5. Perjalanan pulang

1089 Kata
Jam telah menunjukkan pukul 01:00 malam, malam ini juga mereka memutuskan untuk kembali ke Kota, karena tak ingin berlama-lama di Villa. Beruntung penjaga Villa sedang memeriksa Villa sehingga mereka dapat dengan mudah berpamitan. Alasan yang mereka berikan juga cukup masuk akal, yaitu mendapat tugas dadakan dari atasan. Mobil melaju dengan kecepatan sedang karena cuaca sedang hujan mengakibatkan jalanan licin, sehingga harus berhati-hati dalam mengemudikan kendaraan. Rio yang mengemudi kali ini di sampingnya ada Doni yang sudah tertidur dengan cukup pulas. Sedangkan Reyna hanya bisa melamun sambil menatap ke arah depan, tiba-tiba saja hatinya menjadi gelisah seperti akan ada kejadian yang tak terduga. Reyna berdoa semoga kegelisahan ini menjadi pertanda bahagia, bagaimanapun husnudzan kepada Allah itu harus. "Liburan kita gagal, nih?" Rio mengawali pembicaraan, membesarkan suara agar terdengar oleh orang-orang yang belum memejamkan matanya. "Ya, mau gimana lagi coba. Villa nya angker," jawab Felli nampak sendu, harusnya yang sedih disini adalah Reyna karena liburan indah yang di janjikan oleh Reynand harus gagal. Andai saja, dia tak mempunyai penglihatan lebih, pasti dirinya tak akan pernah diganggu oleh jin jahat. Tetapi Reyna juga sedih. Reynand memegang tangan hangat kekasihnya, lantas mengusap-usap tangan itu dengan perlahan. "Mau liburan kemana? Kita masih banyak waktu?" tanya Reynand. Reyna memilih menggelengkan kepalanya. "Gak usah," jawab Reyna sedikit ketus. Reynand menghela dengan perlahan, melirik kekasihnya lantas menatap mata hazel di bawah cahaya remang-remang itu dengan lekat. "Maafin aku ya, Sayang." Seakan tersadar dengan jawaban dirinya yang terkesan cuek dan ketus Reyna segera melirik ke arah Reynand. Dia juga menghela nafas lalu menghembuskan nya dengan perlahan. "Aku yang harusnya minta maaf, udah bicara ketus gitu sama kamu." Reynand tersenyum, mengangguk dan membawa Reyna ke dalam pelukannya. "Rey, susulin Riani aja yuk. Disana banyak loh pemandangan, ada bukit sama air terjun yang bagus malahan yang lagi viral." "Ide bagus tuh," jawab Siska. Reyna melirik ke arah Siska, ia kira sahabatnya itu tengah tidur ternyata hanya memejamkan mata saja. "Terus kita nanti nginap dimana?" Reyna menimpali dengan sebuah pertanyaan. "Bude gue punya rumah, sering di pake buat penginapan. Rumah itu pemandangannya bagus banget, ada di pinggir pesawahan. Gimana?" Reyna melirik ke arah Reynand untuk meminta persetujuannya. "Aku gimana kamu aja, Sayang." jawab Reynand sembari tersenyum lembut. "Gue gimana yang lain aja deh." jawab Reyna akhirnya memutuskan. Rio mengangguk, lalu segera memilih jalan tol lain. Kalau Reyna sudah berkata seperti itu berarti Reyna setuju dengan pendapat nya. Lagian Rio malas membangunkan mereka satu persatu. Felli, Siska, Reyna dan Reynand sudah mewakilkan bahwa liburan kali ini menyusul Riani setuju. "Jauh gak?" tanya Felli, sembari bersandar di balik tangan kekar Alvin yang tertidur pulas. Ia terkejut dengan petir yang tiba-tiba menggelegar. "Paling sekitar 5 sampai 6 jam, nanti jam 6 pagi juga udah sampai." Felli mengangguk dengan jawaban Rio, tak terlalu lama tak bisa dibilang sebentar juga. Semoga pengganti spot liburan ini tak mengecewakan. "Ya Ampun sayang, badan kamu panas." Reynand terkekeh dengan keterkejutan Reyna, ternyata kekasihnya itu baru sadar jika dirinya demam. Padahal Reynand sudah demam sedari tadi, mungkin kekesalan Reyna pada liburan kali ini membuat dirinya lupa dengan perban ditangan Reynand yang belum di ganti. "Aku ganti perban dulu, ya." Reynand hanya mengangguk dan menurut saja, biarkan kekasihnya itu mengobati dirinya. "Kamu kenapa gak bilang sih! Aku lupa tau." Reynand kembali terkekeh. "Yaudah maafin aku ya," "Harusnya aku yang minta maaf." "Gak apa-apa, aku maafin." "Nyebelin!" Reynand tertawa dengan jawaban yang diberikan oleh Reyna. Setelah mengganti perban, Reyna menyuruh Reynand agar kembali memakai jaket yang sempat dibuka untuk mengobati luka Reynand. Pria itu menurut lalu menyenderkan kepalanya di kepala jok. "Tidur, sini." Reynand menepuk-nepuk dadanya agar Reyna tidur di pelukannya. Reyna menggelengkan kepalanya pelan, membuat Reynand mengernyit bingung. "Kenapa?" "Aku gak ngantuk kamu lagi panas juga badannya, mendingan kamu aja yang tidur sini." Reyna menepuk-nepuk pundaknya perlahan memberi ruang untuk Reynand tidur dengan nyaman di pundaknya. Reynand terkekeh dengan jawaban yang terlontar dari bibir kekasihnya. "Kamu gemes banget sih sayang." Reynand tak kuasa menahan diri untuk tak mencubit pipi Reyna yang tirus, dia segera memeluk Reyna dengan lembut dan erat. Reyna yang di perlakukan seperti itu perlahan-lahan menyunggingkan bibirnya membentuk senyuman. "Rio, lo hafal jalan atau pakai GPS?" tanya Felli dari arah belakang dengan sedikit berteriak, tetapi ajaib nya orang-orang yang tertidur tak terganggu sedikitpun, mereka nampak tidur dengan pulas. "Gue hafal, masa ke rumah bude gak hafal jalan sih." jawab Rio lantas fokus kembali dengan minumannya, sesekali dia meneguk kopi dalam bentuk kemasan. * Lenguhan suara bangun tidur terdengar, jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Itu berarti perjalanan sudah sekitar dua jam, selama itu hanya Reynand yang menemani Rio agar sahabatnya tak mengantuk sementara Reyna sudah tertidur cukup pulas. Kalau untuk menyetir mobil, Reynand tak kuasa melakukannya. Badannya masih demam, apalagi kantuk menyerang. Tak lama kemudian dia menyusul Reyna ke alam mimpi beruntung Angga dan Siska terbangun. "Belum sampai ya?" tanya Angga dengan suara serak khas bangun tidur. Siska menggeleng. "Kita ganti sport liburan, jadi nya ke rumah budhe nya Rio." Angga mengangguk lantas meminum air yang memang selalu tersedia di dekatnya. Dia meneguk aqua itu sampai tersisa setengah. "Laper gak?" "Laper sih, tapi nanti aja lah." jawab Angga, dia melirik ke arah Siska yang berada di sampingnya. "Banyak roti, mau?" tawar Siska. "Mau, suapin tapi." jawab Angga dengan suara manja membuat Siska terkekeh pelan lantas mengangguk. Siska mengambil roti dengan s**u untuk Angga. "Bucin!" Suara seorang wanita dari depan membuat Angga berdecak kesal, sementara wajah Siska bersemu malu. Ia kira tak ada yang mendengar perkataan Angga barusan. "Lo sirik ya, Len." Valen segera menggeleng. "Ogah, ngapain sirikin elu." "Awas lu ya Len!" Angga sedikit berdecak kesal dengan jawaban Valen. "Udah, nih makan." Angga menyudahi perdebatan kecilnya bersama Siska saat wanita itu menyuapi roti untuk Angga. "Yang, kok rotinya manis banget." Siska mengerutkan kening bingung. "s**u nya kebanyakan ya? Maaf aku kira kamu emang suka." pasalnya yang Siska ambil adalah roti tawar dengan s**u cokelat. "Kayaknya bukan dari s**u deh." "Terus dari apa?" tanya Siska semakin bingung. "Karena aku lihat wajah kamu, jadi nya manis." jawaban Angga membuat Siska tersipu malu. Setelah kejadian di kantor polisi yang membuat Siska dan dirinya bertengkar hebat. Angga memutuskan untuk lebih banyak berbicara dengan Siska, sedikit gombalan seperti Alvin, perhatian seperti Reynand, dan penyayang seperti Revin. Tetapi dia juga harus bisa menjadi seperti Revan nantinya yang siap LDR karena pergi bertugas. "Kamu udah selesai berguru dari si Alvin ya?" mendengar jawaban dari kekasihnya membuat Angga tertawa kecil. "Rio, lo capek nyetir gak? Biar gue aja." "Lo tahu jalannya?" tanya Rio. "GPS aktifkan aja sama lo." Rio menganggukkan kepalanya, lantas berhenti sejenak untuk mengaktifkan GPS.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN