Kecurigaan Vina

1231 Kata
Aku membeli beberapa cemilan dan minuman berasoda untuk anak-anak di rumah.   "Ada lagi nggak yang lo mau beli say?" Tanya Neni yang sedang memilih coklat kesukaannya dan Restu. "Bentar ya aku hubungin Rendra dulu siapa tau ada yang mereka butuhin lagi." Ujarku. Neni hanya mengangguk dan pergi memilih beberapa barang yang masih ia inginkan. Aku mengambil gawai di tas selempengan milikku.  Aku menekan nomer milik Rendra. Sudah beberapa kali aku mencoba menghubunginya. Namun hanya suara operator lah yang ku dengar. Mungkin melihat ku yang gelisah Neni mendekat. "Kenapa say? Ada masalah?" Tanyanya. Aku melirik ia sebentar. "Nomer Rendra nggak bisa du hubungi." Jawabku lesu. Neni mengelus bahuku. "Mungkin lagi sibuk atau hpnya lobet. Mendingan lo hubungi Lola aja, biasanya kan dia nggak pernah off." Usulnya. Aku menggeleng keras. "Nggak usah deh, mendingan kita cepet pulang aja, gie takut perempuan itu cari masalah ma mereka." Jawabku khawatir. Neni pun menyutujui usulki. Kqmi segera mendorong troli ke kasir membayar belanjaan dan meminta tolong pada kariawan disana untuk menaruh plastik belanjaan kami di bagasi.         Mobil ku pun mulai membelah jalan raya. Entah mengapa pikiranku tertuju pada Rendra yang nggak bisa di hubungi. "Tumben-tumbennya dia nggak bisa di hubungi." Lirihku. Citttttttt.... Tanpa aku duga aku menekan pedal rem yang hqmpir membuat kami celaka. "Say kalo nyetir jangan ngelamun. Gie masih pengen hidup, kali lo nggak konsen, sini biar gue aja yang nyetir." Ujar Neni. "Sorry." Gue cuman kepikiran ma Rendra aja yang nggak j8sa di hubungi." Jelalsku. "Ya udah sini biar gue aja yang bawa, gue takut lo kayak gini lagi."katanya. Aku mengerti akan kekhawatiran Neni. Aku juga berpikir begitu. Akhornya kami pun menganti posisi. Aku sibuk dengan pikiranku yang entah kenapa belum tenang.  Tanpa aku sadari mobil sudah masuk pekarangan rumah. Tanpa menunggu kata dari Neni, segera aku membuka mobil, belum saja aku menutup pintu mobil suara dari daalm membuatku segera berlari. Tak aku perdulikan Neni yang berteriak smeminta bantuan untuk mengangkat kantong belanjaan.          Benar saja dugaanku. Ada wanita itu yang sedang berdebat dengan Rendra. Aku segera mendekat menanyakan apa yang terjadi.  Bukan karena apa, aku hampir saja tak percaya wanita itu menuduh Rendra selingkuh dan tak setia padaku? Yang benar saja mana mungkin. Aku tak sedikitpun percaya ucapan wanita yang hanya beberapa minggu telah menjadi bagian keluarga ku. Tentunya aku membela Rendra dan dia pun menyangkal ucapan Nova.  Setelah berdebat beberapa saat kami pun kembali belajar. Neni yang kesal padaku karena tak ikut membantunya tak aku perdulikan. Kini otakku tak bisa fokus lagi. "Yang! Kamu pikirin apa?" Tanya Rendra yang melihatku hanya membolak balikan buku saja tanpa mengerjakan satupun. "Kamu nggak percaya aku Yang?" Tanyanya kembali. "Nggak bukan gitu, tapi..." ucapki ambigu. Aku bingung harus mulai dari mana.  "Tapi apa?" Ucapnya. Aku bingung sekarang aku gelisah. Jika aku memberitahu Rendra apa yang aku rasakan aku takut dia kecewa dan berpikir aku tak percaya padanya. "Yang!" Aku terkejut Rendra mengelus bahuku. "Kenapa? Kok mgelamun?" Tanyanya. "Nggak papa kok, aku cuman nggak habis pikir kok bisa sih wanita itu bilang kamu selingkuh." Ucapnku akhirnya. "Dia itu nggak suka dengan hubungan kita yang, dan dia bakalan bikin kita pisah, apa kamu nggak percaya ma aku?" Aku segera memeluknya. "Bukan gitu, tapi aku cuman nggak suka berbagi, kamu tau itu kan?" Lirihku. Rendra mengelus kepalaku sayang. "Kamu cukup percaya aku, maka semuanya akan baik-baik saja. Ok." Aku mengangguk dalam pelukannya.      "Woww...! Pacaran nya nanti aja, nih tugas msih numpuk gue pengen jalan begok." Keluh Restu. Rendra pun melempar bolpoin ke arahnya dan tepat mengenai kening Restu. "Anjir, sakit bego." Tak mau kalah Restu pun melempat penghapus ke arah Rendra namun karena memghindar lemparannya meleset ke Lola. Auuuuuu." Teriak  Lola kesakitan.  "Wehhh, kalo lempar liat-liat dong cewek gue tau." Ujar Bagas. "Sorry, gue nggak sengaja."  Bagas pun memeriksa pelipis Lola, memang merah. "Ahhh siapan lo Res, bekasnya merah tau." Ukar Bagas marah. "Yayaya sorry deh, La, sorry sumpah gue nggak sengaja." Ujar Restu tulus sambil mengatupkan kedua tangannya. "Yq udah gih, cepetan kelarin nih  tugas gue pengen bobok." Kata Neni. Kami pun kembali melanjutkan tugas yang belum selesai. Dengan kelakuan Rendra dan Restu yang membuat kami hanya geleng kepala.      Neni melihat jam tangannya. Aku pun melihat waktu di gawai milikku. Waktu sudah pukul sepuluh malam. "Lo pada nggak balik?" Tanya Neni. "Kayaknya sih besok kita sambung lagi, sekalian kita nginep, tugas juga tinggal dikit kok." Ujar Lola. Akubpun setuju dengannya. Perlengkapan kami pun kami bereskan. "Tumben lo pada mau pulang cepet biasanya kan jam satu dua kita balik. "Bokap gue di rumah  Ndra, jadi gie musti balik cepet."  "Nah lo Res, kok balik cepet? Istri lo lan disini?" Tanya Rendra. "Tante gue mau balik dari Amrik entar jam dua belas. Jadi biar imege bokap gue baik gue harus stay di rumah." Jelasnya. "Ya udah deh, gue juga ikutan balik." Kata Rendra. "Nah lo, kok balik sih, bukannya rencana kita lo bakalan nginep ya?" Tanya Bagas. "Oya yang, kok balik?" Pertanyaan yang sama dengan Bagas aku lontarkan. "Aku ada acara mendadak yang, tadi sepupu aku nelpon katanya butuh bantuan." Jelas Rendra. Agak bggak masuk akal sih alasannya. Namun aku mencoba untuk mengerti. Meski hati ini ada rasa yang sulit aku jelaskan. "Ya udah hati-hati ya, jangan lupa entar kalo nyampe telpon." Ujarku. Dia pun tersenyum. "Pasti yang." Merka semua pun mengemasi perlengkapan miliknya. Sementara aku memanggil mbok untuk membersihkan sisa makan. Setelah selesai, aku mengantar mereka ke halaman untuk pulang. "Sampai ketemu besok say." Ujar Neni. "Siap deh." Jawabku. Satu persatu mobil merka mengilang fi balik gerbang. Aku kembali masuk kedalam berniat membersihkan diri dan tidur. "Vina, mama mau ngomong." Suara itu menghentikan langkahku. "Ada apa lagi, bukannya sudah jelas ya." Jawabku sarkas. "Mama serius, mama denger sendiri laki-laki yang kamu sebut pacar itu cuman mainin kqmu Vin, mama nggak mau kamu sqkit hati dan kecewa." Ucapnya. Aku hanya diam. "Vina tolong percaya mama sayang. Mama nggak mau kamu merasakan rasanya sakait hati." "Apa perdulimu. Aku percaya ma Rendra dia nggak akan nyakitin aku ataupun selingkuhin aku seperti kata mama, aku cukup  tau bahwa dari awal mama nggak pernah suka dengan hubunganku bukan, jadi mama pikir dengan cara kayak gini bisa buat aku posah ma Rendra? Mama salah, malah dengan mama kayak gini bikin hubungan aku,  dan rasa percaya aku makin kuat." Jawabkh panjang lebar. "Vina." Lirihnya. "Sudah cukup Ma, aku nggak mau denger apapun dan bagaimanapun, jika dengan melihat ku menderita bisa buat mama bahagia mama salah. Aku nggak akan biarin itu semua terjadi." "Vina tolong percayq sama mama, mama akan buktikan bahwa Rendra nggak pantas buat kamu dan kamu akan percaya kata mama, dan suath hari nanti kamu akan tau bahwa apa yang mama lakukan ini semua demi kamu dan untuk kamu." Ujarnya. Dia lantas pergi begitu saja.  "Aku nggka akan pernah biarain kamu misahin aku ma Rendra, aku bersumpah akan mendepak kamu keluar dari rumah ini." Teriakku. Wanita sialan iti tak menanggapi ucapanku.  Argggggg... "Sialan!" Umpatku kesal. "Liat aja, jangan panghil aku Vona jika aku nggak bisa buat kamu keluar dari rumah ini." Lirihku. Aku melihat tak ada lagi bayangan dia disana. Aku segera melangkahkan kaki ku menaiki setiap anak tangga.  Ceklekkk.. Duarrrr.   Aku tak perduli jika pintu ini rusak karena sering ku hempaskan.  Aku meletakkan buku dan perlengkapan alat tulis di meja belajar. Ku qmbil gawai milik ku, ku membuka aplikasi hijau dan membuka chat grup. Disana hanya Bagas dan Restu yang aktif, Rendra aktif empat jam yang lalu. "Kenapa perasaan ku aneh ya?" Batinku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN