BB. 9

1719 Kata
Kini Renata sudah risegn dari perusahaan tempat ia berkerja, wanita tersebut kini menyandang sebagai pengangguran. Ghea yang menjadi sahabatnya, yang menjadi tempat sandaran bagi wanita tersebut merasa tak terbebani atas kehadiran Renata di kontrakannya. Bagi ia Renata adalah sahabat terbaik jadi apapun keadaannya ia harus siap di sampingnya. Kehidupan Renata berat, ia harus mengubur semua mimpi-mimpinya jadi Ghea tidak ingin menambah berat lagi. Ghea kini merebahkan tubuhnya sambil melihat sosial medianya, sesekali ia mengecek email karena tanggal-tanggal sekarang adalah waktunya gajian. Notifikasi emaik muncuk dan membuat Ghea melotot karena melihatnya."Renaaaa," teriak Ghea, ia langsung loncat dari kasurnya dan mencari sang sahabat di semua sudut. "Renaaa, yuhuu dirimu di mana?" Ghea kembali berteriak hingga ke kamar mandi, namun tidak ada batang hidung Renata yang kelihatan. Tanpa pikir panjang ia keluar rumah tentunya untuk melihat sosok sahabatnya. Ghea menggelengkan kepala ketika melihat sang sahabat dengan santai duduk di bale menikmati es jeruk peras, dengan lagu yang tersetel. "Suara gue udah mau abis dia santai-santainya enggak nyahut," cetus Ghea. Renata menoleh ke arah sang sahabat yang berdiri di depan pintu sambil bertolak pinggang menatap sangar ke arah dirinya. "Kenapa Ghe?" tanya Renata sambil mengernyitkan dahinya. Ghea berjalan ke arah Renata dan berkata, "Kenapa, kenapa, lu tuh di panggilin enggak nyahut." Renata jelas hanya menyengir saja. "Iya maaf, lagi nikmatin sore hari yang indah," jelas Renata. Ada jeda hening di anara mereka sebelum Renata kembali bertanya, "Ada apa si emang? Kangen sama gue?" "Embah mu kangen, setiap hari ketemu malah bosen gue," ucap Ghea lalu setelahnya tertawa lantang membuat Renata hanya tersenyum tipis. "Gue naik gaji!" seru Ghea dengan antusiasnya, raut wajahnya benar-benar terpancar bahagia. Renata berkata, "Wah serius?! Traktir bakso ya." Sambil menaikkan kedua alisnya ke arah sang sahabat, ia turut bahagia mendengar kenaikan gaji tersebut dalam hatinya ia sangat ingin kembali merasakan kebahagiaan saat gajian. "Jangan kan bakso, abang-abang nya gue borong," cetus Ghea, Renata yang mendengar hanya tertawa pelan begitu juga dengan sang sahabat. Renata membalas, "Sombong ya anda sekarang." "Habis naik gajian mah bebas bos," jawab Ghea sambil menaiklan kedua alisnya dan kedua tangannya yang bersedikap di dadanya. Renata hanya menggelengkan kepalanya melihatnya. Renata berkata, "Iya deh iya yang habis naik gajian." Ghea menanggapinya dengan senyam-senyum tepat di hadapan sang sahabat. Handphone Renata tiba-tiba saja terhenti dan tentu membuat lagu yang terputar terhenti sejenak. Ghea mengerutkan kening seraya penasaran siapa yang menelepon sahabatnya. Renata melihat siapa yang meneleponnya tak lama kemudian ia memberikan peringatan dengan jari telunjuk di bibirnya ke arag Ghea. Ghea hanya memandang kesal tentunya dengan bibir yang bermenye-menye. "Halo, selamat siang." "Iya, selamat siang juga." "Apa benar ini dengan ibu Renata, pemilik Renshop." "Iya benar bu, dengan saya sendiri." Sedangkan Ghea asik memakan semangka yang telah di potong-potong oleh Renata. "Apa untuk baju setelan yang terbaru masih ada?" "Masih bu. Saya baru saja menstock bajunya." "Kalau begitu saya pesan 150 pcs setelan ya Bu." "150 pcs?" Rnata sedikit kaget, begitu juga dengan Ghea ia mengernyitkan dahi bertanya-tanya. "Iya Bu, apakah bisa?" "Bisa Bu, bisa banget. Kirim saja alamatnya ya Bu. Paling lambat hari rabu saya kirim." Raut wajah Renata benar-benar tersulur bahagia. "Baik, nanti akan saya kirim detail alamatnya." "Baik Bu. Terimakasih sebelumnya sudah percaya dan pesan di Renshop." Setelah mendengar jawaban dari customerya, Renata mematikan telponnya. Ia terus tersenyum bahagia dan tiba-tiba ua memelyk Ghea tanpa ijin yang jelas membuat Ghea sedikit tersentak kaget. Ghea berkata, "Ada apa si Ren?" "Gheaaaa, senang banget gue, ada yang mesen 150 baju setelan," ungkap Renata. "Hah? Serius lu! Itu banyak banget Ren," ujar Ghea, Renata hanya mengangguk seolah mengiyakan perkataan Ghea. Renata berkata, "Rejeki anak." Lalu mengelus perutnya yang kini sudah mulai membesar. "Iya rejeki ponakan gue," balas Ghea, ia kini juga ikutan mengelus perut Renata yang di dalamnya ada calon ponakannya. Yaps! Renata kini mencoba peruntungan di online shop, usaha kecil-kecilan untuk menambah biaya persalinan kelak. Produk apapun ia pasarkan, walau keuntungan yang tidak seberapa namun lebih baik begini bekerja di rumah, dan tidak di atur atau seketika perutnya merasakan sakit tidak harus izin-izin untuk pulang ia bisa langsung rebahan. "Ghe." Raut wajah Renata kini berubah menjadi memanja, Ghea yang melihatnya seolah menghela nafas kasar. "Yah alamat nih," ujar Ghea, muka Renata berubah kini menjadi cemberut ketika mendengarkan perkataan dari sang sahabat. Ghea menghela nafasnya, jurus jitu dari Renata adalah mengambek yang jelas membuat Ghea tidak bisa berkutik terlebih ia pasti mengancam dengan membawa calon ponakannya."Mau apa nona Renata?" tanya Ghea lembut walau terpaksa, sedangkan Renata kini tersenyum manis ke arah Ghea. "Mau buah kecapi," ungkap Renata, Ghea yang mendengarnya langsung melotot tak percaya. Bagaimana tidak, buah kecapi benar-benar jarang di temui, bahkan tak terlihat jika bukan musimnya. "Jeruk aja deh, apa manggis gitu," ucap Ghea merayu. Renata berkata, "Orang maunya kecapi malah di tawarin yang lain." Kini mukanya sudah cemberut bahkan membelakangi Ghea. "Ya nyari dimana maemunahhh! Lu tau kan kecapi itu jarang banget Ren, astaga! Ponakan ante cari buah yang gampang dong," ucap Ghea seraya frustasi. Renata menyela, "Maunya kecapi ante!" "Yang lain dong," balas Ghea. Renata langsung membalikkan badan dan menatap ke arah sang sahabat dengan lekat "Nanti kalo ngiler gimana?" tanya Renata sambil mengelus perutnya, yang membuat Ghea benar-benar frustasi jika sudah dalam mode ngidam. "Astagaaaaa! Gue cari di gofood aja dah," ucap Ghea. Renata memandang aneh ke arah sang sahabat dan berkata, "Lu gila ya Geh! Mana ada kecapi di gojline." "Ya yakinin aja dulu, gak ada yang mustahil kalau Allah berkehendak mah," jelas Ghea, kini ia sibuk membuka aplikasi dan mengetik nama buah tersebut, Renata hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkat Ghea. Namun yang harus Renata tahu, sang sahabat begitu juga karena dirinya bukan?! "Nah tuh adakan," ujar Ghea sedikit lantang, ia tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya, dan menunjukkan handphone-nya ke Renata yang membuat wanita tersebut jelas menatap bingung namun terpancar juga kesenangan di raut wajahnya. Renata menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Ko ada ya?" "Mau berapa kilo?" tanya Ghea, Renata nampak berfikir untuk membeli berapa. "2 aja," jawab Renata. Ghea membalas, "Okeh, 2 kilo ya." Baru saja ingin mengklik pesan Renata lalu berkata,"Ish bukan." Sedangkan Ghea mengerutkan keningnya keheranan. "Lah terus apa? 2 ton? Gila aja lu, mau mandi kecapi emangnya?" tanya Ghea. Renata membalas, "2 biji aja." Ghea benar-benar hampir di buat gila oleh kemauan sahabatnya tersebut, bagaimana bisa ia berfikir untuk membeli 2pcs saja di gojline. "Ren jangan buat gue stres," ungkap Ghea. "Emang siapa yang mau buat lu stres?" tanya Ghea. "Ya elu lah, siapa lagi!" cetus Ghea , sedangkan Renata hanya mengerutkan kening menatap heran ke arah sang sahabat, bisa-bisanya ia seolah tidak bersalah dengan kepusingan dirinya. Renata bertanya, "Emang kenapa gue?" "Lu masih bisa banyak 'Kenapa?'. Ya Allah tolong sabarkan hati hamba ya Allah," ucap Ghea. Renata hanya memandang heran ke arah sang sahabat, beberapa detik kemudian mereka saling menatap. Sungguh ingin sekali Ghea menjedotkan kepalanya ke tembok, namun ia tahu itu pasti menyakitkan. "Ren jangan beli dua, kasihan sama abang gojlinenya," cetus Ghea dengan mata yang seolah memohon. "Terus lu mau beli berapa? Gue kan maunya cuman dua," ujar Renata. "Sekilo. Nanti lebihnya buat gue," balas Ghea. "Yaudah boleh," ucap Renata. Kini Ghea akhirnya tersenyum simpul karena akhirnya Renata menuruti perintahnya. Ghea klik pesan setelah perdebatan kecil tadi. Mereka saling terdiam sejenak, Ghea menatap Renata dengan sendu. "Ren," ucap Ghea, Renata yang sibuk menscroll handphonenya hanya berdehem saja untuk menjawab. "Bokap lu," lanjut Ghea, hanya 2 kata saja mampu membuat Renata berhenti dari aktifitasnya dan kini menatap lekat ke arah sang sahabat. Renata bertanya, "Kenapa?" "Bokap lu nanyain kabar lu," jawab Ghea dengan sedikit ragu, Renata terdiam bukan hanya sang ayah namun dirinya juga merasakan rindu sosok ayahnya matanya menatap sendu, ia tersenyum yang seolah menahan kesakitan atas rindu. "Kenapa enggak ngabarin langsung ke gue aja?" tanya Renata. "Ya gengsi kali Ren!" cetua Ghea. Ghea menarik nafas perlahan dan kembali berkata, "Coba Ren lu yang ngabarin duluan, walau itu cuman sekedar basa-basi si. "Tapi–" Ghea menyela, "Tapi apa? Gue tau Ren lu masih sakit atas perkataan bokap lu yang nyuruh lu gugurin bayi lu, tapi lu tahu enggak Ren kalau bokap lu jauh lebih terluka ngeliat anak perempuan satu-satunya buat dia kecewa atas kejadian yang lu alami. Bokap lu ngerasa dia enggak bisa jadi ayah terbaik buat lu, dia ngerasa gagal jadi orang tua." Renata terdiam membisu atas perkataan Ghea, yang di nyatakan sahabatnya memang benar adanya, ayahnya jauh lebih terluka di banding diri ia sendiri. "Kapan pun lu siap, lu harus kabarin mereka, gimanapun mereka orang tua lu Ren." Air mata Renata sudah tak terbendung lagi, Ghea menatap sendu tanpa pikir panjang ia langsung memeluk sahabatnya sambil mengelus punggung wanita tersebut dengan lembut. Renata bersandar di bahu Ghea dan berkata, "Gue ngerasa bersalah banget Ghe." "Udah, udah jangan nangis," ujar Ghea. Suasana mereka terganggu karena telepon Ghea tiba-tiba saja berdering, Ghea mengerutkan keningnya ketika melihat hanya nomor saja yang menelepon. Ghea mengangkatnya. "Halo." "Halo Mbak, saya dari gojline, ini patokannya sebelah mana ya bu? Saya berada di gg Persatuan. "Ohh iya bang lurus aja dari situ, saya nunggu di depan ko." "Baik Mbak." Telepon mati secara sepihak, Renata mengernyitkan dahi bertanya-tanya. Renata bertanya, "Siapa?" "Kecapi lu," jawab Ghea, Renata tersenyum kesenangan karena ia akan melahap buah kecapi. Tak berapa lama, setelah menunggu beberapa menit karena jarak pengambilan yang sedikit lumayan. Gojline yang di tunggu datang juga. "Selamat siang, atas nama Mba Ghea Natasya," ucap Gojline. "Iya bang," balas Ghea. "Ini ya Mba pesenan nya." Ghea pun menerima sebuah totebag dari abang Gojline tersebut. "Terima kasih ya bang," ungkap Ghea. "Jangan lupa bintang lima ya ka," ucap Gojline. Ghea menjawab, "Siap bang." Sambil mengarahkan jempolnya ke arah abang gojlinenya. Sedangkan Renata membinarkan matanya ketika Ghea berjalan membawa tote bag dan isinya kemauan ia. "YEAY! KITA MAKAN KECAPI!" seru Renata dengan senang, Ghea yang melihat hanya menatap heran kepada Renata. "Makan tuh kecapi, abisin biar ponakan gue enggak ngiler," ucap Ghea. "Hehe makasih anteeeh," ungka Renata dengan menirukan suara anak kecil yang membuat Ghea pun tertawa sambil menggelengkan kepalanya pelan. Mereka menghabiskan waktu sambil mengobrol, mendengarkan musik, dan tentunya di temanin buah kecapi yang manis tiada tara. Ghea berkata, "Enak juga nih kecapi." "Iya lah apapun kemauan gue pasti enak," balas Renata Ghea langsung menatap sambil memicingkan mata. "Enggak buat mangga Pak Rw ya!" cetua Ghea yang membuat Renata terdiam sejenak lalu tertawa karena mengingat bagaimana muka Ghea ketika keaseman memakan sepotong mangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN