Revin mengerjap-ngerjapkan mata saat cahaya silau dari lampu menerjang wajah dan matanya. Dia menggeliat kecil untuk merenggangkan otot-otot tangan, karena tertidur cukup pulas di kursi mobil. Revin berdehem serak lantas melirik ke arah samping, mengernyitkan kening bingung karena tak mendapati kekasihnya berada di sampingnya.
"Nyari siapa, bro?" tanya Alvin yang melihat Revin seperti orang linglung atau lebih kerapnya seperti mencari seseorang.
"Cewek gue," jawab Revin singkat.
Alvin menjawab hanya dengan jari telunjuk menunjuk Valen yang sibuk menyetir dengan kaca mata hitam nya. Jam telah menunjukkan pukul lima. Itu berarti mereka sudah lama berkendara.
"Berhenti dulu gak nih, buat shalat?" tanya Revin.
Valen menjawab dengan anggukan kepala saja, dan akan mencari masjid terdekat untuk melaksanakan shalat subuh.
*
"Rio, lo bilang jam 6 udah sampe." Reyna berkata setelah menelan makanannya.
"Tadi lo tahu kan macet, ini kan lewatin pabrik. Hari sabtu masih kerja."
Reyna mengangguk, lantas kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Di sampingnya ada Reynand yang juga sedang menyantap makanan.
Sementara Valen, masih menyetir sambil di suapin oleh Revin, pria itu sebenarnya sudah menawarkan agar dirinya saja yang menyetir tetapi Valen menolaknya dengan lembut. Ia masih ingin menyetir.
Setengah jam kemudian, Valen membelokkan mobilnya ke arah kanan mengikuti GPS, tetapi dia memelankan laju mobilnya dan bertanya kepada Rio.
"Rio, bener bukan sih kesini? Kok kayak hutan?" tanya Valen.
Rio mengangguk mantap. "Emang hutan, daerah nya terpencil gitu tapi bagus."
"Aman gak sih buat gue?" Kali ini Reyna yang bertanya.
Kembali Rio menganggukkan kepalanya. "Menurut gue sih aman, sepertinya apa yang lo bayangkan bakalan beda sama kenyataan Rey."
Reyna mengedikkan bahu acuh, lalu fokus kembali pada handphonenya. Kalau tidak aman kan gampang tinggal putar balik aja, lagian dia tak tahu kampung seperti apa yang ada disana, menyimpulkan sesuatu tanpa bukti dan keterangan yang jelas tidaklah baik.
Beberapa saat kemudian, Rio menyuruh Valen agar Valen menghentikan mobilnya. Di depan sana ada sebuah rumah dua tingkat yang sangat nyaman beserta dengan rumput-rumput hijau. Reyna maupun yang lain di buat takjub sepanjang perjalanan. Karena yang mereka lewati ada sebuah pesawahan dan perkebunan Teh yang sangat indah.
"Yuk turun, itu rumah budhe gue." Ajak Rio. Dia memilih untuk turun terlebih dulu disusul dengan yang lain.
"Kok kayak sepi?"
"Jam segini lagi di dalam, cuaca lagi dingin." Jawab Rio.
Mereka semua mengangguk, berjalan beriringan untuk sampai ke depan pintu rumah tersebut. Rumah bergaya modern tetapi masih ada unsur pedesaan.
"Assalamualaikum." Ucap Rio sembari mengetuk-etuk pintu beberapa kali.
"Kok gak ada yang bukain sepi lagi, ini beneran kan Rio?" Felli melontarkan pertanyaan. Bukan apa-apa ia takut kejadian yang tidak diinginkan terjadi, niat liburan tetapi malah membahayakan diri sendiri.
"Tenang Fell, gue sering kesini malah."
Setelah Rio menjawab seperti itu, tak lama kemudian pintu terbuka setengah, mereka semua segera melihat siapa yang telah membukakan pintu ternyata adalah Riani.
Riani dengan wajah bantal dan piyama pendek motif kartun favorit p nya ternyata dialah yang membukakan pintu.
"Buka mata dulu dek." Rio berkata sembari terkekeh lantas mengacak-acak kepala adiknya gemas.
Setelah mendengar suara yang sangat familiar di telinganya, Riani segera membuka pintu dan membulatkan mata karena kakaknya beserta teman-teman kakaknya datang.
"K-kalian manusia kan?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir mungil yang sekarang sedang menatap mereka dengan penuh ketakutan.
Mereka terkekeh dengan pertanyaan Riani yang cukup mainstream. Ya! Wajar saja Riani berkata seperti itu, karena ini masih terlalu pagi untuk bertamu.
"Emang kamu udah lihat setan, dek?" Rio bertanya sembari menyentil paha Riani yang terekspos cukup tinggi. "Masuk ke dalam sana! Ganti celana."
Riani tersenyum malu saat kakaknya berkata seperti itu, tanpa pikir panjang wanita cantik itu segera berlari ke dalam.
"SILAHKAN MASUK!" teriak Riani dari dalam membuat mereka menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yuk masuk." Ajak Rio, mereka yang kelelahan segera menganggukkan kepalanya.
**
"Oh jadi kalian ini dari kota yang ingin berlibur?" Tanya budhe Salma.
Mereka semua mengangguk. "Iya Budhe, kami izin liburan disini ya." Kali ini Reynand yang berbicara, bagaimanapun juga dia harus bersikap sopan dan meminta izin kepada budhe Salma terlebih dahulu.
"Silahkan.. silahkan, malah budhe seneng banget." Jawab budhe Salma tak kalah ramah, membuat mereka semua mengembangkan senyuman.
"Yaudah kalian sana pergi ke kamar di antar Riani ya."
Rio menggeleng pelan. "Kita pinjam penginapan yang dekat sawah itu, boleh kan budhe?"
Budhe menghela nafas. "Mending disini temenin budhe aja."
"Kan ada Riani, ada si kembar juga."
Budhe yang umurnya kisaran tiga puluh lima tahunan itu masih nampak cantik dan anggun, suaminya bekerja di pelayaran dan pulang setahun sekali atau setahun dua kali.
"Riani mau ikuttt kakak."
Budhe segera menatap Riani penuh selidik lantas menghela nafas pelan. "Boleh kalian kesana, tapi kalau siang temani budhe ya. Kita juga bisa melakukan hal menyenangkan lainnya sama budhe Ratna, beliau tinggal disini tapi masih di kamar sepertinya."
Reyna dengan yang lain segera mengembangkan senyum nya. Sepertinya berada disini akan sangat menyenangkan.
"Yaudah, kita kesana dulu ya budhe." Rio segera berpamitan.
"Nanti aja, kita sarapan disini bareng-bareng. Budhe masak dulu,"
"Eh gak usah budhe, kebetulan tadi di jalan udah sarapan." Jawab Felli dengan sopan.
Budhe Salma mengangguk, dia berpamitan untuk mengambil sebuah kunci rumah yang akan mereka tinggali. Setelah itu, kembali dengan membawa kuncinya.
"Kalau ada apa-apa, langsung hubungi budhe ya."
"Bentarr.. Riani bawa baju ganti dulu, nanti Rian mandi di sana aja."
Rio mendengus kesal, adiknya malah ingin bersama dia.
"Dek, kamu disini aja lah temani budhe."
"Gak apa-apa dong Rio, tambah orang tambah seru. Kamu boleh ikut kok dek," Siska segera menjawab sebelum Riani menjawab ucapan kakaknya.
Riani tersenyum manis, "Terimakasih kak Felli."
"Heh, nama gue Siska ya!"
Riani menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "maaf ya kak." Jawabnya di iringi dengan kekehan.
Siska mengangguk, lantas mereka semua segera berpamitan untuk segera sampai ke rumah yang di maksud oleh Rio.
"Semoga menyenangi dan tak akan terjadi hal yang buruk. Yang akan menimpa mereka nantinya," batin Reyna sembari mengembangkan senyuman. Dia menatap jendela yang menampilkan segudang pemandangan asri, jalanan juga menanjak membuat Reyna yakin jika rumah itu berada di atas bukit atau pegunungan yang akan pasti akan membuat matanya terkagum-kagum dengan ciptaan Allah SWT yang selalu indah.
****
bersambung..
Hi, masih banyak yang nungguin cerita ini gak nih?