Sebuah kesuksesan akan terjadi jika kamu menggunakan perasaan dan logika secara seimbang. Selain itu, tetap berusaha dan terus berdoa.
- Kim Man Young –
“Selamat pagi, Pak Kris .... “ Pricilla tersenyum ketika menyala Pak Kris —tukang kebun SMA Go Publik—yang sedang membersihkan taman depan sekolah. “Pak, semangat, ya?”
Pricilla berjalan menuju ruang kelasnya, tiba-tiba ponselnya berdering ketika dirinya sampai di lorong sekolah yang menghubungkan ruang guru dan kelasnya.
“Hallo, Nia ... Apa ada sesuatu yang penting?” tanyanya dibalik telepon.
“Kak Prissy, maafkan Nia, ya ... Nia selalu merepotkan Kakak. Kak, Rinai demam tinggi,” ucapnya dengan sesenggukan.
“Nia, nanti sore Kakak ke sana. Kamu dan yang lain jaga Rinai dengan baik, ya.”
Pricilla melanjutkan jalannya ke kelas. Sesampainya di kelas, belum ada siswa ataupun siswi di dalamnya. Ah iya, Pricilla lupa kalau dia berangkat kepagian. Ih, mit amit jangan sampai kaya si Agnetha yang lemot, pelupa pula, batinnya.
Ia duduk di tempatnya seperti biasa di paling pojok belakang sebelah kanan. Ia duduk di sana bersama Anara. Pricilla melepaskan jaket denim pemberian papanya, lalu disampirkan di kepala kursi sekolah. Ia juga melepaskan gendongan tasnya lalu membuka ponselnya.
Lima belas menit kemudian, teman sekelasnya mulai berdatangan termasuk anggota geng luoji. Mungkin, memang rutinitas mereka adalah berangkat ke sekolah dua menit sebelum bel berbunyi. Tapi, hari ini Pricilla berangkat jauh lebih pagi dibandingkan hari sebelumnya. Kenapa? Dia hanya ingin berangkat tanpa diganggu macetnya ibu kota.
“Guys, gawat si Rinai sakit.” Pricilla masih memainkan ponselnya.
“Uangnya ada kan?” tanya Anders.
Pricilla menaruh ponselnya ke saku kemeja sekolahnya yang berwarna putih. “Habis, mau enggak mau kita harus segera melakukan aksi lagi.”
Kim, Raynar, Anara, Davin, dan Agnetha mengubah duduknya lebih merapatkan tempat. Hal itu yang mereka lakukan supaya tidak bocor tentang rahasia yang mereka pegang.
“Oke, kali ini kita bagi aja, tim cowok terjun ke jalan dan tim cewek di lingkungan sekolah, bagaimana?” saran Kim yang diangguki oleh anggota geng luoji.
“Seluruh peserta didik dimohon memasuki kelas masing-masing.”
Bel masuk telah berbunyi. Pricilla melihat jam di tangannya, benar, waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Sebelum guru datang ke kelas, mereka melakukan rutinitas yang dibuat oleh sekolah yaitu, berdoa, tadarus, literasi, dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Untuk hal itu, geng luoji pun melakukannya. Ia mengikuti rutinitas tersebut dengan tertib.
“Permisi ... Kak, ada titipan amplop untuk Kak Anders dan teman-temannya dari Ibu Ratna. Terima kasih.”
Salah satu anggota OSIS yang berasal dari kelas XI itu pergi kembali ke kelas—mungkin—untuk mengikuti pelajarannya.
Anders membuka amplop cokelat berukuran besar. Biasanya, jika ada surat dari kepala sekolah pasti diberikan ke guru BK. Tapi, sekarang kenapa diberikan langsung?
SURAT KEPUTUSAN
KEPALA SMA GO PUBLIK
Nomor : 999/SK/GOPUBLIK/02/2021
T E N T A N G
PENYELENGGARAAN OLIMPIADE MATEMATIKA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2021
DI BANDAR LAMPUNG
Menimbang :
a. Bahwa akan mengikuti Olimpiade tingkat nasional di Bandar Lampung tanggal 20-24 Maret 2021
b. Bahwa tolong untuk Geng Luoji mengikuti acara tersebut sampai selesai sebagai permintaan maaf terhadap saya, karena telah mencoba meng-hack nomor ponsel pribadi milik saya
c. Bahwa wajib mempersiapkan mental, fisik, dan tentunya materi agar bisa memenangkan perlombaan tersebut
Memperhatikan :
Undangan dari panitia penyelenggara Olimpiade yang dikirimkan pada 13 Februari 2021 beserta lampirannya.
T E N T A N G
Ditetapkan:
a. Perwakilan SMA Go Publik adalah anggota Geng Luoji yang terkenal bandel, nakal, dan sering membuat nama sekolah buruk. Kalian harus mengikuti pelatihan bersama guru Matematika SMA Go Publik. Jadwal akan dibagikan di kemudian waktu.
b. Keputusan ini berlaku sampai selesainya Olimpiade yaitu 24 Maret 2021.
DITETAPKAN OLEH KEPALA SMA GO PUBLIK
PADA TANGGAL : 16 Februari 2021
Kepala SMA Go Publik Geng Brandalan Guru BK
(Ibu Ratna Wiwara) (Geng Luoji) (Ibu Sinta)
Tembusan :
Komite SMA Go Publik
“Begitu isi suratnya .... “ Anders selesai membacakan isi surat cinta dari Kepala Sekolah. “Ga pa-pa, kita ikuti saja, ya, lumayan kan bisa terbang ke Lampung terus kalau menang uangnya bisa di pakai untuk tambah-tambah saldo hasil sumbangan paksaan.”
Kring! Kring! Kring!
“Selamat pagi, kita lanjutkan pembelajaran bahasa Indonesia, ya,” ucap Bu Diah setelah salam. Beliau duduk di tempatnya lalu mengambil buku paketnya.
“Baik, pertemuan sebelumnya kita sudah mempelajari sedikit tentang teks prosedur, sekarang kita melanjutkan materi teks prosedur, ya,”
Murid-murid kelas IPA 2 mengambil buku tulis dan buku paket bahasa Indonesia. Ibu Diah berjalan ke arah papan tulis. Beliau menuliskan beberapa ciri-ciri teks prosedur.
“Teks prosedur itu harus di tulis secara urut, kalau kalian menuliskan secara urut bukan dinamakan teks prosedur, melainkan tips.”
“Maaf, Bu, mau memanggil 7 anak yang bernama Pricilla, Anders, Agnetha, Davin, Kim, Anara, dan Raynar untuk mengikuti pelatihan Olimpiade bersama saya,” ucap Bu Tutik di ambang pintu kelas.
Mereka yang merasa namanya di panggil mengikuti langkah kaki Bu Tutik menuju ruang perpustakaan SMA Go Publik.
“Kalian cari referensi buku matematika dulu, ya, saya mau mengambil berkas di ruangan saya.”
“Bu, tidak usah ada pelatihan juga tidak masalah, kita itu cerdas loh,” ucap Kim setelah mendudukkan diri ke sofa yang ada di perpustakaan, “Ah, pasti Ibu tidak percaya, kan?”
“Sudah-sudah jangan banyak bicara, kerjakan saja perintah saya. Mana mungkin kalian cerdas, kalian saja suka bikin ulah bukannya belajar.”
Sementara Bu Tutik kembali ke ruangannya, mereka bukannya mencari buku referensi melainkan merebahkan diri mereka di lantai antara rak buku yang satu dan lainnya. Rasanya, enak kalau sekolah seperti itu. Bisa keluar izin pelajaran yang lain hanya untuk rebahan di perpustakaan.
Masalah olimpiade, bukan hal besar bagi geng luoji. Mereka memiliki kecerdasan di bidang matematika dan analisa. Sebenarnya, tanpa pelatihan pun mereka yakin akan membawa piala kebanggaan untuk SMA Go Publik. Bukankah sebuah kesuksesan akan terjadi jika ada optimis di awal?
“Astaga, kalian ini saya suruh mencari buku malah rebahan. Kalian mau jadi apa di masa depan? Kalian mau, kalau hanya akan menjadi orang-orang yang rendah? Ayo dong bangun, lakukan perubahan!”
“Bu Tutik yang terhormat, bisakah kalau mendoakan anak didiknya yang baik-baik? Kita memang nakal, tapi kita juga punya tujuan hidup yang jelas, kok.” Pricilla mentap matanya yang sudah mulai meredup, padahal hari belum terlalu siang.
“Bu, lain kali kalau mendoakan anak didiknya seperti ini, ya, ‘Nak, ayo semangat Ibu yakin besok kamu sukses!’ bukannya malah dengan kata-kata yang buruk, Bu.” Agnetha berdiri dari tidurnya lalu mengambil salah satu buku paket berjudul ‘Belajar Matematika Asyik.’
Lima menit kemudian, acara pelatihan dimulai oleh Bu Tutik. Ada hal lain yang mengganjal ketika hari pertama mengikuti bimbingannya. Ia terlihat merasa bersalah atas ucapannya tadi. Sebagai seorang guru, seharusnya bisa lebih bijak mengeluarkan kata-kata untuk anak didiknya. Tidak memandang ketika memberikan materinya ataupun melampiaskan kemarahannya. Perlu diingat, kata-kata yang terucap adalah suatu doa.
Selama satu bulan mereka sudah melakukan bimbingan bersama Bu Tutik di ruang Perpustakaan. Kini, saatnya mereka terbang ke Lampung untuk berperang melawan murid-murid berprestasi lainnya yang berasal dari SMA seluruh penjuru nusantara.
“Selamat datang di ‘Olimpiade Matematika Tahun 2021’ Kini saatnya perlombaan akan dilaksanakan dengan dibuka dari tim SMA Go Publik melawan SMA N 01!” Pembawa Acara memanggil kedua tim untuk memasuki arena panggung setelah acara memasuki ke acara inti.
“Baik, untuk tim SMA Go Publik sebelah kanan dan tim SMA N 01 di sebelah kiri ... Siapkan diri kalian, sesi tanya jawab cepat akan berlangsung dua menit lagi. Acara saya berikan kepada dewan juri.”
Acara lomba diselenggarakan di salah satu hotel yang ada di Lampung. Acaranya diisi oleh orang-orang hebat yang sudah tersohor dalam dunia pendidikan. Sebagai dewan juri yang sudah ditunjukkan, mereka —Bapak Arifudin, Ibu Tari, dan Ibu Arawati—bertugas memberikan soal dan memberikan nilai serta memutuskan pemenangnya.
“Baik, apakah sudah siap semua dari kedua tim?” Ibu Tari memulai acara inti.
Mereka yang berada di panggung menganggukkan kepalanya mengerti.
“Jawab pertanyaan dari saya dengan cepat .... “ Ibu Arawati membenarkan kacamata yang berbentuk bulat. “Berapakah nilai x dari persamaan 2x + 4 = 10.”
Tet ...!
“Nilai dari x adalah 3.” Pricilla memencet tombol dalam waktu sedetik setelah soal dibacakan.
“Jawaban dari tim SMA Go Publik, benar. Skor 5 untuk tim SMA Go Publik.” Ucap Beliau.
“Perhatikan soal dengan saksama. Disediakan premis pertama yaitu Jika lapar saya makan dan premis kedua yaitu saya lapar. Apa kesimpulan dari logika matematika tersebut dan termasuk ke dalam jenis apa?”
“Kesimpulan dari silogisme tersebut adalah saya makan.” Anders menjawab dalam waktu dua detik setelah soal dibacakan.
“Wah, sudah 10 poin untuk tim SMA Go Publik, ayo, SMA 01 tingkatkan semangat kalian!” Pembawa acara memberikan dukungan untuk mereka.
Pricilla melihat Ibu Tutik, Ibu Ratna, dan Ibu Sinta melongo tidak percaya muridnya bisa menjawab pertanyaan dengan secepat membalikkan tangan. Mereka tersenyum ke arah Pricilla memberikan rasa bangga terhadap anak didiknya.
“Baik, kita istirahat sebentar, ya .... “
Geng luoji yang mewakili SMA Go Publik tidak mengira kalau soal yang diberikan begitu mudah. Apa mereka yang terlalu cerdas atau panitia yang begitu cerdas sehingga membuat soal mudah sekali?
“Baik, kita lanjutkan kembali, ya. Silakan untuk Bapak Arif untuk memberikan soal ke tiga,” ucapnya.
“Perdengarkan soal dengan baik, karena soal berbentuk soal cerita ... Tono membeli baju dan 2 celana seharga Rp500.000,00 sedangkan Rudi membeli 2 baju dan 3 celana seharga Rp950.000,00. Berapakah harga 5 baju?”
Tet...!
“Harga 5 baju adalah Rp2.000.000,00.” Kim menjawab dalam waktu satu menit setelah Bapak Arifudin selesai membacakan soal cerita tersebut.
“Baik, jawaban saya terima ... Apakah Ananda bisa menjelaskannya di papan tulis?” tantang Bapak Arifudin yang merasa heran dengan Kim.
“Baik.” Kim berjalan menuju papan tulis yang terletak di belakang dewan juri. Panitia yang merasa akan terjadi sesuatu tidak sopan, maka mengangkat papan tulis itu ke sebelah dewan juri menghadap ke tamu undangan.
Misal: baju = b dan celana = c
b + 2c = 500.000 dan 2b + 3c = 950.000
Penyelesaian:
b + 2c = 500.000 | ×2 | 2b + 4c = 1.000.000
2b + 3c = 950.000| ×1 |2b + 3c =950.000
________________ -
C = 50.000
b + 2c = 500.000
b + 2(50.000) = 500.000
b + 100.000 = 500.000
b = 400.000
Jadi harga 5 baju:
5×400.000 = 2.000.000
“Wow, benar sekali jawabannya! Saya bangga dengan kamu, Kim. Bagaimana cara belajarmu? Sampai bisa menuntaskan soal hanya dalam waktu satu menit?”
“Terus berlatih dan berlatih, Pak.”
“Baik, sampai disoal nomor 3, SMA Go Publik telah berhasil mengumpulkan poin sebanyak 25 poin, tepuk tangan yang meriah untuk tim SMA Go Publik .... “
“Soal berikutnya, lanjutkan barisan berikut ini, 4,2,6,4, ..., .... “ Ibu Tari memberikan soal yang keempat.
“Jawabnnya adalah 10 dan 14,” teriak Anara dengan lantang dan yakin.
“Jawabannya benar ... Berikan tepuk tangan untuk tim SMA Go Publik yang berhasil meraup 4 soal.”
“Soal terakhir, perhatikan baik-baik, ya,” ucap Bapak Arifudin, “Berapakah nilai suku ke-6 kalau diketahui suku ke-2 adalah 45 dan suku ke-9 adalah 80, dalam kasus ini termasuk beris aritmatika.”
“Tujuh puluh lima!” teriak Pricilla
Dengan itu, geng luoji mampu membawa pulang piala, medali emas, penghargaan, uang saku Rp5.000.000,00. Acara terakhir yang menjadi penutup adalah foto bersama.
“Saya tidak menyangka kalau kalian begitu cerdas.” Ibu Ratna menepuk bahu Anders. “Tapi, sayang kalian nakal dan bandel.”
“Bu, jalan-jalan bolehlah, ya,” kata Agnetha.
“Baik, 3 hari untuk jalan-jalan keliling daerah Lampung. Tapi, bukan sekadar jalan-jalan, melainkan riset sejarah dan lain-lain.” Ibu Ratna menambahkan.
Akhirnya bisa piknik gratis ke luar pulau, batin Agnetha. “Bu, makan dulu, ya, lapar ini Bu.”
Mereka dan ibu guru pendamping menuju rumah makan yang sudah dipesan sebelumnya. Mereka menyantap makan malam sebelum kembali ke hotel sebagai penginapan. Mereka tidak menyangka bahwa akan memenangkan olimpiade sebesar ini dan menapakkan kaki di pulau orang.
Keesokan harinya, mereka pergi ke beberapa tempat wisata. “Pertama kita ke Way Kambas, ya, ingat jaga sopan santun.”
Pertama kalinya bagi Pricilla dan teman-teman untuk singgah ke Way Kambas yang terketak di Lampung Timur. Mereka menempuh kurang lebih dua jam perjalanan dari hotel tempat mereka singgah. Untuk bisa memasuki area wisata, mereka harus membayarkan tiket masuk yang harganya relatif terjangkau untuk wisatawan lokal.
Siapa, sih, yang tidak tahu tentang Way Kambas? Tempat konservasi gajah Sumatera yang dipenuhi tumbuhan dan hewan lainnya. Di sana juga dijadikan tempat untuk penelitian satwa-satwa langka.
Mereka menggunakan kamera hp untuk mengambil beberapa potret dirinya dengan background indahnya Way Kambas. Setelah puas belajar tentang satwa dan tumbuhan, mereka melanjutkan kunjungan ke tempat lainnya, seperti: Pulau Balak yang indah dengan pasir putihnya, Pantai Gigi Hiu, dan Pantai Klara.
Dua hari telah berlalu, kini mereka masuk ke sekolah normal kembali. Mengikuti pembelajaran dan juga rutinitas anak sekolah pada umumnya. Walaupun, belum sepenuhnya pikiran mereka pada materi, melainkan masih teringat dengan tempat wisata yang menyegarkan matanya.
“Hai, sini uangmu!” ucap Anara dengan nada memaksa.
Siswi yang duduk di bangku kelas X itu memberikan sejumlah uangnya tanpa ada perlawanan. Sebenarnya, dia hanya merasa takut dengan tatapan Anara yang sulit diartikan.
“Nih, masukkan uang kalian di plastik. Harus mengisi, kalau tidak ... Awas!”
Dengan sigap mereka mengisi plastik yang disulurkan oleh Anara di meja kelas X IPA 1 itu. Tidak ada perlawanan atau penentangan, mungkin karena mereka sudah terlalu biasa dengan hal itu. Begitu pun yang dilakukan Pricilla dan Agnetha di kelas sebelah.
Sedangkan tim cowok geng luoji memilih membolos dari sekolah untuk pergi ke jalanan meminta uang pada masyarakat yang berlalu lalang secara paksa dan tanpa memberikan alasan yang kuat.
Tidak lama kemudian, sekolah telah usai. Mereka pergi ke warung Pak Rahmat untuk mengumpulkan uang-uang yang sudah mereka rampas. Uang mereka digabungkan menjadi total Rp2.000.000,00. Mereka pergi ke Senayan untuk memberikan uang itu pada anak-anak Jalanan yang selama ini mereka bandu kehidupannya.
Setelah urusan mereka selesai di Senayan bersama anak-anak itu, mereka kembali ke warung Pak Rahmat untuk membahas mengenai angka pertama yang akan mereka gunakan untuk kode permintaan sekolah.
“Gimana, mau angka berapa?” tanya Anders.
“Aku punya ide, bagaimana kalau kita mengerjakan soal matematika, lalu jawabannya itu yang dijadikan angka di kode yang diminta sekolah,” saran Kim santai.
“Aku mau kasih angka 0 sebagai sumbangan dariku daripada ... Kena sanksi, sudah dapat hukuman dari sekolah masih dapat dari sanksi, kan rasa sakitnya melebihi ditolak doi dengan silogisme ..., “ ucap Anara, “Di depan guru lagi.”
“Heh, Ra, kamu nyindir?” tanya Agnetha, sedangkan Anara tertawa mengejek. “Tha, kan itu kenyataan, iya, kan, Dav?”
Davin tidak menjawab hanya melirik sekilas ke arah Anara. Ia tidak ingin meributkan masalah itu lagi. Baginya, Agnetha adalah sahabatnya, tidak akan pernah ia menghancurkan persahabatannya hanya sebuah percintaan yang belum tentu abadi. Lebih baik menjadi sahabat yang baik untuk selamanya jika tidak ditikung oleh godaan setan.
“Hai, aku mau kasih angka 0 saja. Aku dari tadi mengerjakan soal tidak ada yang cocok dijadikan angka pertama, karena yang pertama bagiku adalah doi,” ucap Anders sambil memainkan gitarnya.
“Memang kamu punya doi ..?” Pricilla melirik ke arahnya sekilas. “Sok banget yang pertama itu doi, orang kamu saja masih setia sama cewek yang statusnya sudah jadi istri orang.”
Semua anggota geng dan Pak Rahmat tertawa dengan perkataan Pricilla. Sedangkan, Pricilla dengan bangganya bisa membuka salah satu aib dari Anders. Walaupun, siap-siap dia akan mendapat perlakuan bak es kutub selatan dari Anders.
“Wah, jangan-jangan ... Anders bisa sejahat itu sama cewek gara-gara itu, iya bukan?” Agnetha memainkan jemarinya untuk menghilangkan rasa takut jika Anders tiba-tiba membuatnya bergidik ngeri dengan tatapan tajamnya atau sikap dinginnya.
“Tha, bisa diam?” tanya balik Anders lalu bola matanya memutar tertuju pada Pricilla. “Kamu jangan pernah membuka aib orang lain, kalau aibmu tidak mau dibuka sama Tuhan nantinya.”
Deg!
Ucapan Anders barusan mampu membuat Pricilla bergidik ngeri, memang benar ada dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 12, di mana di dalamnya terkandung makna yang mendalam tentang perintah tidak berprasangka buruk terhadap orang lain dan mengumbar aib orang lain, hal itu diibaratkan sebagai memakam bangkai saudaranya sendiri.
Jalan kehidupan seseorang itu Allah ciptakan berbeda-beda alurnya. Ada yang mulus-mulus terus menerus ada juga berliku-liku kemudian mencapai titik lurus. Tapi, itu semua juga tergantung pada diri manusia sendiri.
“Maafkan daku .... “
“Eh aku nyumbang angka 0 juga ya, lagi buntu nih. Mungkin, angka 0 memang paling terbaik untuk digit pertama.” Kim menyerah dengan beberapa soal yang ada di buku paket matematikanya.
Davin memakan mi ayam goreng yang dipesannya melalui aplikasi. “Nah, sudah angka 0 saja. Aku juga lagi bumpet nih otak.”
“Gelay, pesan mi ayam kaga bilang-bilang!” teriak Raynar dengan menyeruput mi itu dengan tangan kanannya yang membuat Davin merasa jijik. “Ray .... “
Raynar cengar-cengir seperti orang yang tidak bersalah. Sedangkan Agnetha dan Anara menatapnya nanar. Lapar, ya, lapar, tapi tidak sampai sebegitunya juga. Belum lagi, tangannya kotor penuh virus belum cuci tangan memakai sabun.
“Permisi, ini ada pesanan kopi NCT atas nama Kim ... Terima kasih.”
Kang kurir sudah melenggang pergi meninggalkan area warung Pak Rahmat. Lagi-lagi ada yang memesan makanan dari luar tanpa ada pembicaraan yang terus terang. Ah, kelakuannya sudah kaya petir di dalam hujan.
Secara diam-diam hujan hadir dengan menghanyutkan panasnya sinar mentari. Tuh, hujan saja bisa mengkhianati panas, apalagi manusia yang dengan mudahnya bisa berpaling dari Tuhan. Nah, kan, sama Tuhan saja bisa berpaling apalagi sesama manusia.
“Digit pertamanya berapa?” tanya Anders menatap anggota geng luoji satu per satu. “Angka 0,” jawabnya serempak.
“Aku pulang duluan,” pamit Pricilla. “Tapi, masih hujan. Ah, gak pa-pa, sekali-kali main hujan kan seru iya ga?” tanyanya sembari berlalu pergi meninggalkan tempat, tapi belum juga satu langkah suara petir mengagetkannya.
“Katanya mau pulang, Pris?” tanya Anara yang memainkan rambut sebahunya.
“Petirnya serem, oh, iya, ini kertas coret-coretanku. Kamu simpan dengan baik biar bisa jadi kenang-kenangan ketika lulus.” Pricilla duduk lagi di ambang pintu warung itu.
Warung Pak Rahmat bukanlah warung kecil seperti pada umumnya. Ia membukanya seperti kafe yang terkenal di ibu kota, tapi tetap dengan ciri khasnya yang juga menjual sembako. Tentu, ada keunikan tersendiri untuk warung ini, yaitu menu yang dibuat adalah menu sederhana khas kampung. Inilah yang membuatnya ramai pengunjung yang sedang merindukan masakan desa. Masakan juga perlu loh untuk dirindukan apalagi untuk kalangan masyarakat yang merantau, yang bisa dirindukan bukan hanya pasangan saja.
“Pris, jaketmu basah, nggak dilepas saja?” tanya Anara yang membuat Pricilla refleks membuka jaket denim milik papa sewaktu muda. Jaket ini yang mengingatkanku pada sosok ayah dan juga kenangan pahit ketika beliau meninggalkan Pricilla.
Tidak lama kemudian, hujan mulai mereda, petir pun sudah samar-samar terdengar oleh indra pendengaran. Pricilla dan teman-temannya pergi melenggang kembali ke rumah masing-masing. Kondisi hujan, macet, jalan berlubang membuat Pricilla harus menghabiskan waktu selama kurang lebih satu jam untuk sampai di rumah sederhana yang ia tempati bersama mama tercintanya.
“Ma, Mama tidak kenapa-kenapa, kan?” tanya Pricilla ketika sudah sampai di rumahnya.
“Tidak apa-apa, Mama khawatir sama kamu, Nak.” Alya memeluk Pricilla hangat.