Aku baru menyadari bahwa mobil sudah masuk halaman rumah. Aku pun mulai keluar daru mobil, sedangkan mobil yang lainnya meyusul. "Masuk yuk." Ajak ki pada mereka. Kami pun berjalan beriringan. "Gue harap rencana kali ini nggak mengecewakan." Ujar Neni harap-harap cemas. "Udah tenang aja, gue yakin kali ini dia akan keluar dengan sendirinya." Ucap ku mantap. "Gue harep sih gitu say." Sambung Lola.
Saat di ambang pintu, ku lihat mama Nova sedang menelpon. Aku tak mengehiraukan tatapan tajamnya. Masa bodo pikirku. Kami lanjutkan saja jalan kami. "Tunggu!" Ucapnya menghentikan kami. "Ada yang bisa kami bantu tante?" Tanya Neni.
"Kalian mau tugas lagi?"
"Iya." Kali ini aku yang menjawab. Dia melihat ke arahku.
"Mama harap kali ini kamau nggak mengecewakan mama."
Hufffttt
Aku mwmbuang napas kasar.
"Itu urusan aku, jadi kamu nggak perlu repot-repot.
"Papa kamu pulang nanti malam." Ucapnya, aku yang awalnya acuh tak acuh pun menelisik perkataannya.
"Terus apa hubungannya dengan ku?" Tanyaku sok cuek.
"Mama nggak mau papa kamu sampai tau apa yang kamu lakukan.
"Yaelah tante! Om Damar dah biasa kok liat kami kayak gini, jafi nggak masalah lah buat kami." Ucap Restu akhirnya. Memang benar sempat beberapa kali papa melihat kami minum-minum di rumah tapi apa? Papa nggak perduli sama sekali. Dia hanya sibuk dengan kerja, kerja dan kerja.
"Itu dulu tapi sekarang kalian nggak sebebas itu."
"Udalah tan, tante urusin aja urusan tante, kami nggak akan ganggu kok." Ucap Lola.
"Kalian tolong jaga sikap kalian, ini rumah saya." Bentaknya.
"Heyy!!! Jaga nada bicara kamu Nyonya Nova yang terhormat. Ini rumah papa ku dan mama, kamu." Ku tunjuk wajahnya dengan penuh amarah. "Hanya numpang disini, dan kamu nggaknpunya hak atas rumah ini." Ku lihat d**a nya sudah turun naik. Aku tau dia sedang menahan amarah, itulah yang aku mau.
"Kamu sadar apa yang kamu katakan Vina?" Tanyanya.
Aku tersenyum meremehkan.
"Jika ada kata yang lebih dari kata sadar, maka itu lebih cocok untuk ku. Jadi aku peringatkan pertama dan terakhir untuk mu, sadari apa posisi mu disini. OK." Jawab ku.
Tak perduli dengan amarahnya kami melanjutkan langakh ke halaman belakang. "Gila ya lo say, betah banget hadapin omongan tuh cewek tiap hari." Kata Lola.
"Makanya gue pengen depak dia dari rumah ini."
"Kayaknya dia mulai naik darah deh tadi." Terang Neni.
"Masa bodo, emang gue pikirin."
"Kayaknya ini rencana terakhir kita buat bisa bikin dia keluar dari rumah ini." Ucap Bagas.
"Tapi bokap pulang entar malem." Ucap Restu khawatir.
"Gie yakin dia cuman gertak doang, lagian bokap gue dah bilang maksimal dua minghu baru kelar, masa belum seminghu aja dah balik."
"Nyokap lo pengen kawin kali." Ucap Restu
Hhhhhhhhhh
Tawa dari mereka semua membuat suasana makin riuh aja.
"Otak lo tau aja orang pengen kawin apa nggak." Bantah Bagas.
"Ihhh kan biasanya juga gitu peak."
"Ehhhh udah, udah, nih tugas bantak loh, belom lagi event kimia yang kita ikuti belom ada bahan, makalahnya harus kita anter minggu depan buat seleksi. Jadi udah candanya gih." Ucap Lola.
"Iya iya udah kita serius." Jawab Neni.
Kami pun akhirnya mengerjakan tugas dengan serius. Tiga jam telah kami habiskan. Satu persatu buku telah kami selsaikan. Kini tinggal membuat bahan untuk makalah kimia.
"Gue laper Vin." Ucap Bagas.
"Ehhh kita semua laper, ya kali lo aja yang makan." Keluh Restu.
"Ehhh iya, ya udah yuk kita makan dulu, entar lanjut lagi." Ucap ku.
Kami pun akhurnya menutup buku tugas hanya tersisa buku paket dan beberapa buku lainnya yang akan kami kadikan referensi buat bahan makalah.
"Vin, lo udah hubungin Rendra nggak?" Restu yang berada di belakang ku berbisik.
"Gue belom berani buat hubungin dia."
"Apa lo ngerasa ada yang aneh." Tanyanya serius.
"Gue percaya dia kok Res, semoga aja dia nggak ngecewain gue." Ucap ku yakin.
Kami pun berhenti di meja makan. Hari sudah beranjak petang namun kami baru akan makan siang.
"Mbok, tolong siapin makan ya."
"Baik cah ayu." Jawab mbok sopan.
Tak perlu menunggu lama makanan pun sudah siap.
"Emang ya, masakan bibik nggak pernah mengecewakan." Ucap Bagas. Ini bukan kali pertama kami makan bersama seperti ini. Dan sudah pasti mbok pun sudah terbiasa.
"Makasih Den, somaga suka aja." Balas mbok.
"Pasti lah Bik, sering-sering masak kayak gini aja kalo kita dateng."
"Aden mah bisa aja." Jawab bibik dengan Senyum, sebelum hilang di pintu dapur.
Kami makan di selingi canda dari Restu dan Lola. Setelah hampir setengah jam kami kembali ke belakang.
"Vin, kayaknya kita harus pinjam leb deh buat percobaan, soalnya kalo gue liat bahan makalah kita bakalan butuh leb." Ucap Bagas.
"Emang buat apa? Kok pake leb segela?" tanya ku heran.
"Kita harus lakuin percobaan, soal ini." Tunjuk Bagas pada sebuah buku paket yang isinya hanya lambang dan jumlah ion.
"Kayaknya ini bisa masuk jadi fisika kalo kita lakuain percobaan." Kata Neni mengeluarkan pendapatnya.
"Bisa jadi sih, tapi kalo kita bisa lakuin ini dan hasilnya posotif. Gie yakin 1000% kita bakalan lolos."
"Maksud lo?" Tanya Restu tak paham. Kami menepuk jidat bersamaan.
"Astaga! Otak lo kedangkelan Res, IQ lo jongkok apa nungging sih? Kayak gini aja nggak paham." Ucap Bagas.
Brukkkk
Auuuuu
"Sakit bego, lo pikir enak." Keluh Bagas yang di timpuk pake buku paket. "Lagian lo bilang IQ gue jongkok, kalo nggak ada gue, tugas biologi lo nggak bakalan kelar. " jawabnya percaya diri. Tapi emang benar kalau Restu cukup hebat dalam biologi apalgi kalau menyangkut sistem syaraf dan organ dalam.
"Iya iya, lo emang pinter." Puji Bgas mengalah.
Kami akhirnya sepakat buat meminjam leb besok untik uji coba. Dan Restu yang akan mengabari Rendra nanti.
Tugas dan lerja kelompok kami akhiri. Ini masih tidak terlalu malam. Tapi otak kami cukup terkuras hari ini.
Mereka semua akhirnya pulang, membawa mobil masing-masing.
"Teman-teman kamu sudah pulang?" Tanya wanita itu yang keluar dari ruang kerja papa.
Mungkin dia mendengar suara mobil makanya dia baru keluar dari sana.
"Kalau kamu liat merka nggak ada berarti mereka dah pulang." Ujar ku.
"Mama cuman tanyak."
Heh...
"Bilang aja kamu mau cari bahan omongan. Dasar cari muka." Ujar ku terang-terangan.
"Papa nggak jadi pulang." Ucapnya akhirnya.
"Aku tau." Jawab ku acuh tak acuh.
Dia hanya diam. Karena tak ada kata lagi yang dia ucapkan aku akhirnya pergi ke pualu kapuk kesayangan ku.
Ahhhh ya toyibah, hidup ku kok gini gini amet ya.
Aku bersiap untuk pergi ke kamar, mengambil handuk dan mengganti baju. Namun setalh ritual membersihkan diri selesai betapa terkwjutnya aku melihat isi lemari ku.
"NOVA!!!" Dengan masih menggunakan handuk yang melilit tubuh ku, aku menuruni anak tangga mencari si perempuan siapan itu.
"NOVA!!" Teriak ku kembali.
Mbok Mirah datang dengan berlari.
"Ada yang bisa mbok bantu Cah ayu?" Tanyanya.
"Wanita itu kemana mbok?" Tanyaku membentak.
"Wanita mana cah ayu?"
"Wanita yang papa nikahi mbok?"
Ohhhhh
"Itu...emmm.... Ibu.... Itu..?" Jawabnya terbata.
Aku makin naik darah mendengar perkataan mbok yang terbata.
"Mbok! Dia kemana?" Tanya ku ulang.
"Ada apa Vin?" Suara itu datang dari pintu utama. Masoh dengan lilitan haduk yang menutih bagian d**a sampai paha aku berlari le arahnya. Alu berhenti tepat di hadapannya.
"KEMANA SEMUA BAJU KU?" Menekankan setiap ucapanku dengan amarah yang sudah ingin meledak.
"Sudah mama buang." Ucapnya tanpa dosa.
"BERANINYA KAMU." ucapku menunjuk wajahnya.
" Kenapa mama harus takut." Ucapnya.
Plakkkkk..
Satu tamparan aku berikan padanya.
"VINA!" Teriaknya marah.
"Kamu sudah melewati batasanmu. Harusnya kamu sadar siapa kamu di rumah ini."
"Beraninya kamu nempar ku?" Tanyanya.
"Kenapa aku harus takut. Sekarang di mana kamu letakkan semua baju milikk ku?"
"Kamu nggak akan menemukannya." Ucapnya yakin. Kurang ajar sekali dia, berqninya cari api denganku.
"Kamu lihat saja. Aku akan membuat mu pergi se segera mungkin dari rumah ini." Dengan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun. Aku kembali ke kamar dan memgambil gawai ku, memesan beberapa baju dari butik langgananku.
"Sialan, kurang ajar, liat aja aku akan mendepak ku dari sini." Batin ku.