17 - Another Dream

1589 Kata
            Selena menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan merasa amat letih hingga hanya dalam beberapa detik ia langsung tertidur.             Pikirannya kembali melayang-layang dan lagi-lagi memimpikan hal yang sama. Ia menunggu detik-detik dirinya dipanggil oleh pria misterius yang belum diketahui sosoknya sama sekali.             Duk...! Duk...! Duk...!             Ada sebuah suara membentur dinding yang berusaha diacuhkan oleh Selena. Ia masih belum ingin bangun dari mimpinya karena rasa penasarannya begitu besar.             Duk...! Duk...! Duk...!             Bunyi itu mulai mengusik Selena dan mimpinya mulai mengabur. Oh, tidak... ia belum ingin bangun dan menunggu satu malam lagi hanya untuk mengetahui nama gadis misterius itu. Selena kembali memusatkan dirinya pada mimpi yang hampir lenyap itu dan pemandangannya berhenti mengabur. Nampaknya ia berhasil.             “...Theresa !.........”             Selena membatin gembira karena berhasil menunggu panggilan itu dan akhirnya mengetahui nama sang gadis yang diperankan olehnya. Tapi, ada kata-kata lain yang diucapkan pria itu dan Selena tidak bisa mendengarnya lebih jelas. Bunyi benturan itu semakin besar hingga membuat perhatiannya teralih ke dunia nyata.             Selena membuka matanya lebar-lebar karena terkejut mendengar bunyi benturan itu semakin besar. Suara itu datang dari sebelah kanannya. Selena bisa melihat jam dinding di kamarnya yang masih temaram dan menyadari bahwa hari masih tengah malam. Ia mengutuki siapa yang membuat suara benturan itu karena ia masih penasaran dengan kelanjutan mimpinya.             Tapi, beberapa detik kemudian Selena mengernyit. Bunyi benturan itu rasanya sangat dekat dengannya dan sepertinya masih di ruangan yang sama dengannya. Dengan hati mencelos, Selena perlahan-lahan menolehkan kepalanya ke sebelah kanan yang merupakan bekas tempat tidur Grissham. Ia masih tidur terlentang dan bahkan tidak berani menggerakkan bagian tubuhnya yang lain. Entah kenapa ada perasaan takut yang menjalarinya dan bahkan bulu kuduknya merinding seketika.             Selena hendak memekik karena melihat sesuatu yang janggal di tempat tidur Grissham. Matanya membelalak saat melihat ada seseorang yang duduk di sana dan membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Selena tidak bisa melihat siapa yang ada di sana karena gelap dan pelan-pelan matanya melirik ke arah pintu. Terkunci !             Bagaimana orang itu bisa masuk ke kamar Selena dan kenapa dia membentur-benturkan kepalanya ke dinding ? Pertanyaan itu mulai timbul di pikiran Selena dan ia meneguk ludah dengan tegang. “Ha... halo...? Si... siapa itu...?” tegur Selena dan ia dapat mendengar suaranya tercekat aneh.             Sosok misterius yang masih membentur-benturkan kepalanya di dinding tiba-tiba berhenti melakukan aksinya. Selena masih menatapnya sambil meneguk ludah lagi. Ia tidak berani melihat wajah yang masih menghadap tembok itu. Tapi, ia juga tidak bisa memalingkan wajahnya dari si penyusup.             Perlahan-lahan, sosok misterius itu menolehkan wajahnya ke arah Selena. Sebelum Selena sempat melihat wajah itu, kakinya kembali bergerak lebih cepat dari pikirannya. Selena langsung melompat bangun dan membuka pintu secara terburu-buru. Ia berlari keluar dari kamarnya dan langsung menggedor kamar Ian secepatnya.             Ian masih tidak membukakan pintunya dan Selena semakin kuat menggedornya bahkan sampai memaksa membuka kenop pintunya. Tidak dikunci !             Selena memandang sekeliling kamar itu yang kosong melompong. Tidak ada tanda-tanda ada yang tidur di sana. Ranjangnya masih rapi tak tersentuh sama sekali dan tidak ada barang apapun di meja seperti kamar itu tidak memiliki penghuni.             Selena bingung dan ia langsung berlari ke arah ruang bersantai. Semua lampu telah padam dan gadis itu memandang sekeliling ruangan tenang itu. Tidak ada siapapun juga. Kemana Ian ??? pikir Selena dengan bingung.             Ia berjalan menyusuri lorong menuju kamar Isabelle. Matanya tiba-tiba melirik pintu kamar Sir Rudolph Tramonde yang terbuka sedikit. Selena tidak jadi mengetuk kamar Isabelle dan ia malah melangkahkan kakinya ke kamar utama itu.             Selena mengintip ke dalam dan tidak melihat siapapun di sana. Ia hendak berbalik kembali sebelum akhirnya matanya melihat sesuatu yang berwarna pirang tergeletak di ranjang raksasa itu. Selena mengenali warna itu dan kali ini ia benar-benar penasaran hingga rasa takut tadi telah menghilang begitu saja.             Kakinya langsung melangkah masuk ke dalam kamar itu dan tatapannya tidak beralih dari rambut pirang yang menjadi pusat perhatiannya. Selena terkejut saat melihat siapa yang tidur di ranjang utama, Ian.             Selena menggoyangkan lengan Ian sambil mengernyit. Lelaki itu tidak bergeming sama sekali seperti mati. Selena kembali menggoyangkan lengannya dan masih tidak ada respon dari Ian. Gadis itu meneguk ludah dan mulai sedikit cemas. Ia mengarahkan jarinya ke hidung Ian. Tidak bernapas ! “Astaga...” gumam Selena terkejut dan ia mundur seketika.             Selena bingung harus melakukan apa dan ia semakin mundur karena merasa wajah Ian semakin pucat. Apa dia sudah meninggal ??? Ta... tapi bagaimana ??? Apa yang terjadi ??? pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Akhirnya gadis itu mengambil keputusan untuk memanggil Isabelle dan ia segera berlari ke arah pintu.             Sebelum Selena sempat melangkahkan kaki keluar dari kamar itu, sebuah suara mengejutkannya.             “Ada apa Sel ?”             Selena terdiam dan dengan perlahan ia memutar kepalanya menoleh pada suara yang memanggilnya. Ia membelalak saat melihat Ian duduk di ranjang utama sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan wajah mengantuk.             “Ian ! Kau tidak mati ???” kaget Selena dan ia segera menghampiri pria itu. Ian mengernyit ke arahnya. “Bicara apa kau ? Aku cuma tidur di sini karena tempat ini nyaman sekali.” jawab Ian sambil menguap. “Ta... tapi... tadi kau tidak bernapas sama sekali !” Selena masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Hah ? Kurasa kau masih mengantuk. Mana mungkin aku tidak bernapas ??? Ada-ada saja kau ini... lebih baik kau cuci muka sebelum tidur.” Ian menggeleng-geleng heran dengan gadis itu.             Tapi, tiba-tiba Ian kembali mengernyit dan ia memandang Selena yang masih kebingungan. “Lalu apa yang kau lakukan di sini ? Kau tidak tidur ?” herannya. Selena tiba-tiba teringat akan tujuannya menemui Ian. “Ah ! Aku tadi mencarimu karena ada seseorang di kamarku ! Aku tidak tahu siapa itu tapi dia terus-menerus membenturkan kepalanya ke dinding ! Aku belum sempat melihat wajahnya karena aku ketakutan...” jelasnya secepat mungkin. Ian mendengarkannya dengan serius.             Tanpa berkata apa-apa, lelaki itu langsung beranjak dari ranjang dan berjalan melewati Selena. Ia keluar dari kamar itu dan pergi ke kamar Selena. Gadis itu mengikutinya dari belakang.             Tidak ada siapapun di sana. Selena membelalak dan masuk ke kamarnya secepat mungkin. Ia memeriksa setiap tempat bahkan lemari pakaian hanya untuk menemukan sosok misterius itu. Ian masih tidak berkata apa-apa. “Tadi dia ada di sana ! Tapi... kenapa... sekarang tidak ada ? Aku benar-benar melihatnya dan tidak berbohong, Ian !” Selena menatap Ian berharap lelaki itu akan percaya padanya. “Aku tidak bilang kau bohong, Sel. Tapi, dia punya kaki dan pastilah dia keluar dari kamarmu. Tidak mungkin dia diam saja melihatmu lari keluar seperti itu 'kan ?” kata Ian dengan tenang dan ia keluar dari kamar Selena.             Ian berjalan ke arah ruang bersantai dan memeriksa tempat-tempat yang memungkinkan untuk bersembunyi. Selena masih mengekorinya dan bersyukur Ian percaya padanya. Ia pun ikut memeriksa setiap tempat untuk mencari penyusup itu. Pencarian terus berlangsung hingga hampir subuh dan kedua orang itu sudah sibuk memeriksa seluruh rumah. “Apa yang sedang kalian lakukan ?” suara Isabelle membuat mereka berdua menoleh. Mungkin ini sudah waktunya untuk menyiapkan sarapan mereka semua.             “Ada seseorang yang masuk ke kamar Selena dan membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Saat dia memanggilku, kami kembali memeriksanya dan orang itu sudah tak ada. Karena itulah kami pikir ada penyusup yang mungkin bersembunyi di rumah ini.” jelas Ian. Mata Isabelle langsung membesar mendengarnya. “Penyusup ??? Ba... bagaimana mungkin ???” Isabelle terlihat tidak percaya dengan cerita mereka. Ian mengangkat kedua bahunya. “Siapa yang tahu ? Buktinya dia ada di kamar Selena.” kata Ian ringan. “Tapi, sepertinya dia sudah kabur. Kita sudah mencari ke sekeliling rumah ini dan tidak menemukannya.” simpul Selena. “Yah, mungkin saja.” balas Ian dan ia berjalan kembali ke kamar Sir Rudolph Tramonde. Selena mengernyit kembali. “Apa kau mau tidur di sana lagi ?” tanya Selena. Ia mengedarkan pandangannya dari Ian ke Isabelle. Ian tidak menoleh sama sekali. “Tidak ada larangan tidak boleh tidur di situ 'kan ? Bukannya dari awal sudah dikatakan 'anggap saja rumah sendiri' ? Aku suka kamar itu. Ranjangnya empuk sekali...” jawab Ian sekenanya dan ia pergi meninggalkan Selena yang terbengong. Gadis itu menoleh lambat pada Isabelle yang berjalan turun ke arah dapur. Isabelle seperti mengerti apa yang ingin ditanyakan oleh Selena dan ia menjawab tanpa menoleh seperti Ian. “Memang benar. Walaupun saya memberikan kamar untuk setiap masing-masing peserta, tapi kalian bisa memilih tempat tidur kalian sendiri.” kata Isabelle dan Selena hanya mengangguk-angguk kecil.             Gadis itu sudah tidak mengantuk lagi dan ia memutuskan untuk mengikuti Isabelle ke dapur hanya untuk membantunya. Ia dengan cepat melupakan kejadian yang membuatnya bangun tadi.                                                                                               ***             “...Theresa !.....”             Lagi-lagi, Selena tersentak terbangun karena mimpi itu. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana dan Selena selalu bermimpi hal yang sama. Ia semakin bertanya-tanya apa maksud dari mimpi itu.             Ia sudah mencari cincin itu ke sepanjang rumah dan sekelilingnya, tapi masih belum berhasil mendapatkan hasil sama sekali. Semua peserta juga kelihatannya tidak berhasil menemukannya sama sekali. Beberapa dari mereka terkadang menyerah mencari dan memilih untuk bermalas-malasan di rumah saja.             Tapi, terkadang hampir semua peserta keluar dari rumah dan mencari cincin itu ke hutan. Mereka sudah berpendapat bahwa cincin batu itu tidak ada di dalam rumah hingga mereka harus memperluas pencarian mereka menjadi ke hutan.             Selena pun berjalan kembali ke hutan dan terkadang ia hanya mengunjungi pastur Jeremy untuk mengajaknya mengobrol atau sekadar berdoa saja. Sementara Warren sama sekali tidak ingat apa-apa mengenai kejadian dia menyerang Selena. Lelaki itu malah terlihat ling-lung setelah sadar dari pingsannya.             Grissham juga telah pulih dari kondisinya dan mulai ikut mencari cincin itu. Tapi, ia menjadi lebih pendiam dan penyendiri. Ia juga tidak mau bergabung dengan siapapun termasuk dengan Selena walaupun ia telah berdamai dengannya. Nampaknya Grissham merasa malu terhadap dirinya sendiri. Gadis itu bahkan makan di kamarnya dan hanya keluar saat ingin mencari cincin saja.            
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN