Panggilan Papa Untuk Suamiku

1027 Kata
Alma tak bisa membuka keseluruhan pesan itu karena ponsel Firman dibuat kode. Alma memilih untuk pergi ke dapur, dia akan memasak untuk makan malam nanti. Setelah salat magrib, mereka berkumpul di ruang keluarga. Alma mengajari Naomi membaca. "Assalamualaikum...," ucap Sania. Dia langsung masuk karena memang pintu depan tidak di tutup. "Waalaikumsalam...," balas Alma dan Firman serentak. "Wah, Naomi sedang belajar ya. Boleh dong Ibra ikut!" pinta Sania. Alma tak mungkin menolak, apalagi melihat antusias dari Ibra untuk belajar. Sementara itu Sania duduk di sofa dan mengobrol dengan Firman. "Enak kayak Kak Naomi, punya mama dan papa. Ibra gak punya papa," kata Ibra. "Ibra mau punya papa ya?" tanya Firman tersenyum. "Ibra boleh kok panggil Om Firman , Papa," sambung Firman. Alma keberatan tapi dia tak bisa protes melihat Ibra girang sekali. Alma tak bisa menyakiti hati anak kecil walaupun ibunya menyebalkan. "Terimakasih, Mas. Kamu baik banget sama Ibra. Beruntung ya Alma punya suami seperti kamu, andai..," Ucapan Sania terhenti dia lalu menunduk. "Sudah jangan sedih," ucap Firman mengusap pundak Sania. Alma yang melihat hal itu berusaha untuk sabar. Tak mungkin dia marah di depan anak-anak. "Papa Firman, besok belikan Ibra mainan ya," kata Ibra. "Iya, besok papa belikan," kata Firman. "Buat Naomi juga ya, Pa," sahut Naomi. "Mainan Nomi udah banyak. Naomi beli lain kali saja," kata Firman. "Mas, kok gitu sih," protes Alma. Dia tak suka jika anaknya dikalahkan oleh Ibra. "Maaf Alma, biarkan Ibra merasakan kasih sayang seorang papa dulu. Selama ini kan Naomi udah dapat kasih sayang papanya," sahut Sania. "Naomi, kita belajar di kamar saja ya," kata Alma. Dia malas meladeni Sania. Hingga waktu makan malam tiba, ternyata Sania dan Ibra belum pulang. Malah diajak makan malam bersama oleh Firman. "Papa Firman, minta ayam Ding," kata Ibra. Firman memberikan paha ayam untuk Ibra. Padahal paha ayam hanya satu dan itu bagian kesukaan Naomi. "Itu kan punya aku, kok dikasihkan Ibra," protes Naomi. "Sayang, kamu makan pakai ini ya," ucapku. "Gak apa kita berbagi sama Ibra, semoga aja gak selamanya kita berbagi," sindir Alma. Sania dan Firman merasa tersindir. Firman menatap nyalang ke arah Alma. Namun, Alma malah cuek saja. Selesai makan, mereka baru pulang ke rumah. Sampai di rumah, Kurnia marah pada Sania. "Ibra masuk kamar dulu ya. Nenek mau bicara sama mama," kata Kurnia sehingga Ibra langsung masuk ke kamar. Apalagi perutnya kenyang dia pasti mengantuk. "Mau ngapain, Bu?" tanya Sania sinis. "Kamu ngapain sih datang ke rumah Alma. Mau ganggu dia dan Firman?" tanya Kurnia kesal. "Siapa juga yang ganggu. Aku hanya main, lagi pula mereka gak keberatan," bantah Sania. "Ibu tahu gak? Mas Firman mau loh di panggil papa sama Ibra. Akhirnya...Ibra ngerasain punya papa," sambung Sania. "Lancang kamu, Sania. Harusnya kamu gak biarkan hal itu," ucap Kurnia. "Ibu makin malu sama Alma," kata Kurnia. Sania cuek saja dan meninggalkan Kurnia seorang diri yang tengah mengomel. ** "Mas, aku keberatan kalau kamu di panggil papa oleh Ibra. Papanya itu masih hidup, harusnya papanya yang manjakan dia bukan kamu," protes Alma saat dia berdua dengan Firman di kamar. Naomi sudah tidur sejak tadi. "Kasihan Ibra. Papanya gak pernah menemui dia. Dia gak pernah tahu yang mana papanya," kata Firman. "Lagi pula hanya panggil papa, kenapa di permasalahkan?" tanya Firman. "Kamu cemburu?" tanya Firman. "Bukan aku cemburu. Tapi kamu terlihat lebih memanjakan Ibra dibanding Naomi. Sampai Naomi harus berbagi makanan apa harus juga berbagi papa," jawab Alma. "Sekarang baru berbagi papa, bisa-bisa aku juga harus berbagi suami," sambung Alma. Plak "Ngomong di jaga. Kamu kira aku serendah itu," bentak Firman. Alma memegangi pipinya yang masih terasa panas atas tamparan yang dilayangkan Firman. "Kamu terlalu ngawur, kalau Allah mengijabah ucapan kamu baru tahu rasa," bentak Firman. "Bukannya itu yang kalian lakukan dibelakang aku," kata Alma. "Kamu menjalin hubungan dengan Sania, kan?" tanya Alma. Firman menatap Alma dengan nyalang, wajahnya memerah dia sangat marah sekali mendengar pertanyaan Firman. "Jangan asal menuduh! Hanya karena aku izinkan Ibra memanggilku papa kamu menuduh aku selingkuh dengan Sania," bentak Firman. "Aku kecewa sama kamu," ucap Firman lalu mengambil kunci mobil di atas meja dan pergi dari rumah. Alma menangis, dia tak bisa mencegah Firman pergi. Sudah jelas sore tadi Alma melihat pesan Sania yang memanggil Firman dengan sebutan sayang. Tetapi Firman masih saja mengelak. ** "Sania, mau kemana? Ini sudah malam. Kamu seorang janda tidak baik keluar malam," kata Kurnia. "Aku keluar bentar, Bu. Nitip Ibra," kata Sania tanpa menjawab pertanyaan ibunya. Sania pergi menggunakan sepeda motor miliknya. Kurnia dibuat kesal oleh anaknya, pergi seenaknya sendiri dan meninggalkan putranya tidur sendiri. Pukul 01.15 Sania mengendap masuk ke dalam rumah. Kurnia yang bangun untuk ke kamar mandi melihat kepulangan Sania segera menyalakan lampu. Tentu hal itu membuat Sania terkejut. "Di rumah sendiri udah kaya maling saja. Dari mana saja kamu? Ini jam berapa baru pulang?" tanya Kurnia mendekati Sania. Kurnia melihat Sania dengan seksama. Dia melihat ada tanda merah di leher anaknya itu. Dia benar-benar kecewa dengan apa yang dilakukan Sania. "Lebih baik kamu bunuh ibu, dari pada ibu menyaksikan kebejatan kamu," bisik Kurnia lalu masuk ke kamarnya. Sania tak peduli dia masuk ke dalam kamar dan segera tidur. Sementara Firman yang juga baru pulang tak tidur di kamar melainkan tidur di sofa ruang keluarga. Dia masih kecewa dengan Alma yang menuduhnya selingkuh dengan Sania. ** "Pulang jam berapa semalam, Mas?" tanya Alma saat mereka sarapan. "Bukan urusan kamu, kamu sendiri yang membuatku kesal," jawab Firman sinis. Naomi yang tahu mama dan papanya sedang marahan tampak murung sekali. Alma mengantar Naomi ke sekolah. Dia melihat Sania sedang di depan rumah dengan Ibra. Perasaan Alma tak enak setiap kali melihat dua orang itu. Setelah mengantar Naomi, Alma segera pulang. Dia merasa khawatir dan ingin segera pulang. Sampai di rumah, rumah tampak sepi. Alma masuk, dia sudah tak melihat mobil Firman. Itu tandanya Firman sudah pergi. Alma masuk ke dalam kamar meletakkan tasnya. Dia melihat sprei kamarnya yang semula rapi jadi berantakan. "Apa mungkin tadi Mas Firman tiduran lagi?" tanya Alma. Alma hendak mengambil baju kotor di keranjang untuk di cuci. Tetapi matanya melihat sesuatu di tong sampah. Alma jongkok dan memastikan apa yang dia lihat. "Ini kan...," Alma menutup mulutnya setelah melihat jelas. "Tega kamu, Mas," ucap Alma lalu menangis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN