PART. 11 ANTI MAINSTREAM

1535 Kata
18++ WARNING!!. PART INI MENGANDUNG UNSUR DEWASA DAN BANYAK KATA-KATA VULGAR DIDALAMNYA. YANG BELUM CUKUP UMUR HARAP JANGAN MEMBACA. JIKA MEMBACA JUGA SAYA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS AKIBATNYA KARENA LABELNYA SUDAH JELAS 18++ YANG BELUM MENIKAH JANGAN TIRU GAYA DIMAS DAN WINDA YA..DOSA!!! Cara beli koin. klik tulisan tukar koin. klik jumlah yang ingin dibeli (full story' 1.500 an koin) klik cara bayar. G pay potong pulsa. Codapay, cara lainnya. -- Winda tidur dengan suara mendengkur halus, terdengar di telinga Dimas. Acara cium burung tidak jadi dilakukan, karena Dimas menolak Winda mencium burungnya. Tangan Dimas melingkari dadanya Winda, dikecup lembut bahu Winda yang terbuka, karena baju tidur yang dipakai Winda tanpa lengan. "Boy, boleh cium burungnya nggak?" Winda mengigau menyebut nama Boy. Dimas terjengkit duduk dengan mata melotot. "Boy, buka celana kamu, aku ingin lihat besar mana burung kamu, sama burung Daddy.." Winda masih bicara dengan mata terpejam. "Winda! Winda bangun!" Dimas menggoyangkan lengan Winda. "Boy ...." "Winda, bangun!" Dimas sampai mendudukkan, dan menggoyang-goyang tubuh Winda agar bangun. Winda membuka mata pelan. "Daddy ganggu mimpi Winda, kenapa Winda dibangunin sih? Tuh kan, Winda jadi nggak bisa lihat bu ... hmmmppp!" Dimas menyambar bibir Winda cepat, ia ingin menenggelamkan ucapan Winda, yang ingin menceritakan mimpinya. Tangan Dimas meraih tangan Winda, dituntun tangan Winda ke balik celana boxernya. Winda bersorak kegirangan dalam hati, taktik pura-pura memimpikan Boy berhasil membuat Dimas mengijinkan ia memegang burung Dimas. Bibir masih bertemu bibir, tangan Winda menyentuh milik Dimas, membuat tubuh Dimas bergerak gelisah. "Winda!" "Daddy, bukain baju Winda," pinta Winda manja. Dimas melepas baju tidur Winda, hingga hanya tertinggal celana dalam saja. "Daddy tiduran dong!" Pintanya lagi. Dimas menurut ia berbaring telentang, dan Winda langsung melepaskan celana boxer Dimas, hingga burung Dimas melompat ke luar. Mata Winda terbelalak melihat burung Dimas. "Burungnya belum bangun ya Daddy, Winda bangunin ya." Dimas hanya menyahut dengan anggukan kepala. Winda mulai beraksi melakukan apa yang diinginkan seperti yang dilihat di film katanya. Sesekali dia berucap. "Ayo bangun. Ayo bangun ...." Dimas sampai tidak dapat menahan tawa, karena ucapan Winda itu. Saat burungnya sudah bangun, Dimas memejamkan mata rapat, tangannya mencengkeram seprai kuat, ia diam, dan menikmati saja apa yang Winda lakukan pada burungnya. Mata Dimas masih terpejam rapat, ketika tiba-tiba.... Dimas terkejut, ia merasakan burungnya amblas menembus selaput tipis, dan masuk menusuk ke dalam milik Winda. Dimas membuka mata, saat mendengar Winda berteriak kesakitan sambil menggerakkan tubuhnya. "Awww! Sakit! Perih!" Winda bergerak asal saja, tidak karuan, tapi ia tetap bertahan dengan duduk di atas pangkal paha Dimas, dengan burung Dimas tertanam di sarang miliknya. Dimas yang panik, langsung menahan pinggang Winda, agar Winda diam, dan tidak banyak bergerak dulu. "Winda kenapa dimasukan!? Daddy sudah bilang tunggu nanti saat Winda sudah selesai sekolah. Kenapa Winda masukin sekarang!" Dimas benar-benar bingung harus bagaimana menghadapi Winda. "Jangan ngomel, Daddy, ini sakit banget tahu, seperti ... seperti apa ya, pokonya sakit!" Winda bergerak lagi, berulang kali, sambil mengibaskan tangannya di dekat miliknya. Seakan ada rasa panas, sehingga harus dikipas. Tiba-tiba Winda berhenti bergerak-gerak. "Daddy!" "Ya, ada apa?" Tanya Dimas cemas melihat Winda yang diam tak bergerak, wajahnya kadang meringis, kadang terlihat seperti bingung. Winda kembali bergerak. Sekali, dua kali. "Kok bisa jadi seenak ini ya, Daddy, perih-perih enak, benar kata Sisi, dan Elma, perih tapi enak pada akhirnya?" Celotehnya kegirangan sambil terus bergerak sesuka hatinya. Ia seperti mendapatkan mainan baru saja. Dimas takjub melihat kelakuan istri ABG nya. 'Apa ada ya orang kehilangan keperawanannya tanpa air mata. Biasanya kan gadis lain menangis saat malam pertama, entah tangis bahagia karena menyerahkan harta paling berharganya, kepada orang yang dicintai, atau tangis sedih karena malam pertamanya tidak sesuai harapan. Tapi, Winda ... hhhh, benar-benar berani beda, alias anti mainstream, begitulah kata orang mungkin jika mendengar cerita tentang cara bermalam pertama yang jauh dari bayangan romantis.' "Perih, Daddy burungnya suruh diam dong, jangan gerak-gerak di dalam sarang nya Winda. Iiihhh sakit banget tahu!" Winda bergerak lagi, Dimas rapat memejamkan mata, menikmati nikmatnya sarang Winda yang membuat burungnya betah di dalam sana. Winda membungkukkan tubuh, diciuminya Dimas dengan mesra. "Bilang aah ssh gitu dong, Daddy biar gimana gitu" rayunya. "Aku marah sama Winda. Winda belum waktunya merasakan ini." "Winda ingin merasakan bercinta, Daddy. Kata teman-teman Winda enak. Eeeh ... ternyata benar enak," sahut Winda. "Winda, ingat ya, tidak boleh melakukan hal seperti ini dengan pria lain, karena itu dosa. Winda istriku, Winda tidak boleh memiliki perasaan suka pada pria lain, tidak boleh memuji pria lain di hadapanku, mengerti!" "Tapi Daddy harus janji juga, jangan ML dengan wanita lain, kalau Winda lagi ingin ML harus langsung dikasih ya." "Oke, deal ya!" Dimas mengulurkan tangannya, dan disambut oleh Winda. "Sekarang biarkan aku yang pegang kendali, Winda cukup nikmati saja apa yang aku beri." Dimas membawa Winda berguling, sehingga sekarang Dimas yang di atasnya. "Nah gitu dong, Daddy, masa Winda terus yang agresif sih, harusnya suami yang agresif. Lagipula Daddy sudah banyak pengalaman masa nggak paham sih!" "Diam, Winda, jangan menceracau terus, mending mendesah, mengerang, melenguh, seperti di n****+, dan film itu," sergah Dimas memotong ucapan Winda. "Kalau Winda mendesah, pasti Daddy bangga ya karena sudah bikin istrinya puas, ya kan Dad, Win ...." "Windaaaaa diamlah!!" Dimas menggeram antara kesal, dan menahan kenikmatan. 'Apa ada orang ML sambil ngobrol tidak jelas begini.' "Daddy, Winda mau meledak!" "Keluarkan saja, Sayang," sahut Dimas. Saat burung Dimas hampir muntah Dimas langsung melepas burungnya dari sarang Winda, dan menumpahkan muntahan burungnya di atas perut Winda. "Kenapa dibuang di atas perut Winda?" tanya Winda bernada protes, saat Dimas mengecup bibirnya. "Winda masih harus sekolah, belum boleh hamil sayang," jawab Dimas mesra. "Yaah, Winda ingin ...." "Nanti kita ke dokter ya, konsultasi untuk menunda kehamilan. Sekarang Winda berendam dengan air hangat dulu, biar pegal-pegalnya hilang." "Winda nggak pegal kok." "Jangan protes, tunggu di sini aku isi bathtub dulu." "Iya, Daddy, My Sweety Honey Bunny Hubby hahahaha!" Winda tergelak sendiri mendengar sebutannya untuk Dimas. Dimas hanya bisa menarik nafas seraya menggelengkan kepalanya. 'Istriku ajaib, unik, untungnya cantik, pintar, dan WARAS hhhhh ....,' batin Dimas. * Dimas heran juga dengan Winda, bangun pagi ia tidak terlihat kesakitan meski baru dibelah duren tadi malam. Bahkan tadi malam Dimas harus memberikan pengertian ekstra sabar kepada Winda yang masih ingin begituan lagi. "Daddy boleh minta lagi nggak?" bisiknya genit. "Winda, sebaiknya pelan-pelan saja ya, Sayang, jangan langsung ingin lagi" "Memang kenapa? Winda kuat kok" "Aku tahu Winda kuat, tapi kalau terlalu dipaksakan nanti cepat kendor badan Winda, bagaimana kalau aku masih gagah, Winda sudah kendor?" Winda tertawa mendengarnya. "Mana bisa, umur Daddy itu 20 tahun lebih tua dari Winda jadi ... eeh, tunggu 20 tahun jarak umur kita, busyet deh Daddy tua banget ya!" Winda meneliti wajah Dimas. "Tapi Daddy ganteng banget hehehe." "Winda, meski aku lebih tua, tapi kan awet muda, karena aku menjaga pola makan, dan pola hidup. Nah, kalau Winda asal-asalan tidak menutup kemungkinan, nanti Winda lebih duluan peot dari aku." "Eeh Winda peot, enggak mau aah." Winda menggeleng-geleng cemas. "Nah, maka dari itu Winda harus belajar mengatur semuanya, jangan seenaknya oke!" "Oke sajalah" jawab Winda akhirnya. * Selesai salat subuh, Winda bermanja dengan duduk di atas pangkuan Dimas yang masih memakai baju koko, dan sarung di tubuhnya. "Daddy ganteng kalau begini" pujinya sambil mengecup pipi Dimas. "Winda nggak merasa sakit ya itunya?" "Itunya? Oh maksud Daddy sarang burungnya Winda ya, hehehe ... sakit sih, tapi lebih banyak enaknya dari pada sakitnya, padahal kata Sisi sama Elma sakitnya mereka berhari-hari loh. Pipis saja sakit katanya. Eh, tapi mungkin karena kita sudah halal, jadi Allah lebih banyak kasih enaknya ketimbang sakitnya. Enggak seperti mereka bikin dosa, hiiiyyy ...." Winda bergidik, seakan ia lupa kalau ia sendiri juga hampir melakukan dosa yang sama dengan Dirga. Dimas terdiam sesaat, ia merasa malu karena apa yang dikatakan Winda seperti menohok dadanya, ia merasa berlumur dosa, tapi Dimas bertekad untuk bertobat sungguh-sungguh. Ia berjanji untuk mulai belajar menjadi imam yang baik bagi Winda. "Kok Daddy diam saja sih? Sakit gigi ya?" "Enggak. Pesanku pada Winda, ingat ya. Satu, jangan lirik-lirik apa lagi dekat-dekat cowok lain, apa lagi sampai jatuh cinta, karena itu dosa. Kedua jangan pernah pergi kemanapun tanpa ijin aku, oke!" "Oke!" "Sekarang ganti baju seragam sana!" Dimas memukul pinggul Winda gemas. "Boleh nggak kalau Winda jadi istri Daddy saja, nggak usah sekolah lagi?" "Tidak boleh, aku tidak mau ya punya istri tidak sekolah Winda denger ya, dulu aku harus banting tulang, peras keringat buat melanjutkan sekolah sampai sarjana. Tiap hari aku harus mengayuh sepeda untuk menuntut ilmu. Nah, sekarang Winda tiap hari antar jemput naik mobil, nggak perlu mikir biaya sekolah masa malas. Ayo semangat sekolahnya ya. Winda harus jadi sarjana, makanya aku tidak mau Winda hamil dulu." "Kalau Winda hamil dulu baru jadi sarjana boleh nggak?" "Nanti aku pikir-pikir lagi, sekarang ganti bajumu, nanti terlambat ke sekolah." "Oke, Daddy" Winda menyusupkan kepala ke leher Dimas, dikecup leher Dimas lama, ia memberi tanda kalau Dimas miliknya. "Winda ...." Winda turun dari pangkuan Dimas. "Daddy milik Winda, sudah Winda stempel hahahaha!" Winda meninggalkan tawanya di kamar Dimas, sebelum ia kembali ke kamarnya untuk mengganti baju. Dimas hanya bisa mengelus dadanya. * Cara beli koin. klik tulisan tukar koin. klik jumlah yang ingin dibeli (full story' 1.500 an koin) klik cara bayar. G pay potong pulsa. Codapay, cara lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN