Mona dan Peni masih menatap wajah tampan Gilang dengan penuh pertanyaan mereka tak percaya jika Gilang adalah tunangan Hena.
"Lo mau liatin Gilang terus?" tanya Disa.
"Lo ngagetin gue aja tau gak," kata Mona.
"Gak usah di liatin dia itu sudah milik Hena, jadi mau di gimana pun juga dia sudah milik Hena," kata Disa memperjelas.
"Gue gak percaya, wong Gilang gak ngomong apa-apa juga, Hena 'kan gak pernah punya pacar, langsung punya tunangan bagaimana ceritanya?" tanya Peni.
"Kamu benar tunangan Hena? Sejak kapan?" tanya Mona kepada Gilang yang sedang menyiapkan makanan untuknya dan Peni.
"Iya. Kamu jujur saja, kita tau kok Hena pasti cuma ngaku kalau kamu itu tunangannya," sambung Mona.
Gilang lalu melirik ke arah Hena yang hanya diam saja sejak tadi dan tak mengatakan apa pun.
"Iya. Henna adalah tunangan saya, apa ada yang salah? Kami bertunangan sudah 7 bulan belakangan ini, saya tinggal di rumah Hena sampai acara pernikahan kami," kata Gilang.
Jawaban Gilang membuat Hena terkejut dan tak percaya apa yang di katakan Gilang sampai membawa pernikahan segala.
Hena menatap Gilang penuh pertanyaan bukan cuma hanya dirinya yang terkejut tapi Disa serta Mona dan juga Peni sama-sama terkejut.
"Kamu serius tunangan Hena?" tanya Mona lagi, seakan tak percaya.
"Lo 'kan udah denger apa yang di katakan Gilang, apa harus di perjelas lagi?" sambung Disa.
"Dia pasti di suruh sama Hena untuk mengakuinya, gue tak akan pernah percaya kalau Hena memiliki tunangan setampan dia," kata Mona.
"Kalian berdua itu, ya, gak pernah kapok ngerjain gue. Gue tak habis pikir kalian bisa tak percaya itu hak kalian tapi jangan pernah gangguin gue!" kata Hena yang akhirnya ngomong juga sembari membentak Mona dan juga Peni.
Mona dan Peni langsung terdiam dan tak banyak ngomong lagi karena mereka memang menakuti Hena jika sedang marah.
#
Sudah hampir malam Hena lalu pamit kepada ibunya untuk berjalan mencari udara segar dulu.
"Bu, Hena jalan-jalan dulu, Bu." Hena pamit.
"Kamu mau kemana?" tanya Gilang.
"Itu bukan urusan lo," jawab Hena sembari beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya keluar dari warung makan Ibunya.
"Kalian bertengkar?" tanya Ibu Amanda.
"Gak, Bu, saya mana bisa bertengkar sama Hena, kalau gitu saya nyusul Hena, ya, Bu?" Pamit Gilang.
Gilang lalu mengikuti Hena tepat di belakangnya, ia tak berani berjalan di samping Hena karena ia tak ingin membuat Hena sampai marah.
"Ngapain lo jalan di belakang gue?" tanya Hena.
"Aku hanya sedang jagain kamu," jawab Gilang.
"Lo mau kalau orang lain liat dan memukuli lo? Di kira lo lagi ngikutin gue dan berniat jahat sama gue?"
"Aduh ga mungkinlah. Baiklah,aku akan berjalan di sampingmu, kamu marah?" tanya Gilang.
"Marah? Marah kenapa?"
"Siapatau kamu marah karena persoalan masalah teman-teman kamu," kata Gilang.
"Gue hanya bete sama kelakuan Mona dan juga Peni yang gak abis-abisnya ngerjain gue dan lo, ngapain juga lo musti memperkenalkan diri ke mereka?" tanya Hena.
"Mereka 'kan nanya jadi harus aku jawab, 'kan? Kalau gak aku jawab mereka akan terus nanyain," kata Gilang.
Mereka lalu sampai di tepian sungai dan duduk di tepiannya berdampingan.
Hena tak menyangka bisa ke sungai ini lagi dengan di temani lelaki yang begitu tampan dan misterius.
"Kamu suka tempat ini?" tanya Gilang.
"Iya. Ini tempat nongkrong gue kalau gue punya masalah," kata Hena.
"Jadi kamu sering ada masalah juga?"
"Ya ga sering juga sih, tapi begitulah, kalau ada masalah yang gak bisa gue selesein gue ke sini aja," kata Hena.
"Gimana kuliahmu?" tanya Gilang.
"Nah itu dia, gue punya tugas nih tapi susah banget buat ngerjainnya, gue gak tau bagaimana caranya dan seperti apa jawabannya," kata Hena.
"Sampai di rumah nanti akan ku coba mengerjakannya untuk kamu," kata Gilang.
"Lo bisa emangnya?" tanya Hena.
"Kan belum aku coba," jawab Gilang.
"Kalau lo bisa, gue pasti bakal traktir lo deh, soalnya tugas ini susah banget," kata Hena.
#
Hena dan Gilang kembali ke rumah, dengan cepat Hena langsung masuk ke dalam rumah dan menarik Gilang untuk duduk di salah satu kursi dan ia mengambil peralatan kampusnya dan di berikan kepada Gilang.
"Ini dia tugas yang gue maksud," kata Hena sembari menunjukkan bukunya kepada Gilang.
"Yang ini?"
Hena mengangguk.
"Ya ampun, Hena, ini 'kan gampang banget, masa ginian aja gak tau, kamu tuh ya, kuliah apa pacaran sih kerjanya?" kata Gilang seraya menggeleng.
"Apa? Gampang? Senior aja gak akan mudah menjawab pertanyaan ini, lo bilang gampang? Ya gue kuliah lah masa gue pacaran," kata Hena sembari duduk di samping Gilang.
"Sini penanya, aku akan menjawab semuanya untuk kamu kali ini, tapi lain kali kamu harus benar-benar belajar sendirian," kata Gilang sembari mengambil pena yang ada di tangan Hena.
Hena hanya bisa menatap Gilang ketika sedang mengerjakan dan memperhatikan apa yang di jelaskan Gilang tentang tugas yang menurutnya begitu susah.
"Gimana? Kamu ngerti, 'kan?" tanya Gilang.
"Iya, gue sih ngerti, tapi lo tau dari mana jawaban ini?" tanya Hena keheranan.
"Aku gak paham tau dari mana jawaban ini, tapi sesuai yang di jelaskan di sini sesuai contoh yang ada, emang bener jawabannya ini," kata Gilang.
"Lo yakin? Beneran yakin, 'kan?" tanya Hena.
"Iya. Aku yakin sangat yakin," jawab Gilang.
Hena lalu memeluk Gilang penuh rasa bahagia karena akhirnya bisa mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
Hena lalu menyadari jika ia sedang memeluk Gilang mereka saling menatap satu sama lain ketika hena melepas pelukannya.
Mereka berdua lalu tersadar ketika mendengar suara teriakan Ibu Amanda.
"Maaf," kata Gilang salah tingkah.
"Iya. Gak apa-apa," jawab Hena sembari membantu ibunya memasukkan barang-barang ke dapur.
Hena lalu masuk kedalam kamar dan menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang menggebu-gebu ketika ia memeluk Gilang tanpa sengaja.
Hena membayangkan hal itu beberapa kali karena merasa aneh dan jantungnya berdegup begitu kencang.
Di kamar, Gilang pun merasa sangat aneh dengan jantungnya yang begitu berdegup kencang ia tak menyangka hatinya akan goyah ketika Hena menatapnya dan memeluknya.
----------
Esok paginya Hena akan ke kampus ketika ia keluar dari kamar ia melihat Gilang sedang menikmati secangkir kopi yang di buatnya sendiri dan Ibu sudah berangkat ke stasiun untuk jualan.
"Lo ga ikut ibu ke stasiun?" tanya Hena.
"Tadinya mau ikut, tapi ibu nyuruh aku nganterin Atom ke sekolah dulu dan nganterin kamu juga kalau perlu," jawab Gilang.
"Biasanya 'kan yang nganterin Atom ke sekolah itu gue, ngapain ibu nyuruh lo?"
"Atom kemaren berkelahi dengan teman sekelasnya dan orang tua Atom harus datang ke sekolah, nah ibu ngirim aku kesekolahnya Atom untuk jadi wali," kata Gilang.
"Kamu buat nakal lagi, Tom? Kamu ya gak ada kapok-kapoknya," kata Hena sembari menatap Atom dengan tajam.
"Apaan sih, Kak. Kakak tampan aja gak marahin Atom segitunya, Kakak jangan buat Atom makin bingung donk," kata Atom dengan manjanya.
"Ayo kita berangkat, gue akan ikut lo ke sekolah Atom," kata Hena.
Gilang, Atom dan Hena lalu menuju rumah sekolah Atom dengan mengendarai motor milik Hena yang sudah tak bisa di pakainya karena rusak total, namun karena Gilang memperbaikinya jadi motor Hena bisa bagus kembali tapi untuk sementara di pakai Gilang dulu mengantar pesanan.
Sampai di sekolah Atom, Hena dan Gilang masuk ke dalam ruang guru dan bertemu wali kelas Atom.
"Kami wali Atom, Bu," kata Hena.
"Saya menyuruh Atom untuk membawa orang tuanya bukan kalian," kata wali kelas Atom.
"Saya Hena, Bu, kakak kandung Atom dan ini----" Hena bingung harus mengatakan apa kepada wali kelas Atom.
"Ini tunangan saya, Bu," kata Hena melanjutkan.
Gilang terkejut mendengar pernyataan Hena yang mengakui dirinya adalah tunangannya.
----------
Setelah urusan selesai di sekolah Atom, Gilang lalu mengantar Hena ke kampus karena ada mata kuliah jam 8 yang harus Hena hadiri.
Di dalam perjalanan Gilang tersenyum jika ia mengingat pernyataan Hena tentang statusnya.
"Pegangan erat, ya," kata Gilang.
Hena lalu memeluk Gilang dari belakang begitu erat dan mengikuti apa yang dikatakan Gilang, Hena hanya bisa tersenyum.
Sampai di kampus, Hena lalu melihat seniornya Candra sedang menatapnya saat ini, Hena sudah menyukai Candra sejak dulu, jika Candra melihatnya bersama lelaki lain itu hanya akan membuat Candra curiga.
BERSAMBUNG.