LoD_10

1075 Kata
Bismillah, aku mengucapkan istighfar berkali-kali sebelum mengetikkan pesan resign, bukan resign sih, lebih ke gak jadi kerja di toko itu. Karena kalo resign kan untuk mereka yang udah kerja bulanan bahkan tahunan, ini, aku baru juga satu hari kerja di toko itu, “Selamat pagi, Mas Dimas. Saya Mariana, pekerja baru di toko Mas, kemarin adalah hari pertama saya bekerja. Maaf saya mengganggu pagi-pagi begini, sebelumnya saya mengucapkan banyak terima kasih dan merasa beruntung bisa diberi kesempatan untuk bekerja dan bergabung dengan perusahaan Mas Dimas, tapi dengan sangat berat hati saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini, karena memang setelah satu hari kemarin saya berada di toko, ternyata saya memang tidak bisa menyesuaikan diri dengan keadaan dan ritme kerja di sana, mohon maaf sekali jika saya memberitahukan hal ini mendadak. Terhitung mulai hari ini saya tidak masuk bekerja lagi, semoga hal ini tidak membuat Mas Dimas membenci saya, dan semoga jika suatu saat saya diizinkan untuk bekerjasama dengan Mas Dimas lagi, saya akan dengan senang hati. Demikian pesan ini saya kirim, semoga berkenan. Terima kasih. Salam hormat, Mariana.” Dan pesan itu langsung aku kirim ke Mas Dimas. Aku sih tidak berharap ada pesan balasan dari Mas Dimas, karena kalo ditanya apa alasannya bakal bingung juga aku jawabnya. Karena alasan tidak diperbolehkan pulang malam sama keluarga, kok, kesannya aku anak kecil banget, kalo kasih alasan pekerjaannya tidak sesuai passion, kok gak dari kemarin aja menolaknya. Setelah mengirimkan pesan itu, aku langsung melempar handphone tersebut di kasur, dan keluar untuk melihat kejadian apa yang sedang terjadi di luar. Tante Andriane sedang membersihkan ikan dan udang di dapur, aku tidak melihat Kakak di sana, “Tan, Kakak di mana?” tanyaku, “Di atas. Udah seminggu ini Kakak nerima paket banyak banget, waktu Tante tanya itu buat apa, kok belanja banyak banget, tapi kata Kakak itu barang-barang yang mau dipromosiin. Coba aja liat ke kamarnya.” Karena penasaran dengan apa yang Kakak lakukan, aku bergegas ke kamarnya, “Kak. Aku masuk, ya.” aku mengetuk pintu kamar Kakak, tidak ada jawaban dari dalam, tapi terdengar suara Kakak seperti sedang bicara, aku membuka pintu pelan-pelan banget agar gak menimbulkan suara, lalu melihat Kakak sedang ngomong sendiri di depan handphone, “Jadi, jangan lupa dibeli, ya. Kalo udah nyoba, boleh kasih testinya, terus upload ke Instegrum, tag aku, ya. Dadaah …” aku duduk di kursi yang ada di ruangan ini, “Endorsan makin banyak, Kak?” dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, “Alhamdulillah, Dek. Kamu bantuin Kakak, donk, jadi manajer Kakak, gitu.” Aku menganggukkan kepala, “Boleh, berani bayar berapa?” ucapku, disambut dengan lemparan bantal Kakak yang sukses mendarat di atas kepalaku. “Dek, Kakak tuh pengen ya, nanti kalo ketemu sama viewer entah di mana, Kakak bisa kasih love atau like ke mereka, dengan cara mendownload suatu aplikasi. Nah, nanti, kalo mereka udah mengumpulkan, misal sepuluh ribu like, mereka bisa ketemu dan candle light dinnet gitu atau makan siang atau jalan-jalan seharian sama Kakak. Kira-kira, bisa gak, kamu bikin aplikasi atau program atau apalah namanya yang begitu?” aku menganggukkan kepala dengan semangat, “Ya, bisa banget donk. Mudah banget itu mah. Sebentar juga jadi. Tapi bayar, ya. Ini itung-itung aku bikin program untuk klien.” Kakak menyetujui permintaanku, “Pasti, Dek. Kan nanti kalo ada program ini, bisa juga Kakak gaet produk-produk yang mau endorse. Jadi nanti untuk hadiahnya, Kakak gak perlu ngeluarin uang lagi.” Aku dan Kakak tersenyum. “Kakak jadi, nanti, mau castingnya?” Kakak mengangguk, “Jadi, Dek. Jam sembilan, lah, ya, kita jalan.” Setelah memastikan jadwal sama Kakak, aku kembali ke kamar, membuka laptopku, dan mencoba untuk membuat coding program permintaan Dati dan proyek Kakak barusan. Tidak berapa lama ketika aku duduk fokus di depan laptop, handphoneku berdering, aku membaca namanya, tertera nama Mas Dimas di situ, aku enggan mengangkatnya. Bukan apa-apa, khawatir nanati banyak pertanyaan. Aku mendiamkan dering tersebut, mengabaikannya sampai berhenti sendiri. Selang beberapa menit kemudian, pemberitahuan pesan masuk, datang. Aku membukanya, rupanya Mas Dimas sudah mengirimkan beberapa pesan, menanyakan alasan aku resing, kan, benar saja dugaanku, dan menawarkan aku untuk ikut dalam proyek pembuatan program digitalisasi platform membaca yang sedang dia kerjakan. Aku sedikit tergiur untuk ikut dalam program tersebut, tapi nantilah. Aku sedang pegang dua program yang harus dikerjakan fokus, jadi aku membalas pesan Mas Dimas sekedarnya, “Terima kasih tawarannya, Mas. Tapi maaf, sekarang saya sedang ada proyek lain yang membutuhkan fokus saya. Sekiranya sudah selesai dan saya masih dikasih kesempatan gabung di proyek Mas, saya ikut.” Setelah membalas pesan tersebut, pesan balasan dari Mas Dimas kembali masuk, “Kalo udah beres proyek pribadimu, segera hubungi aku, ya. Aku tunggu. Sayang kalo talentamu tidak digunakan dengan benar dan untuk kepentingan yang baik.” Aku tidak lagi membalas pesan dari Mas Dimas. Beralih mencari nomor Dati dan menghubunginya. Beberapa kali panggilan tidak tersambung, mungkin dia sedang sibuk. Tidak berapa lama, pesan masuk dari Dati, “Sebenta, ya, Ri. Gue lagi di ruang rapat sama bos. Abis ini, gue telepon balik.” Dan setelah menerima pesan dari Dati tersebut, aku kembali ke laptopku. Mencoba untuk mencatat dan membuat gambaran kasar dari rencana program untuk Dati dan Kakak. Lama di depan laptop, jam setengah sembilan pintu kamarku diketuk, Kakak masuk, “Dek, hayok berangkat.” Aku menganggukkan kepala, “Sini sebentar, Kak. Ini gambaran program yang bakal aku buat Kakak. Jadi nanti, aku buatkan link untuk viewers Kakak. Ketika mereka klik link ini, mereka akan langsung masuk ke web yang nantinya mereka harus mengisikan data mereka dulu, lalu alasan kenapa mereka dipilih untuk ikut dinner bareng Kakak. Dan mereka bisa mengklik link tersebut berkali-kali, tapi harus log in dulu. Nah, dari log in ini, nanti program akan membaca, berapa kali, user name dengan email tersebut masuk per hari itu. Nah, karena mereka udah punya akses ke web mereka, nanti di ujung kanan atas sini, akan ada keterangan sudah berapa banyak mereka klik likenya.” Aku bisa melihat senyum mengembang di wajah Kakak, “Gak sia-sia deh, Kakak minta ke kamu. Terus nanti, bisa gak, kira-kira mereka bikin semacam affiliate gitu. Jadi kamu buatin kode referral untuk mereka sebar. Nah, kalo mereka dapet orang yang berkunjung ke web mereka, selain mereka dapet like, si teman yang mengunjungi web mereka itu juga dapet like. Jadi semuanya kebagian like.” Aku mencoba untuk mengosepnya di kepalaku, “Gampanglah. Nanti aku coba lagi cari alur yang efektifnya gimana. Yuk, kita berangkat aja dulu, nanti Kakak terlambat ke tempat casting.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN