Bagian 20

1503 Kata
Tanpa sadar bibir ini tersenyum dengan sendirinya. Melihat foto - foto mereka saat itu, rasanya seperti kembali pada saat semuanya terjadi. Dulu Ardina tergabung dalam kelompok 14 bersahabat. Mereka memiliki grup sendiri untuk melakukan berbagai hal menyenangkan bersama. Mereka sering berjanji untuk melakukan sesi foto bersama dengan tema dan warna pakaian yang sama pula. Mereka sering janjian membeli baju yang sama. Mereka sering janjian makan bersama menelusuri setiap cafe dan tempat makan yang sedang hits. Dan lain sebagainya. Ketika aku mengenal Ardina, aku pernah sekali mengantarnya ke studio foto untuk bertemu dengan sahabat - sahabatnya, dan melakukan sesi foto kenang - kenangan di sana. Mereka tidak henti - hentinya menggodai kami. Karena dari 14 gadis itu, hanya Ardina yang membawa pasangan. Aku melihat profil dan foto satu per satu teman Ardina. Sembari mengingat - ingat, siapa di antara 13 temannya, yang paling akrab dengannya. Dan sering melakukan sesi curahan hati bersama, lebih sering dibandingkan teman - temannya yang lain. Ketika melihat foto salah satu dari mereka. Ini dia. Yang bernama Puspita. Ia yang paling sering disebut namanya oleh Ardina ketika ia menceritakan teman - teman satu grup - nya. Aku melihat profil Puspita. Ia tinggal di Kecamatan Ngadiluwih. Dan ia juga menyertakan nomor telepon di sini. Aku akan menyimpan dan akan menghubungi nomornya itu. Entah masih aktif atau tidak, yang jelas akan aku coba dulu. Kalau yang sudah jelas tidak aktif adalah, nomor lawas Ardina sendiri.  Aku memutuskan untuk keluar terlebih dahulu dari gudang ini. Lembab dan berdebunya udara di dalam gudang mulai membuat aku merasa tidak nyaman untuk bernapas. Sebelum membawa keluar buku ini, aku terlebih dahulu mengembalikan tumpukan yang tadi sempat aku bongkar. Rasanya benar - benar lega ketika aku akhirnya sudah keluar dari sana. Napasku bisa aku tarik dengan ringan. Aku menutup dan mengunci kembali pintu gudang. Aku melihat sekitar bajuku apakah ada debu yang menempel atau tidak. Karena aku berencana untuk duduk di sofa ruang keluarga setelah ini. Aku hanya malas jika sofaku nanti kotor jika badanku berdebu. Selesai memastikan bahwa tubuhku bersih, aku segera menuju ke ruang keluarga. Aku meletakkan buku memori itu di meja, tepatnya pada halaman profil Puspita berada. Aku merogoh saku dan mengambil ponsel di sana. Mulai aku tulis nomor Puspita di sana. Rasa lega kembali menyambut kala muncul tanda pada nomor Puspita yang aku simpan, bahwa nomornya terdaftar dalam salah satu aplikasi chat. Berarti nomornya masih aktif. Namun entah masih dipegang oleh Puspita, atau sudah pernah hangus, kemudian dimiliki oleh orang lain. Aku kemudian langsung menulis pesan kepada nomor itu. 'Assalamualaikum. Saya Anara. Mantan suami Ardina. Saya tahu nomor Anda dari buku kelulusan universitas. Apakah Anda benar Puspita sahabat karib Ardina ketika masih kuliah dulu?' Aku segera menjelaskan langsung pada intinya. Jika pemilik nomor itu benar Puspita yang aku maksud, pesanku tidak akan terkesan aneh. Tapi jika ternyata nomor itu sudah dimiliki oleh orang lain, tentu akan terkesan sangat aneh. Namun apa peduliku, toh kami tidak saling kenal. Pasti pesan ini hanya akan dianggap spam atau percobaan penipuan. Tanpa disangka - sangka. Pemilik nomor itu ternyata sedang online, dan ia langsung membaca pesanku. Dan yang terpenting, ia langsung mengetik untuk membalas pesanku. 'ya, saya adalah Puspita temannya Ardina. Saya ingat anda. Kalau boleh saya tahu, ada apa hingga Anda sampai menghubungi saya seperti ini?' Membaca pesan itu ingin rasanya aku melakukan selebrasi ala pemain sepak bola yang baru saja berhasil mencetak gol ke gawang lawan. Rasanya aku begitu senang, begitu lega. Akhirnya setelah perjuangan yang terasa buntu, ada juga jalan yang nampak terang. Tanpa ingin menyia - nyiakan kesempatan, aku langsung mengetik pesan balasan pula. 'syukur lah kalau begitu. Begini, saat ini saya sedang mencari di mana keberadaan Ardina. Sebab putra kami sedang sakit. Saya rasa dia akan segera membaik setelah bertemu dengan ibunya. Hanya saja saya kehilangan kontak sama sekali dengan Ardina. Saya bahkan sudah datang ke rumahnya dulu, namun saat ini rumah itu sudah dijual. Apakah Anda tahu, di mana keberadaan Ardina saat ini? Tolong beri tahu saya, jika Anda tahu. Terima kasih sebelumnya.' Seperti sebelumnya, Puspita segera membaca dan sekarang sedang mengetik pesan balasan. 'astaga ... apakah Arkana baik - baik saja? Saya masih kontak dengan Ardina beberapa saat sebelum dia pamit akan pindah ke Surabaya. Saya bahkan mengantarnya ke Bandara. Dia juga pergi bersama ayah dan ibunya. Namun sehari setelah kepergiannya, saya juga tidak lagi bisa mengontaknya.' Perasaanku benar - benar campur aduk ketika membaca pesan balasan Puspita kali ini. Aku lega karena ia tahu nama putraku dengan Ardina adalah Arkana. Yang semakin meyakinkan aku bahwa ini adalah benar Puspita teman karib Ardina. Aku juga lega karena sudah mendapatkan secercah harapan tentang keberadaan Ardina saat ini. Ternyata di Surabaya. Meski kemudian ada jawaban yang membuatku merasa sedih. Karena ia bilang, ia juga kehilangan kontak dengan Ardina setelah itu. 'Syukur lah saat ini kondisi Arkana stabil. Hanya saja dia belum sadarkan diri pasca operasi. Kalau boleh tahu, dia pindah ke Surabaya daerah mana? Atau apakah Anda tahu alamat pastinya? Supaya saya bisa segera ke sana tanpa harus mencari tahu lebih jauh lagi. Karena saat ini keadaannya urgent. Saya ingin Arkana segera sembuh. Saya yakin, semakin cepat ia bertemu dengan ibunya, akan semakin cepat pula ia akan sembuh.' Hatiku rasanya was - was menunggu jawaban dari Puspita kali ini. Rasanya seperti menunggu hasil ujian akhir sekolah, yang menentukan lulus atau tidak. Membuat jantung berdebar - debar tak keruan, dengan iringan doa hang terlantun bersama setiap hela napas. 'yang saya tahu, dia pindah ke daerah Simopomahan. Di sekitar pabrik emas bernama SBU. Selebihnya saya kurang tahu lagi. Karena saya benar - benar kehilangan kontak dengan Ardina setelah itu. Saya juga sudah coba bertanya pada teman - teman kami yang lain. Mereka pun sama, tidak bisa menghubungi Ardina lagi setelah itu.' Aku membaca pesan balasan itu dalam diam. Ada secercah harapan lagi. Aku suda tahu di daerah mana di Surabaya tujuan kepindahan Ardina saat itu. Sayangnya karena Puspita dan teman - temannya yang lain juga kehilangan kontak dengan Ardina setelah itu, jadi tidak diketahui secara pasti, di mana tepatnya tempat tinggal Ardina sekarang. Astaga ... Apakah aku harus menyisir setiap sisi Simopomahan? Bukan kah itu akan memakan waktu yang tidak sebentar? Iya kalau ternyata benar Ardina masih tinggal di sana. Jika ternyata tidak ... apakah aku harus menyisir setiap sisi Surabaya yang begitu luas? Iya kalau ia ternyata masih berada di Surabaya, jika tidak ... apakah aku harus menyisir setiap sisi Indonesia dari Sabang sampai Merauke? Iya kalau ia ternyata masih di Indonesia, jika tidak ... apakah aku harus menyisir setiap sisi dunia hang begitu luas dan besar. Di mana adalah sebuah ketidak mungkinkan untuk menemukan Ardina jika aku benar - benar melakukan pencarian dengan cara seperti itu. Astaga .... Tiba - tiba di tengah gundah gulananya hatiku, Puspita baru saja mengirim pesan baru. Aku segera membuka pesan itu. 'Pak Anara, izinkan saya menyampaikan sesuatu. Ini tentang Rani, salah satu sahabat kami juga. Beberapa saat setelah kepindahan Ardina ke Surabaya, dan kami kehilangan kontak dengan Ardina ... Rani kemudian mendapat panggilan kerja ke Surabaya juga. Ada kemungkinan Rani dan Ardina pernah bertemu di sana. Meskipun Rani tidak pernah mengatakan apa pun pada kami. Namun sejak dulu Ardina seperti Memiliki keterikatan khusus dengan Rani. Ya, kami semua dekat, namun Ardina paling dekat dengan Rani. Siapa tahu saja dia hanya percaya pada Rani, sehingga ia tidak menutup diri dari Rani, diam - diam masih berhubungan dengan Rani secara diam - diam. Tidak ada yang tahu. Jika Anda berkenan untuk menghubungi Rani, di bawah akan saya lampirkan nomornya.' Dan Puspita benar - benar melampirkan nomor seorang wanita bernama Rani di bagian bawah pesan yang cukup panjang tersebut. Ternyata aku salah. Aku pikir dulu Ardina paling dekat dengan Puspita. Ternyata justru dengan Rani. Meski kecil kemungkinan bahwa teori dari Puspita itu adalah benar, namun tidak menutup kemungkinan jika hal itu memang benar adanya. Aku pun memutuskan untuk menghubungi Rani. ~ ~ ~ Single Father - Sheilanda Khoirunnisa ~ ~ ~ Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Single Father. Mau tahu kenapa dikasih judul Single Father? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         - - T B C - -          
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN