di depan pintu bar, Jungkook masuk dan berjalan menuju meja tempat bartender mengolah minumannya. Jungkook memesan minuman dengan kadar alkohol rendah. Dia tidak berniat untuk mabuk-mabukan, ia hanya ingin mendapat hiburan.
Jungkook mengamati orang-orang yang mengisi bar itu. Ada yang menari mengikuti irama musik yang diberikan sang Dj, ada yang sibuk menenggak botol minumannya, bahkan ada yang sedang b******u di pojok ruangan.
Cahaya remang-remang bar itu membuat Jungkook tak bisa melihat ke seluruh penjuru ruangan dengan jelas. Jungkook hanya tersenyum membalas kerlingan nakal yang diberikan gadis-gadis seksi berpakaian minim yang melewatinya.
Jungkook kembali terfokus dengan minuman di mejanya yang tinggal setengah. Jungkook hampir mengeluarkan kembali sisa minuman di gelasnya yang sudah masuk ke mulutnya saat seseorang berbicara tepat di telinga kirinya.
"Kau penyanyi yang nakal, Jungkookie."
Tak banyak yang memanggilnya dengan nama itu. Hanya Yoongi, Wojin dan..
"Yah! Kenapa kau di sini?" Jungkook melotot tajam ke arah..
Taehyung.
"Memangnya aku tidak boleh kesini? Aku sudah memberitahumu kalau aku akan datang ke apartemenmu kan? Kenapa kau malah pergi? Untung saja aku datang tepat saat kau baru keluar dari apartemen."
"Kau mengikutiku?" teriak Jungkook, walaupun suaranya teredam oleh kerasnya suara musik.
"Aku tidak punya pilihan lain, kan Jungkookie. Aku rindu padamu." Taehyung mencubit kedua pipi Jungkook dengan gemas.
Jungkook menepis kedua tangan Taehyung. "Yah!! Aku tak peduli apa urusanmu. Tapi aku kesini untuk bersenang-senang melepas stres. Jangan ganggu aku!" Jungkook meminta bartender mengisi ulang gelasnya.
Taehyung yang kini duduk di kursi di sampingnya mengernyit aneh ke arah Jungkook. "Kalau kau ingin melepas stres, aku bisa membantumu."
"Aku tak butuh bantuanmu." Ucap Jungkook dengan ketus. Lagipula aku stres gara-gara kau, tambah Jungkook dalam hati.
Jungkook menyeruput isi gelasnya yang sudah diisi ulang oleh si bartender.
Seorang gadis mengerling menggoda Jungkook. Jungkook membalas dengan kerlingan juga.
"Jungkookie~" rengek Taehyung.
Jungkook mengalihkan tatapannya dari si gadis. "Apa? Sudah kubilang jangan ganggu aku."
"Aku cemburu. Kau selingkuh di depanku Jungkookie."
"Selingkuh? Aku bukan kekasihmu dan aku tidak mungkin menjadi kekasihmu. Aku namja dan kau juga namja. Kalau kau mau mencari orang untuk kau pacari, banyak wanita bertebaran di sini." Jungkook terus berceloteh tanpa mempedulikan raut wajah Taehyung yang semakin kelam.
"Aku di sini ingin bersenang-senang, jadi jangan ganggu aku dan aku juga tidak akan mengganggumu."
Kalimat terakhir dari Jungkook sebelum dia membayar minumannya dan beranjak dari kursi saat ia mendapati gadis tadi memainkan jari telunjuknya mengisyaratkan Jungkook untuk menghampirinya.
Walaupun bermain dengan wanita bukan agendanya datang ke bar malam itu, tapi Jungkook tidak punya pilihan lain agar bisa pergi menjauh dari Taehyung.
Baru beberapa langkah Jungkook berjalan mendekati gadis yang berdiri beberapa meter di depannya itu, seseorang menarik tangannya dengan kasar dan menggeretnya keluar bar.
"Yah!! Apa yang kau lakukan hah?"
Orang yang tak lain adalah Taehyung itu menariknya ke pelataran parkir dan mendekati sebuah mobil hitam. Taehyung membuka pintu belakang mobil itu dan mendorong Jungkook ke dalamnya. Jungkook tersungkur masuk ke bagian kursi belakang mobil itu.
Taehyung masuk dari sisi lain mobil itu. Jungkook yang akhirnya bangun terduduk mencoba membuka pintu tapi terkunci. Taehyung menarik wajah Jungkook agar menghadapnya. Taehyung membelai lembut pipi kiri Jungkook.
Jungkook menepis tangan Taehyung dengan kasar. "Apa yang kau lakukan? Kenapa membawaku kesini. Aku ingin bersenang-senang di dalam sana."
"Aku akan membantumu bersenang-senang di sini Jungkookie."
Jungkook mendengus. Dia akan malah makin stres jika di sini berdua dengan Taehyung.
"Aku tidak mau. Aku mau ke dalam."
Sekali lagi Jungkook mencoba membuka pintu. Baru saja ia akan meraih tuas kunci mobil itu saat Taehyung menariknya menempelkan dadanya dengan d**a Taehyung kemudian menciumnya.
Jungkook melawan sekuat tenaga untuk terlepas dari pelukan dan ciuman Taehyung. Giginya tertutup rapat menghalangi akses lidah Taehyung yang mulai menjilati bibir bawahnya dengan liar.
Taehyung menarik diri dan menyeringai.
"Rupanya kau jenis yang susah dijinakkan ya. Aku akan membuatmu jinak Jungkookie."
Dengan tangan kirinya, Taehyung memegang pergelangan tangan kanan Jungkook dan membawanya ke atas kepala Jungkook. Tangan kanannya mencengkeram lengan kiri Jungkook. Taehyung mencondongkan tubuhnya ke arah Jungkook yang membuat Jungkook bersandar di pintu dan kepalanya menyentuh jendela.
"Lepaskan aku!" desis Jungkook.
Tak mendengarkan Jungkook, Taehyung mendaratkan bibirnya ke bibir Jungkook. Jungkook melawannya dengan menggeliat dan sesekali menendang-nendang dengan kakinya.
Mata Jungkook terbelalak dan semua gerakannya terhenti saat tangan kanan Taehyung yang tadinya mencengkeram lengannya kini jatuh ke bagian depan celananya dan mengusapnya pelan.
Sadar dengan perbuatan Taehyung, Jungkook kembali meronta-ronta dan menggeleng-gelengkan kepala agar bibirnya terlepas dari bibir Taehyung.
Bibirnya berhasil terlepas, tapi begitu terlepas, lenguhan lirih keluar dari mulutnya saat tangan Taehyung itu meremas perlahan bagian depan celananya itu.
Taehyung yang mengecupi leher Jungkook terkikik. "Aku berhasil menjinakkanmu."
"Hentikan!" pekik Jungkook.
Lagi-lagi Taehyung tidak mendengarnya dan malah makin liar menciumi leher Jungkook. Tangan kiri Jungkook yang terbebas mencengkeram erat lengan Taehyung yang mengusap dan sesekali meremas bagian depan celananya itu.
Mata Jungkook kembali melebar saat tangan Taehyung itu membuka resletingnya dan menurunkan sedikit boxer dan celana dalam Jungkook, cukup untuk mengeluarkan teman kecil Jungkook.
Jungkook menggigit bibir bawahnya agar lenguhan tidak keluar dari mulutnya saat tangan Taehyung yang hangat menyelimuti juniornya dan mengocoknya perlahan.
Taehyung yang masih sibuk mengecup dan menjilati lehernya berbisik di telinganya. "Jangan tahan suaramu Jungkookie."
Jungkook hanya bisa memejamkan mata dengan erat dan semakin menggigit bibirnya. Tenaga Jungkook serasa menguap karena sensasi asing yang dirasakannya saat ini.
Jujur Jungkook tidak pernah melakukan ini.
Ini hal asing baginya. Jungkook hanya bisa menggerutu dalam pikirannya.
Jangan melenguh. Dia akan bangga jika suara itu berhasil keluar dari mulutmu. Dia namja, dan kau juga namja. Tangannya tak mungkin bisa membuatmu o*****e.
Jungkook tahu apa yang Taehyung lakukan padanya. Jungkook sempat membacanya di layar ponselnya tadi. Walaupun otaknya memaksanya untuk tidak bereaksi terhadap sentuhan Taehyung itu, tetap saja otak kedua yang sedang dimanjakan oleh Taehyung di bawah sana menolak mengikuti perintah otak pertamanya.
Taehyung mengocok dan meremas junior Jungkook sampai mengeras dan berdiri dengan bangganya. Nafas Jungkook mulai tidak teratur. Tenggorokannya tercekat menahan suara-suara yang ingin Taehyung dengar. Tubuhnya terjengat saat dengan ibu jarinya Taehyung bermain dengan ujung junior Jungkook, membawa Jungkook menuju klimaksnya.
Taehyung kembali menggerakkan tangannya naik turun sepanjang junior Jungkook dengan gerakan seperti memeras s**u saat Jungkook sampai pada klimaksnya dan cairan putih keluar dari ujung juniornya dan mengotori langit-langit mobil Taehyung.
Taehyung seperti memeras juniornya sampai tetesan terakhir keluar dari ujung juniornya.
Taehyung menarik tangannya dari junior Jungkook dan mengecup bibir Jungkook sebelum ia benar-benar menarik diri dari Jungkook.
Taehyung sibuk menjilati cairan Jungkook di tangannya saat Jungkook masih sibuk untuk mengatur nafasnya.
Pandangan Jungkook mengabur karena o*****e intens yang baru saja terjadi. Peluh membasahi seluruh tubuhnya, udara di dalam mobil seakan belum cukup mengisi paru-parunya.
Saat Jungkook melihat Taehyung sibuk membersihkan tangan dan bagian dalam mobil yang terkena cairan Jungkook dengan tisu, Jungkook cepat-cepat membenahi celananya dan menresleting celananya. Dengan gerakan cepat Jungkook membuka pintu itu dan keluar dari mobil berlari menjauhi mobil itu dan mendekati jalan raya.
Badannya sedikit terhuyung saat kakinya baru menapak tanah. Lututnya serasa lemas karena efek orgasmenya.
Jungkook menyetop taksi dan langsung masuk ke kursi penumpang bagian belakang. Taksi itu mulai melaju ke arah yang sesuai Jungkook katakan pada si supir. Selama perjalanan, Jungkook hanya bisa meringkuk memeluk dirinya.
Tubuhnya bereaksi aneh. Badannya terasa hangat dan panas di beberapa titik yang dijamah oleh Taehyung.
Bayangan tentang apa yang baru saja terjadi masih terngiang-ngiang dalam benaknya.
Shit!