BB. 5

2001 Kata
Waktu sudah menunjukkan pagi hari, kedua wanita tersebut masih menggusar kesana kemari mencari posisi enak. Ghea terbangun terlebih dahulu, ia melihat ke arah ranjang sebelah yang berisi sahabatnya senyum tipis di bentuk dari bibirnya. "Ren bangun, kita harus kerja," ujar Ghea sambil mengucek kedua matanya dan menguap. Renata terbangun karena terusik panggilan dari Ghea yang terus menerus. "Iya Ghe," jawab Renata dengan suara serak. Wanita tersebut langsung terduduk di tempat tidurnya, ia terdiam sejenak seolah mengumpulkan kesadaran yang masih setengah. Ghea sudah bergegas mandi dan menyiapkan sarapan, sedangkan Renata kini baru siap untuk bergegas ke kamar mandi. "Duh bumil tidurnya nyenyak banget ya," ucap Ghea. Renata berkata, "Ngiri aja lu." Ia lalu tertawa begitu juga dengan Ghea. "Cepetan mandinya! Keburu dingin nasi goreng buatan gue, nyesel nanti." Ghea sedikit berteriak, sedangkan Renata hanya menggelengkan kepala pelan lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ghea sudah menyiapkan dua porsi nasi goreng dengan telur mata sapi dan hiasan timun tomat di pinggirnya. "Cocok banget dah gue jadi istri idaman," gumam Ghea. Tak selang berapa lama Renata sudah selesai dengan aktifitas mandinya, ia masuk ke dalam kamar dan bergegas untuk memakao baju kantornya. Wanita tersebut melirik ke arah jam dinding. "Baru jam segini," gumamnya. Renata keluar dengan pakaian kantornya, namun ia belum bermakeup. Ghea yang melihat jelas mengerutkan kening dan berkata, "Lu belum make up?" "Belum lah, gue kan mau makan dulu," jawab Renata. Ghea menyahut, "Oh ceritanya takut kelunturan kali mah." Ia lalu tertawa yang tentu di ikuti oleh Renata. "Nah paham aja anteh Gege,"  cetua Renata. Mereka berdua melalukan sarapan bersama. "Ini lu masak?" tanua Renata sambil menatap heran, Ghea hanya mengangguk. "Kenapa? Lu enggak percaya gue bisa masak?" tanya Ghea. Renata terdiam sejenak lalu melanjutkan aktifitas makannya membuat jengkel Ghea. "Yah sedikit ragu," jawab Renata. "Siayalan lu. Ragu, ragu tapi habis, enakan masakan gue?" Ghea menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum pede. Renata menjawab, "Laper aja makanya gue habisin." Ghea mengendorkan senyumnya kini berganti cemberut. Wanita tersebut menatap ke arah sang sahabat lalu tersenyum simpul. "Bercanda, enak kok masakan lu. Cocok..." "Cocok apa? Jadi istri idaman kan?" tanya Ghea dengan pedenya. Renata menyahut, "Cocok jadi tukang kebun." Ia lalu tertawa yang membuat Ghea menatap semakon kesal ke arah sahabatnya. "Mana nyambungnya!" Renata tiada henti tertawa melihat wajah kesal Ghea. "Udah gue mau rapih-rapih dulu," ujar Renata lalu beranjak ke kamar untuk bermakeup. Ghea hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Untung sahabat," gumam Ghea. Kini ia memoleskan lipstik yang luntur karena sarapan. "Perfect." Ia menaruh lisptik serta kaca kecil kembali ke dalam tas. Ia melirik beberapa kali ke arah jam di tangannya. "Rena cepetan! Jangan lama, ish." Sedangkan Renata kini mengoles lip matte di bibir tipisnya, ia memakai lip matte yang natural, yang biasanya memakai  warna merah merona entah kenapa ia sekarang mau natural saja mungkin bawaan buah hati nya. Hari ini ia akan kerja, untuk sampai satu bulan kedepannya sebelum ia memilih risegn. "Ren udah rapih belom?" tanya Ghea sambil melirik jam di tangannya untuk kesekian kalinya, sedangkan Renata langsung menyambar tasnya dan tak lupa senyum ke arah cermin sambil memperlihatkan penampilannya. Renata menjawab, "Udah nih, ayuk." Ghea menatap senyum ke arah sahabatnya yang membuat Renata mengerutkan kening. "Kenapa lu?" tanya Renata kembali ketika melihat Ghea yang masih tersenyum dan terdiam melihat dirinya dari atas hingga bawah. Ghea menjawab, "Enggak papa, lu cantik." Gadis yang di puji tersebut hanya tersenyum malu sambil mencubit Ghea. "Lu juga ge," ujar Renata sambil menaikkan kedua alisnya. Ghea mengajak, "Yaudah ayuk nanti telat kita." Lalu mereka berdua berjalan untuk menuju kantor di temani lagu kesukaan mereka berdua, dan tentunya mereka bernyanyi sambil menikmati udara di pagi hari itu. Renata sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Ghea yang mengerti ia dalam keadaan apapun bahkan tak meninggalkan dirinya walau keadaannya sedang di bawah. "Bdw Ren lu udah siapin nama untuk keponakan gue belum?" tanya Ghea. Renata terdiam sejenak sambil memegang perutnya dan berkata, "Belum si kan belum tahu juga apa jenis kelaminnya." Ghea hanya ber Oh ria saja sambil kembali fokus ke jalanan. "Ren kalau perlu apa-apa pokoknya bilang ya," ujar Ghea. Wanita yang sedang menikmati udara segar di oagi hari dari jendela mobil langsung menatap ke arah sahabatnya dan berkata, "Siap nyonya Ghea." 15 menit kemudian, mereka telah sampai di parkiran kantornya. Renata itu cantik, tak heran jika banyak yang menatap kagum terhadapnya apalagi Renata terkenal dengan status single yang melekat di dirinya. Mereka berdua menuruni mobil Ghea, rambut yang terurai hitam lekat membuat ia benar-benar terlihat cantik. "Selamat pagi neng Renata," sapabsatpam muda, yang bernama Ridho tersebut. "Pagi juga," balas Renata dengan senyum manisnya, ia lalu memasuki kantornya dan menuju ke atas menggunakan eskalator, ya perusahaan tempat kerja Renata adalah perusahan pusat dari cabang-cabang yang ada di seluruh dunia jadi tak heran jika perusahaan tersebut menggunakan eskalator selayaknya mall. Renata dan Ghea duduk di meja kerjanya masing-masing, dengan tugas yang tentu nya tidak sedikit, semua sibuk berkutik ketika sudah jam kerja, begitu juga Renata yang sibuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda beberapa hari lalu. "Ren kamu di suruh keruangan pak boss," ucap Nera, salah satu teman kantor Renata. Tanpa pikir panjang ia beranjak pergi ketika sudah mengangguk mendengar perkataan teman kantornyabtersebut. "Kenapa Rena di panggil?" Semua teman kantor Renata jelas memandang heran, begitu juga dengan Ghea yang menatap langkah kaki Renata menuju ruang atasannya. Kini renata telah sampai di ruang pak boss nya, ia menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskan nya secara perlahan sebelum mengetuk pintu ruangan boss nya Tok Tok Tok "Masuk." Tak pikir panjang, Renata langsung masuk ketika sudah mendapat sautan dari dalam ruangan tersebut. Sosok boss yang sudah berumur, namun pasti terlihat mimik muka yang tampan dan ber-karismatik. "Ada apa pak?" tanya Renata, pikirannya benar-benar kalang kabut kalau ia akan di berhentikan atau di pecat. Gio, itu atasan Renata pria berumur yang masih berkarisma. "Silahkan duduk Renata." Wanita tersebut langsung duduk di sofa yang berada di ruang kerja boss nya, pak Gio pun menghampiri Renata dan duduk tepat berhadapan dengan sang karyawan. "Renata besok anak saya akan di sini, tolong ajak ia berkeliling untuk mengenali perusahaan sini," ucap pak Gio, seketika Renata menatap sang atasan sambil mengrnyitkan dahinya namun di satu sisi ia juga bernafas lega kalau bukan pemecatan yang keluar dari mulut sang atasan. Renata bertanaya, "Kenapa tidak Sari pak?" Jelas ia bingung, pasalnya Sari adalah seketaris dari boss nya tersebut. Pak Gio lalu tersenyum lembut menatap lekat ke arah Renata. "Kamu yang saya percaya, bahkan kalau bisa saya mau jodohkan kamu dengan anak saya," ucap pak Gio, membuat Renata langsung tersentak kaget, menatap lurus kearah pak Gio seolah berharap pak Gio salah berbicara. "Mana pantes pak, saya sudah rusak," batin Renata sendu. Renata hanya tersenyum saja, entah mau menjawab apa pernyataan yang tiba-tiba dari mulut boss besarnya. "Sebenarnya anak saya itu juga sudah punya perusahaan sendiri, tapi ia ingin mengunjungi dan berkeliling di perusahaan saya. Katanya biar bisa nular sukses nya," jelas pak Gio, Renata benar-benar di buat kaget kembali setelah pernyataan mau menjodohkan, kini anak pak Gio juga sudah mempunyai perusahaan sendiri. Pak Gio kembali berucap, "Yasudah Renata, besok kamu tolong persiapkan diri ya." "Baik pak, saya undur diri untuk kembali bekerja," ucap Renata dengan sopan, Pak Gio lalu mengangguk dan tersenyum seolah banyak harapan agar karyawannya bisa menjadi menantu nya kelak. Renata keluar dari ruangan boss nya, tentu dengan tatapan dari teman-teman kantornya , seolah penasaran apa yang di bicarakan bersama atasan. Mereka semua menatap, sambil menaikkan kedua alisnya membuat Renata mengernyitkan dahi bertanya-tanya. "Sssttt...." "Ren ada apa sampai boss panggil lu?" tanya Nera. Renata yang baru saja ingin duduk menatap kembali ke arah teman-temannya dan berkata, "Masalah kerjaan." Semua kembali bekerja, laporan-laporan yang harus selesai hari itu segera mereka kerjakan, begitu juga dengan Renata. Hingga jam istirahat akhirnya muncul, semua menata pekerjaan mereka untuk beristirahat dan melanjutkannya nanti. "Ren yuk," ucap Ghea mengajak, ia menghampiri Renata yang sedang merapihkan laporan-laporan yang hampir selesai, namun perut yang berbunyi menandakan ia harus mengisi. "Yuk." Renata langsung menggandeng tangan sahabatnya, mereka berjalan menuju kantin kantor. "Hari ini ponakan anteu mau apa," ucap Ghea berbisik, Renata hanya tersenyum manis, wangi makanan tercium semerbak ketika mereka berdua memasuki area kantin kantor. Ia mengelus perutnya, sambil menatap setiap kios-kios yang menjajahkan makanan berbeda. "Renata berkata, Siomay kaya nya enak." Tak pikir panjang Ghea langsung membawa Renata ke tukang siomay di pojokan sana. Ghea membalas, "Ini siomay paling enak." Pasalnya ia tahu sang sahabatnya sebenarnya tak suka siomay, dan ini kesempatan ia untuk menunjukkan tidak semua siomay itu gak enak. "Serius?" tanya Renata dengan puppy eyesnya. Ghea mengangguk dengan antusias lalu berkata, "Jangan ngremehin lidah gue." Renata lalu tertawa pelan menatap Ghea. "Mas pesan siomay dua ya, jangan pake pare dua-dua nya ya," ujar Renata. Mereka berdua lalu duduk di kursi kosong, tepat berhadapan dengan kios siomay yang mereka pesan dan sedang dibuat. "Kira-kira ponakan gue cewek apa cowok yak," ucap Ghea sambil menaruh telunjuknya di kening. Renata berkata, "Mana gue tahu, kan belom 6 bulanan." Tak luput ia mengelus perutnya yang masih rata namun rasa bahagia benar-benar membuncah di hatinya, bagaimanapun bayi yang lagi ia kandung adalah darah dagingnya. "Lu gak mau cari tahu ayahnya?" tanya Ghea sambil menatap tulus ke arah sang sahabat Renata menjawab, "Gimana gue mau cari tahu, nama, muka aja gue gak tahu cuman inget manik mata doang." Ia tertunduk sendu, sejujurnya ia juga ingin mencari sosok ayah dari sang bayi yang ia kandung. Namun, bodohnya ia tak tahu segalanya. "Nih neng siomay nya." ucap kang Siomay. "Makasih yak kang, minumnya es teh manis 2 ya kang." Renata langsung mengambil piring yang berisikan siomay dan tentu dengan bumbu kacang yang menggiurkan, benar-benar menggugah selera. Renata melahap siomay nya dengan nikmat, membuat Ghea menatap tertawa, sahabatnya ini benar-benar seperti kesurupan saja. "Eh pelan-pelan, enggak ada yang ngambil elah," ucap Ghea, Renata hanya tersenyum dengan mulut yang penuh dengan siomay. Renata membalas, "Bener kata lu, ini enak." Tak selang lama es teh manis yang di pesan tiba, Renata langsung meminum es teh manisnya, segar! Benar-benar nikmat. "Ren." Renata mengucapkan kata hah ketika Ghea memanggil . "Entar aja dah di rumah," ucap Ghea, sedangkan Renata hanya mendengus kesal membuat sang sahabat tertawa melihatnya. Renata menyahut, "Kebisaan lu kalau ngomong setengah-setengah." Ghea hanya tertawa mendengarnya. "Mau nambah enggak?" tanya Ghea. Renata terdiam sejenak seolah memikirkan perkataan dari sang sahabatnya. "Mau si, cuman apa ya yang enak?" tanya Renata sambil melihat ke arah kios-kios yang tersedia di kantin tersebut. "Eh Ghe itu kayanya enak deh," ucap Renata sambil menunjuk satu kios Ghea pun mengikuti arah tunjuk sahabatnya yang ternyata itu adalah chicken korea. Ghea tersenyum tipis lalu berkata, "Ayuklah gas." M ereka berdua lalu berjalan ke arah kios yang menjual chicken korea tersebut, entah kenapa dari jauh saja harumnya sudah menusuk ke hidung menggugah selera. "Kak chicken wings spicy pedasnya satu ya, lu apa Ghe?" Ghea melihat menu-menu yang tertera di buku menu. Ghea menjawab, "Saya yang cheseenya kak." "Baik kak di tunggu ya." Renata dan Ghea duduk di bangku yang tersedia di depan kios tersebut. Mereka berdua sibuk dengan menscroll sosial media masing-masing dengan sesekali mengobrol. Tak lama kemudian mereka berdua di panggil karena pesana telah jadi. "Euhmm wanginya, dari dulu mau nyobain ini baru sekarang kesampaian," ungkap Renata. "Iya tukangnya tutup mulu abisnya," ujar Ghea. Kini mereka berjalan kembali ke tempat duduk yang tadi. Renata menjawab, "Lagi belajar kali bikinnya di korea." Ia lalu tertawa setelahnya membuat Ghea juga ikut tertawa. "Deh bukan belajar, emang lu enggak tahu gosipnya?" tanya Ghea, Renata jelas mengernyitkan dahi bertanya-tanya. "Emang ada gosip apaan?" tanya Renata penasaran. Sedangkan yang di tanyai hanya terdiam sambil asik melahap makanannya. "Ishh apaan Ghe, bikin penasaran aja si," cetus Renata. "Lah lu nungguin?" tanya Ghea, Renata hanya memutar bola matanya dengan jengah membuat sang sahabat tertawa puas. "Dengar-dengar dari gosip nih dia enggak buka-buka karena–" ucapan Ghea menggantung membuat Renata mendekatkan telinganya ke arah sang sahabat. "Apaan?" tanya Renata. Ghea berbisik, "Katanya mah dia enggak buka-buka karena lagi nangkep ayam." Renata memandang sengit ketika mendengar bisikan dari sang sahabat, sedangkan Ghea hanya tertawa karena melihat wajah Renata yang sudah serius tapi ia bercandain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN