BAB 3: KERJA BAKTI

1306 Kata
SELAMAT MEMBACA *** Hari minggu pertama setiap awal bulan adalah jadwal seluruh penghuni kos untuk bersih-bersih. Entah didalam kamar masing-masing ataupun halaman kos. Semuanya wajib ikut kerja bakti. Membersihkan lantai, langir-langit kos, halaman kos, memotong rumput, membersihkan selokan kos dan membakar sampah. Semua di lakukan bergotong royong. Penguni kos disana ada 28 orang jika semua kamar terisi penuh, di tambah Bu Marni jadi 29 orang. Jadi tidak terlalu terasa berat jika di kerjakan sama-sama. Hal tersebut di terapkan sejak lama untuk menjaga kebersihan kos. Setelah bersih-bersih mereka yang masih santai dan tidak memiliki acara biasanya akan duduk bersama ngobrol dan makan camilan. Saling bercengkrama untuk mengakrabkan diri satu sama lain. “Mbak Kila semalam pulang jam berapa?” tanya Intan mahasiswa yang kamarnya tepat di sebelah Kila. “Jam berapa ya, hampir jam 12 kayanya.” Jawab Kila sambil memakan rujak yang mereka buat. “Oooo jadi yang semalam buka gerbang itu Mbak?” Sahut Ema yang kebetulan kamarnya berada di depannya Kila. “Kalian kok dengar sih, memang belum tidur?” tanya Kila dengan herannya. “Ya dengar Mbak, gerbang kan kalau di buka suaranya keras.” Sahut Intan lagi. “Maaf ya, kalau kalian terganggu.” Ucap Kila dengan perasaan tidak enaknya. Mungkin saja setiap dia pulang malam dan membuka gerbang suaranya selalu mengganggu waktu istirahat penghuni kos yang lain. “Ahh santai saja Mbak, kami juga belum tidur itu.” Sahut Ema lagi. Kila hanya mengangguk pelan. Bu Marni datang membawa teko berisi es yang langsung di sambut oleh anak-anak kos dengan gembira. “Baiknya Ibu,” ucap Aul penghuni kos yang lain. “Di minum ya, kalau masih kurang buat sendiri di dapur. Ada es di kulkas.” Ucap Bu Marni, setelahnya dia ikut bergabung bersama anak-anak kosnya. “Bu Pak Kama datang ya kemarin?” bisik Ema pada Bu Marni. Bu Marni pun hanya mengangguk sebagai jawaban. “Pak Kama pemilik kos?” tanya Kila memastikan. Dia sering mendengar nama itu tapi belum pernah sekalipun bertemu dengan orangnya. “Iya Mbak, siapa lagi.” Jawab Aul pada Kila. “Yang mana sih orangnya? Aku selama kos disini kok belum pernah lihat?” tanya Kila dengan penasarannya. “Helehh Mbak Kila, gimana mau lihat Pak Kama orang Mbak saja tidak pernah di kos. Dari pagi sampai malam sibuk kerja.” Sahut penghuni kos yang lain. “Hehehe, namanya butuh duit.” Jawab Kila dengan kekehan pelannya. “Tapi serius Mbak Kila belum pernah ketemu sama Pak Kama?” tanya yang lain lagi. Kila langsung menggeleng pelan, sebagai jawaban. “Rugi Mbakkkkk,” celetuk Aul langsung. “Kenapa?” tanya Kila. “Pak Kama itu ganteng lo Mbak, sayang aja jarang kesini.” Bisik Aul pada Kila yang meski tetap bisa di dengar oleh yang lainnya. Mereka pun tertawa mendengar ucapan Aul yang juga di detujui oleh mereka semua. “Memangnya Pak Kama itu rumahnya dimana Bu?” tanya Kila pada Bu Marni. Kenapa jarang datang ke kosnya sendiri. Jujur selama hampir setahun kos disini, Kila hanya tau jika kos yang di tepatnya pemiliknya bernama Pak Kama. Tapi bagaimana rupa dan perawakan laki-laki itu Kila belum pernah lihat. “Di Wonogiri kampungnya. Terus dia kerjanya di Kalimantan, jarang pulang. Paling kalau cuti pulang. Kesini paling sehari itupun tidak menginap, cuma cek-cek. Sukanya ke kos putra, jadi wajar kalau Mbak Kila yang super sibuk ini tidak pernah bertemu Pak Kama.” Jawab Bu Marni, langsung di angguki oleh yang lainnya. Mendengar penjelasan Bu Marni, Kila hanya mengangguk faham. Tidak terlalu penasaran dengan sosok pemilik kosnya itu. “Ehhh saudaranya Ibu sudah pulang?” tanya Kila tiba-tiba sambil melirik kedalam rumah Karena sejak tadi dia tidak melihat seorang pun selain mereka yang tadi bersih-bersih. Bu Marni yang di tanya seperti itu merasa bingung, saudara yang mana yang di maksud. Padahal saudaranya tidak ada yang datang. “Saudara siapa Mbak?” tanya Bu Marni Balik dengan wajah bingungnya. “Semalam waktu pulang, saya lihat mas-mas duduk di teras depan. Saudaranya Ibu kan?” ucap Kila lagi. “Pak Kama kali Mbak maksudnya,” sahut Ema. Kila langsung menggeleng. “Bukan, orang mas-mas kok. Bukan bapak-bapak,” sahut Kila langsung. Aul yang mendengar hal tersebut langsung menepuk jidatnya sendiri dengan keras. Bu Marni dan yang lainnya justru tertawa dengan keras mendengar ucapan Kila. Kila yang di tertawakan merasa bingung, apa yang salah dengan ucapannya kenapa semua orang tertawa sedangkan dia justru tidak faham dengan apa yang di tertawakan. “Memangnya Mbak fikir Pak Kama itu bapak-bapak?” tanya Intan setelah berhasil menghentikan tawanya. Dengan polosnya Kila mengangguk dan lagi-lagi di sambut gelak tawa oleh teman-temannya. Kila semakin di buat bingung. Benarkan, mereka selalu menyebut ‘Pak Kama’ berarti bapak-bapak kan. Salahnya di mana? Di tengar obrolan mereka, sebuah motor memasuki pekarangan dan berhenti tepat di depan mereka semua yang tengah duduk santai di teras. “Selamat siang Pak Kama,” ucap Aul pada pengendara motor yang baru saja datang. Laki-laki yang di sapa, ternyata adalah Kama. Dia baru saja datang dari kos putra untuk mengambil motornya yang di letakkan disana. “Siang, habis bersih-bersih ya.” Jawab Kama dengan ramahnya. “Iya Pak. Pak Kama dari mana?” kali ini gantian Intan yang bertanya. “Habis dari kos putra, ambil motor ini.” Jawab Kama dengan santainya. “Pak Kama lagi cuti ya?” ucap Intan lagi. “Iya,” jawab kama santai. Sebenarnya dia tidak sedang cuti, tapi yasudah lah tidak perlu di sampaikan pada mereka. “Pak Kama, Mbak Kila katanya mau kenalan ini.” Celetukan Ema langsung di sambut tawa oleh teman-temannya. Sedangkan Kila spontan langsung memukul mulut Ema dengan pelan. Kama yang melihat hal tersebut langsung terkekeh. “Siapa yang mau kenalan tadi?” jawab Kama dengan santainya. “Mbak Kila Pak,” Aul mengangkat tangan Kila dengan spontan Kila pun menggeleng dengan pelan. Dia benar-benar merasa malu. “Mbak belum kenal sama saya?” tanya Kama pada Kila. “Belum Pak,” jawab Kila pelan. “Mbak Kila kan namanya?” Kila mengangguk pelan. “Saya Kama, pemilik kos disini.” Ucap Kama memperkenalkan dirinya pada Kila. Dia merasa heran, kok ada penghuni kos tempatnya yang belum kenal siapa dirinya. “Iya Pak, saya Kila.” Jawab Kila sopan. “Iya, betah kos disini Mbak?” tanya Kama lagi. “Betah Pak,” jawab Kila. “Kalau betah, besok-besok jangan suka nunggak bayar kos lagi ya. Biar tidak saya usir,” Ucap Kama dengan santainya sambil terkekeh pelan. Didalam hati Kila mengumpat kesal pada bapak kosnya, kenapa harus di ingatkan seperti itu. Bikin malu saja, dasar bapak kos tidak berprikemanusiaan. Namun meski begitu, Kila hanya bisa mengaangguk. Setelahnya Kama pamit untuk masuk kedalam rumah meninggalkan semuanya yang masih duduk santai di teras. Aul yang melihat wajah kesal Kila langsung menepuk bahu temannya itu. “Santai Mbak, Pak Kama cuma bercanda kok. Kami juga sering telat bayar kos, tapi tidak pernah di usir.” Kekeh Aul lagi. Mereka yang sudah lama kos disana pasti faham jika Kama hanya bercanda. Namun berbeda dengan Kila, yang tidak pernah bertemu atau bahkan bicara dengan Kama. Dia merasa malu dengan ucapan laki-laki itu barusan. “Pak Kama belum bapak-bapak kan Mbak?” tanya Intan pada Kila. “Iya belum,” hanya itu yang Kila katakan. Memang laki-laki yang baru saja datang yang ternyata adalah Pak Kama itu belum terlihat tua sama sekali. Dan dia juga yang ternyata berbicara dengannya semalam yang Kila fikir saudaranya Bu Marni. Tidak terfikir sedikitpun jika itu adalah orang yang mereka panggil ‘Pak Kama’. Karena selama ini dia berfikir kalau Pak Kama itu bapak-bapak tua ternyata dia salah. Pak yang di sematkan orang-orang padanya hanya sebatas panggilan saja. “Dia masih bujang lo Mbak, mana tau Mbak tertarik.” Bisik Intan pada Kila yang lagi-lagi langsung di sambut tawa oleh teman-temannya yang lain. Spontan Kila langsung menggeleng, “Tidak terimakasih.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN