“Naomi tidak ada, kami terakhir kali berkomunikasi satu minggu lalu,” kata Jaden setelah mendengarkan semua cerita Magnus.
“Kupikir dia datang padamu,” ungkap Magnus terlihat kecewa dan sedih.
“Saya sungguh tidak tahu,” jawab Jaden terlihat bingung dan ikut dibuat khawatir.
“Jaden, apa kau bisa membantuku mencari Naomi?” tanya Magnus terdengar putus asa. “Tidak perlu membawanya pulang, hanya perlu memastikan bahwa Naomi baik-baik saja.”
Jaden terdiam dalam kebingungan, sulit untuk Jaden menolak permintaan Magnus apalagi Naomi juga sangat berarti untuknya. “Paman, saya sedang di promosikan menjadi direktur, untuk waktu dekat saya tidak bisa meminta cuti,” jawab Jaden dengan berat hati.
Magnus menghela napasnya dengan kesulitan. “Baiklah, tidak apa-apa,” ujar Magnus dengan senyuman memaksakan.
“Paman” Jaden mendorong segelas air agar Magnus bisa sedikit lebih tenang. Usai Magnus kembali terlihat tenang, Jadenpun kembali melanjutkan ucapannya. “Mengapa Naomi pergi dari rumah?”
Magnus tersenyum pahit, kesedihan dan rasa bersalah terlukis jelas di wajahnya. “Kau tahu kan masalah mall yang saat ini berada di ambang kehancuran. Aku berniat menikahkan Naomi dengan seseorang yang sangat aku percaya, Naomi mendengarkan rencana itu ketika aku berbicara dengan Cassandra. Naomi pergi tanpa mendengarkan penjelasannya yang lengkap dariku. Karena hal itulah Naomi pergi.”
Tangan Jaden terkepal kuat di atas meja, Jaden menyembunyikan ekspresi kagetnya begitu mengetahui bahwa Naomi akan melakukan pernikahan bisnis.
“Paman, saya akan berusaha mencari Naomi melalui teman-teman saya.”
“Terima kasih Jaden.”
***
Hari mulai gelap, Naomi keluar dari klinik seorang diri, kakinya terpincang-pincang memakai kruk, satu tangannya menekuk tidak dapat di gunakan.
Beberapa orang yang berada di sekitarnya sempat mendekati Naomi, mereka tampak kasihan melihat betapa menyedihkannya Naomi yang berjalan terpincang-pincang harus membawa ransel dan koper, dengan berbaik hati mereka membantu membawakan koper dan ransel Naomi menuju sisi jalan.
Suara helaan napas berat terdengar dari mulut Naomi.
Naomi terdiam bingung di antara keramaian orang, perasaan Naomi berkecamuk tidak menentu hingga sulit di jabarkan seperti apa. Naomi takut, sedih, menyesal, kecewa, dan lapar.
Ya, Naomi sangat lapar karena sejak tadi belum memakan apapun.
Sekali lagi helaan napas berat terdengar dari mulut gadis itu, Naomi sungguh tahu bahwa pergi keluar dari rumah seorang diri begitu sesulit ini. Hati Naomi yang rapuh terasa seperti terkoyak kaena kesedihan dan perasaan kecewa yang tertuju kepada dirinya sendiri.
Mengapa aku harus selemah ini? Mengapa aku dapat mengatasi masalahku sendiri? Mengapa aku lemah dan mudah tertipu?
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang muncul di kepala Naomi membuat dadanya kian sesak karena harus menerima kenyataan seberapa tidak berdayanya dia.
Napas Naomi mulai tersenggal dan tanpa sadar air mata kembali terjatuh membasahi pipinya. “Sialan, hari sialan! Terkutuk sudah, pria b******k yang merampokku dan menabrakku, aku benci North Emit.”
Naomi memaki dalam tangisan, mengutuki betapa jahatnya Jamal yang sudah menipu dan mencuri kopernya, mengutuk betapa berhati dinginnya orang yang sudah menabraknya. Beberapa kali Naomi mengusap air matanya yang tidak berhenti jatuh.
Dengan kaki terseok-seok Naomi berjalan, baru beberapa langkah dia pergi, rasanya kini tubuhya terasa sangat tersiksa dan memaksa Naomi harus duduk di bangku pinggiran jalan.
Naomi tidak sanggup lagi untuk berjalan.
***
“Sharen, kau ke mana saja? Kenapa tidak bisa di hubungi?” tanya Axel melalui sambungan teleponnya.
“Harusnya aku yang bertanya itu padamu Axel,” jawab Sharen dengan nada kesalnya.
Axel memelankan kecepatan mobilnya begitu menyadari ada sesuatu yang aneh dari nada suara Sharen, Axel mencoba menghubungi Sharen untuk meminta sekretarisnya membereskan masalah kecil ang tidak sengaja dia buat. Namun begitu merasakan kemarahan Sharen, Axel harus menahan diri sejenak.
“Ada apa? Ada masalah?” tanya Axel.
“Axel, aku berada di kota Andreas, ada masalah di bandara, seorang pengusaha telah kehilangan guci antiknya senilai satu juta dollar.”
Axel segera menepikan mobilnya dan berhenti berkendara. “Bagaimana masalahnya?”
Sharen segera menjelaskan apa yang terjadi dan barang siapa yang telah hilang. Pihak maskapai harus segera mengambil tindakan cepat dan menemukan barang yang hilang sebelum masalah bocor ke public. Ini akan sangat berbahaya untuk karier Axel yang baru akan mengambil alih kepeminpinan.
“Berapa lama masalah ini bisa kau atasi?” tanya Axel dengan serius.
“Aku harus melihat situasinya terlebih dahulu Axel. Masalah seperti ini baru pertama kali terjadi, aku takut jika ini ada hubungannya dengan Axel anmu yang ingin mencorengkan nama baikmu.”
Axel mendesah kesal begitu mengingat pamannya. “Segera bereskan,” perintah Axel sebelum memutuskan sambungan teleponnya.
Axel kembali melajukan kendaraannya, pikiran pria itu mulai berkelana memikirkan masalah baru yang mungkin akan menjadi boomerang bila tidak segera di selesaikan secepatnya.
Bibir Axel menekan kuat, tiba-tiba dia teringat kecelakaan konyol tadi siang. Jika Sharen sibuk mengatasi masalah di kota Andreas, mau tidak mau Axel harus mengatasi masalah yang ada di kota North Emit. Salah satu dari masalah itu mungkin adalah gadis yang tidak sengaja dia tabrak.
Axel masih ingat jika keadaan gadis itu tidak begitu baik. Meski sudah mendapatkan uang yang besar, jika gadis itu cukup pintar dan licik, mungkin sekarang dia akan melakukan visum setelah pergi membuat laporan ke kantor polisi. Bagaimana jika nanti tuntutannya akan muncul ke public dan semakin menambah masalah?
Haruskah Axel membereskan masalah ini sekarang?
Benar, Axel harus segera menyelesaikannya masalah ini secepat mungkin sebelum neneknya, seseorang yang paling berkuasa dan menjadi pendukungnya berbelok arah karena masalah ini.
Tanpa berpikir panjang lagi Axel segera melajukan mobilnya lagi dan memutar arah, kembali menuju klinik tempat dia meninggalkan Naomi.
Axel menginjak pedal gas lebih dalam mempercepat laju kendaraannya, dia harus segera mendapatkannya sebelum gadis itu pergi dan membuat masalah.
Butuh waktu lebih dari sepuluh menit Axel berkendara sampai akhirnya kini dia berada di depan klinik. Dengan terburu-buru Axel berlari keluar dari mobilnya dan segera memasuki klinik.
Kedatangan Axel hanya di sambut seorang perawat, ranjang tempat dimana gadis itu terbaring kini sudah kosong, sang perawat memberitahukan jika gadis itu sudah pergi beberapa menit yang lalu.
Terburu-buru Axel berlari keluar klinik, pandangan pria itu mengendar dan menatap tajam ke setiap penjuru arah sampai akhirnya kini pandangannya terpaku pada sosok gadis itu yang kini duduk di di bangku kayu tengah sibuk menangis seperti anak kucing yang tersesat dan tidak tahu kemana arah pulang.
Gadis itu terlihat bersedih dan kebingungan dengan keadaannya sekarang, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Axel menarik napasnya dalam-dalam, pria itu terasadar, dia akan menjadi pria yang begitu jahat jika tidak kembali lagi untuk menemuinya di sini dan meninggalkannya begitu saja.
To Be Continued..