Tiga jam terakhir aku lewati cukup baik, meski otakku sedikit terkuras dengan rumus matematika, tapi karena hati ku sedang baik jadi lumayan lah menurutku. Waktu belajar telah usai, beberapa tugas di berikan oleh guru, ini bisa menambah alasan ku untuk memuluskan rencana mendepak wanita sialan itu. Ku kemas semua perlengkapan tulisku, bersiap untuk jalan bersama mereka.
'Sayyyy!" Teriak Neni. Ku lihat mereka datang bersama. Masing-masing kaum adam memegang kunci mobil sendiri.
"Tumben bawa mobil sendiri?" Tanyaku heran. "Biasanya juga gantian!" Seruku sembari masih mengemasi buku paket. "Abisnya ini rencana pacar lo semalem, gara-gara dia bawa mobil gue balik, dah gitu nggak anterin lagi, yah terpaksa gue bawa mobil lain punya gue." Ujar Bagas. "Nah lo Res?" Tanyaku. "Gue cuman mau jalan ke tempat lain nanti abis balik dari nongkrong."
"Jadi lho nggak langsung balik La?" Tanyaku heran.
"Nggak, bokap ma nyokap gue masih di Australi, minggu depan baru balik, jadi bosen di rumah." Ujarnya lesu.
"Abang lo kemana?" Tanya Neni. Aku hampir lupa, Lola punya kakak laki-laki dan sudah bekerja, tapi selama ini aku sendiri kurang tau dan Lola pun tak pernah banyak cerita soal dia.
"Dia sibuk sama kerjaanya, nggak pernah pikirin soal gue, dan nggak pernah peduli tentang gue, ya udah jadi gini kan." Ceritanya
"Udahlah beb, kan ada aku yang selalu ada buat kamu." Rayu Restu.
"Udah beres yang?" Tanya Rendra yanag sudah melihatku keluar dari meja, aku pun hanya mengangguk mengiakan.
"Ya udah berangkat yuk, nanti kesorean lagi." Ujar Bagas. Kami pun berangkat menaiki mobil pasangan kami masing-masing. Tiga mobil berbaris keluar dari halaman sekolah, membelah macetnya jalan Jakarta. Hampir satu jam lebih kami berada dalam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Mall.
"Kita nonton dulu aja gimana?" Tawar Restu.
"Kayaknya gue makan dulu aja deh, tadi siang makan gue dikit." Keluh Bagas. "Jadi sekarang gue laper, kita ke resto dulu ya beb?" Mintanya memelas pada Neni.
"Kalo gue ikut Bagas aja deh, kalo lo Vin?" Tanya Neni.
Aku melirik ke Rendra mencari keputusan. "Gue sama Vina, ke wahana permainan aja, nanti kita ketemu di toko buku gimana?" Ujarnya.
"Gue ma bebeb sih setuju aja." Jawab Restu
"Gue ikut deh, nanti abis dari resto mau beli sesuatu juga." Timpal Bagas.
"Jadi Fix ya, entar kita ketemu di toko buku, jangan lupa telpon gue." Ujar Restu.
Baik Rendra dan Bagas mengacungkan jari jempol mereka, percapakan di parkiran kami akhiri di eskalator mengambil jalan masing-masing dengan pasangan masing-masing.
*******
Ku lihat jam di tanganku sudah pukul enam sore, berarti hampir tiga jam kami di sini, pertemuan kami di toko buku tadi membuahkan hasil. Empat buku paket dan buku tentang rumus matematika kami dapatkan. Aku sih berharap sampai rumah tak ada pertengakaran ataupun kemarahan dari wanita sialan itu.
Tittttt...
Mobil berhenti tepat di depan rumah, aku masih dengan seragam sekolah, mataku tertuju pada mobil warna putih keluaran terbaru. Ternyata mobilku sudah datang. Tanpa aba-aba aku membuka pintu mobil dan berlari kedalam, mencari kunci mobil milikku.
"Mbokk!" Teriakku
Suara derap langkah kaki berlari ku dengar. Mbok Mirah datang dengan napas yang ngos-ngosan, begitupun aku. "Kunci ku mana Mbok?" Tanyaku sambil menjulurkan telapak tangan ku. Dia sedikit bingung namun tak lama Mbok Mirah tersenyum. "Kunci mobil cah ayu?" Tanyanya memperjelas. Aku mengangguk tersenyum. Ku lihat Rendra sudah berasa di sisiku. "Ada di Ibu cah ayu." Ujarnya.
Aku menyipitkan mata, ku lirik kiri kanan. "Kenapa ada di mama Mbok?" Tanyaku. "Tadi orang yang nganterin mobil cari Bapak, tapi karena Bapak masih di luar kota, jadi tadi kuncinya di serahin ke Ibu." Jelasnya. Aku menghela napas, Rendra mengusap bahuku menenangkan. "Sekarang mama dimana Mbok?"
"Ibu di taman belakang Cah ayu, lagi minum teh." Jelasnya.
Aku berlari di ikuti Rendra dari belakang.
"Maaa!" Teriakku.
Aku melihat wanita yang aku panggil mama itu menoleh, mungkin ia ingin minum namun karena dia mendengar panggilanku cangkir itupun ia letakkan kembali.
"Ada apa Vin." Tanyanya polos. Kenapa setiap wanita ini menjawab ucapakan ku dengan mimik wajah seperti ini membuat ku darah tinggi saja.
"Kunci mobil aku mana?" Ujarku.
"Buat apa?" Tanyanya. Aku sudah ingin mencangkar dia saat ini juga namun aku mencoba untuk tidak terbawa amarah.
"Buat aku pakai." Jawabku.
"Ini sudah mau malam Vin, mau kemana kamu malem-melem bawa mobil." Dia melirik Rendra yang ada di ambang pintu belakang.
"Itu mobil aku, jadi mau-mau aku pakai kapanpun." Tegasku.
"Mama nggak mau." Dia kembali menyesap tehnya.
"Kalau mama nggak mau kasih kunci mobil, sekarang juga kamu keluar dari sini." Perintahku sambil menunjuk pintu tempat Rendra berdiri.
Dia menoleh, dan meletakkan cangkir itu.
"Mama nggak akan keluar dari rumah ini, kecuali mama sudah tidak ada hubungan dengan papamu." Jawabnya tenang. Emosi ku sudah di ubun-ubun.
"Kamu tau!" Ku tunjuk wajahnya. "Kau bisa ada disini itu karena mobil itu, jika kamu nggak mau kasih kuncinya, sekarang juga kamu keluar dari rumah ini." Ku tarik tangannya agar terbangun.
"Vina!" Teriaknya. Dia hempaskan tanganku yang menariknya.
Tatapan manik mata itu seakan ingin memakan orang, bamun ddengan berani aku mentapnya.
"Kenapa?" Teriakku. Aku tersenyum meremehkan.
"Aku tau, wanita sepertimu gila harta bukan? Sampai-sampai kau ingin mengambil apa yang aku punya, bahkan hp ku saja kau ambil, dan sekarang dengan tidak tau malunya kau mengambil kunci mobilku."
"Mama akan kasih semuanya, tapi kamu harus turuti apa kata mama."
Hhhhhhhh
Aku mendekat selangkah tepat di wajahnya.
"Aku nggak akan turuti apa kemauanmu, tidak akan dan tidak akan pernah, jika kamu nggak kasih kunci dan hp ku secara baik-baik, aku bisa mencarinya dengan kasar." Ujarku. Segera ku balikkan badan mencari keberadaan barang milikku. Kamar Papa adalah tempat pertama, wanita itu berlari mengikuti kemana aku pergi.
Ceklek..
Pintu kamar tak di kunci. "Sayang, tolong kamu cari di lemari ruang tamu." Pintaku pada Rendra dan di angguki olehnya.
"Vina!" Teroak mama Nova namun tak aku hiraukan.
"Vina, berhenti." Kembali ia berteriak.
Aku membuka setiap laci dan lemari di ruangan ini, ku lempar barang-barang yang aku temui, mama Nova mencoba menghentikan aku.
"Vina kamu harus tau batasan." Ujarnya. Dengan penuh kekuatan dia menarikku ke belakang hingga aku terjatuh. Sakit tentu saja namun aku masih mencoba untuk bangun.
"Tau batasan?" Tanyaku. "Jika aku harus tau batasan, maka kamu juga harus tau batasan, jangan pernah mengambil milik orang lain." Tegasku. Tak ingin meyerah, ku bongkar kembali lemati yang berisi pakaian, kamar ini sudqh layaknya kapak pecah. Aku tak ingin berhenti sebelum dua benda milikku aku temukan.
"Vina!" Teriak Mama.
Aku tak mengjndahkan panggilan itu. "Bahkan meski kamar ini kamu hancurkan, kamu tidak akan menemukan apa yang kamu cari." Ucapan itumenghentikan aksi membongkar pakaian.
Aku mulai mendekat, katakan sekarang dimana hp dan kunci mobil aku?" Dia hanya geleng kepala. Karena kesabaranku sudah habis. Ku tarik wanita itu dengan amarah dan menyeretnya keluar dari rumah.
"Vina apa-apaan kamu?" Tanyanya. Dia wudah terhempas ke teras, Rendra tak menemukan apapun di ruang tamu. "Kamu bisa tetap disni jika kamu memberikan apa yang aku mau." Ujarku.
"Mama nggam akan kasih, kerena dua benda itu bisa membuat kamu salah jalan."
Masih saja wanita sialan ini ceramah.
Karena sudah muak, kembali ku tarik dia untuk keluar dari gerbang.
Brukkk...
"Auuuuu!"
Teriaknya...
"Sakit?" Ucapku dengan senyum
"VINAA!"
Teriakan itu membuat kami menoleh, tak terkecuali Rendra.
Aku diam membeku, namun senyum terbit ada rasa bahagia, ini bisa membuatku mendapatakn apa yang aku mau.
"Apa-apaan kamu." Ucapnya
Dia membangunkan wanita sialan itu yang terjatuh karena ulahku.