Jantung Brian seolah terhenti ketika mendengar perkataan tersebut, tatapannya berubah kosong dengan bayangan dalam benaknya ketika putra sulung nya yang sedang tertawa di usianya yang ke tujuh tahun, saat itu putranya tengah menaiki motor mini untuk pertama kalinya, ingatan itu terganti dengan bayangan putranya yang masih berusia dua tahun tengah tertawa dalam gendongannya. Tubuh Brian meluruh, ia terduduk lemas di atas lantai saat ini, Vallery yang melihat kejanggalan dalam sikap Brian pun segera bersimpuh di hadapan suaminya.
"Ada apa? Arthur mengatakan apa pada mu?" tanya Vallery dengan sorot mata yang meminta penjelasan. Lidah Brian seakan kelu untuk menjawab pertanyaan Vallery, ia bingung harus mengatakan apa pada istrinya kali ini.
Belle*** Hospital Center? Bukankah rumah sakit itu berada di Manhattan? tanya Brian bermonolog dalam hati.
"Brian, what are you doing?" tanya Vallery ketika Brian memasuki kamar mereka, ia segera berlari menyusul suaminya tersebut.
"Kita harus ke Manhattan saat ini" ujar Brian lalu bergerak dengan panik mengambil beberapa pakaian miliknya dan juga milik Vallery yang akan ia butuhkan selama di Manhattan. Vallery yang mendengar perkataan Brian hanya bisa mengernyit.
"What? Untuk apa? Dan apa yang dikatakan Arthur tadi? Apa ia menyuruh kita untuk pergi ke Manhattan?" pertanyaan Vallery membuat gerakan Brian terhenti, ia berpikir sejenak, apakah istrinya saat ini harus tahu jika putra mereka mengalami kecelakaan?
Brian menghembuskan nafas panjang, tidak, istrinya tidak boleh tahu terlebih dahulu, ia pasti akan sangat panik saat ini. Mungkin ia akan memberitahu Vallery ketika mereka sudah sampai di Manhattan. Brian tersenyum masam seraya menatap sendu ke arah Vallery.
"Yes, Honey. Putra kita meminta kita untuk pergi ke Manhattan saat ini" Vallery terdiam mendengar jawaban dari Brian, harusnya ia senang karna akan bertemu dengan putra sulung nya, namun hatinya merasakan bahwa ada yang salah saat ini.
Dia membutuhkan kita saat ini. ujar Brian dalam hati namun detik berikutnya ia menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Tidak, dia tidak membutuhkan kita, dia hanya membutuhkan mu.
"Kau mau, kan'?" tanya Brian ragu-ragu dan dengan ragu-ragu pula Vallery mengiyakan pertanyaan Brian, ia harus memastikan bahwa perasaan resahnya kali ini hanyalah perasaannya saja.
Setelah selesai mengepaki beberapa baju, Brian segera membawa Vallery berjalan menuju rooftop mansion nya, menghampiri helikopter yang sudah terparkir begitu cantik di sana. Setelah sepuluh menit menerbangkan helikopter nya menuju bandara, kini ia dan juga Vallery memasuki jet pribadi miliknya.
"Aku tidak sabar untuk bertemu dengan putraku" ucap Vallery seraya tersenyum ketika seorang pramugari meletakkan dua gelas minuman untuk mereka, Brian menatap nanar ke arah sang istri, apa yang harus ia katakan saat ini?
Vallery menoleh kala sang suami hanya bergeming mendengar perkataannya, ia menatap wajah sendu suaminya tersebut, bahkan pria itu tidak memperhatikannya saat ini, pandangan pria itu tertuju pada minuman yang ada di hadapan mereka, Vallery menyentuh punggung tangan sang suami.
"Brian" panggil Vallery membuat Brian terkesiap, ia segera menoleh menatap sang istri.
"Ya?" tanya Brian seraya mencoba untuk tersenyum di tengah rasa cemas yang melandanya saat ini.
"Ada apa?" tanya Vallery seraya menatap intens ke arah sang suami, ia memperhatikan begitu lekat wajah Brian yang terlihat sangat gelisah.
"Nothing" jawab Brian membuat Vallery mengernyit.
"Aku tahu kau berbohong" ucap Vallery, ia segera memposisikan duduknya agar menghadap ke arah sang suami.
"Katakan padaku, ada apa? Wajahmu mengatakan bahwa kau sedang gelisah, apa yang kau fikirkan?" tanya Vallery kembali, Brian menatap wajah sang istri, menimbang-nimbang apakah ia akan mengatakan tentang Arthur yang mengalami kecelakaan atau tidak.
"Ada apa?" Vallery kembali mendesak Brian, Brian menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia segera bersimpuh di hadapan sang istri dan hal itu membuat Vallery merasa bingung. Brian menggenggam kedua tangan sang istri seraya menatap mata wanita itu.
"Aku ingin mengatakan sesuatu tapi aku mohon kau jangan terkejut" ucap Brian membuat Vallery bergeming.
"Katakan" ucap Vallery seraya menerka-nerka hal apa yang akan dikatakan oleh suaminya tersebut.
"Arthur mengalami kecelakaan" ucap Brian akhirnya sedangkan Vallery masih bergeming di tempat nya.
"Apa kau serius? Kau tidak bercanda, right?" tanya Vallery tidak percaya.
"I'm serious" ucap Brian seraya menundukkan wajahnya.
"Tidak mungkin, bagaimana bisa terjadi, putraku.." lirih Vallery, ia memegangi dadanya yang terasa begitu sesak.
"Honey, hey" panggil Arthur dengan panik kala melihat sikap sang istri.
"My boy..." lirih Vallery kembali hingga tangisnya pecah, Brian segera merengkuh tubuh sang istri.
"Jangan panik" ucap Brian mencoba menenangkan.
"Putra kita akan baik-baik saja" lanjutnya kembali.
"Apakah.. Apakah kita ke Manhattan saat ini.."
"Ya, Arthur sedang ditangani di salah satu rumah sakit yang ada di Manhattan. Ketika aku menghubunginya tadi, aku mendengar suara seorang wanita yang mengatakan bahwa putra kita mengalami kecelakaan dan sedang ditangani di Belle*** Hospital Center" ujar Brian panjang lebar.
"Bagaimana jika wanita itu berbohong? Mungkin ponsel Arthur hilang dan ditemukan oleh wanita itu" ucap Vallery yang masih belum percaya bahwa putra sulung nya mengalami kecelakaan.
"Maka dari itu kita harus memastikannya, jika semua itu seperti yang kau pikirkan dan Arthur baik-baik saja maka anggap saja kita pergi ke Manhattan untuk menjenguknya, sejak kemarin kau begitu ingin menemui putra kita, bukan?" tanya Brian membuat Vallery menganggukkan kepalanya sedangkan Brian masih mengusap punggung sang istri dengan lembut, mencoba memberikan ketenangan pada wanita yang masih menangis dalam dekapannya itu. Brian melonggarkan dekapannya lalu mengusap wajah Vallery, menghapus air mata yang sempat mengalir di wajah cantik wanita itu.
"Kau tenang saja, aku yakin putra kita akan baik-baik saja" ucap Brian yang diangguki oleh Vallery.
"Sekarang lebih baik kau beristirahat" ucapnya kembali, ia segera bangkit dan diikutti oleh Vallery, mereka berjalan menuju kamar yang ada di dalam privat jet tersebut.
Ketika sampai di dalam kamar, Brian segera menyelimuti tubuh mereka menggunakan selimut lalu mendekap wanitanya dengan erat, ia mencoba memejamkan mata ditengah-tengah rasa cemasnya kepada Arthur.
"Good night, my queen" ucap Brian lalu mengecup kening Vallery, Vallery segera membenamkan wajahnya pada d**a bidang sang suami, ia mencoba berpikir positif seperti yang dikatakan oleh Brian hingga ia terlelap dalam alam mimpi.
Tuhan.. Tolong jaga putraku. Ucap Brian dalam hati.
***
Vallery dan Brian telah tiba di Manhattan, mereka segera menuju ke Belle*** Hospital Center, rumah sakit yang dikatakan oleh seorang wanita bahwa Arthur sedang ditangani di sana karena kecelakaan. Tubuh Brian dan Vallery terasa begitu lemas ketika seorang resepsionist rumah sakit tersebut membenarkan bahwa putra mereka memang berada di sana akibat kecelakaan.
"Brian, putra kita.." lirih Vallery yang seolah kehilangan kata-kata, tubuhnya akan meluruh jika saja Brian tidak menyangga tubuhnya.
"Calm down, honey" ucap Brian meskipun ia merasa nyawanya seakan menghilang saat ini, ia segera membimbing sang istri untuk berjalan menghampiri ruang rawat putra mereka, ketika mereka sudah sampai di depan ruang rawat tersebut dengan perlahan Vallery membuka pintu ruangan itu, hal pertama yang ia lihat sangat membuat hatinya terasa sakit, Arthur terbaring lemah di atas brankar dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Seluruh tubuh sang putra dililit oleh perban putih, hanya menyisakan wajah dan juga tangan kanan nya yang terdapat beberapa luka lecet.
"My boy!" seru Vallery dengan bersimbah air mata, setelah itu ia berlari menghampiri Arthur.
"Oh My God, what happen with you? Oh My God" Vallery terisak melihat keadaan putranya saat ini, Arthur yang masih terkejut melihat kedatangan ibunya hanya bisa diam membisu, sedangkan Brian masih berdiri di ambang pintu, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini.
Ia ingin sekali menghampiri putranya dan mengusap wajah atau punggung tangan putranya dengan sayang, namun ia ragu untuk melakukan hal itu, terakhir kali mereka bertemu, mereka bertengkar hebat hingga membuat Arthur tidak pernah menemui mereka selama dua tahun ini. Entahlah, Brian tidak mengetahui mengapa putranya itu seolah membencinya setengah mati, sedangkan semua yang ia berikan selama ini adalah cinta yang tulus untuk kedua putranya, Arthur dan juga Mathew.
"Kenapa kau bisa seperti ini, Baby? Katakan sesuatu pada Mommy" Vallery kembali menangis terisak, ia mengusap wajah Arthur dengan sayang, usapan telapak tangan ibunya membuat Arthur tersadar.
"Mommy" pandangan mata Arthur yang biasanya dingin kini berubah menjadi lembut melihat wajah ibunya. Vallery tersenyum namun air mata tidak berhenti mengalir, justru semakin deras.
"Yeah, ini Mommy. Tell me, what's going on with you" tanya Vallery.
"Aku kecelakaan, Mom" ujar Arthur dengan pelan.
"Oh My God, bagaimana..."
"Awwwh" perkataan Vallery terhenti ketika mendengar pekikan seorang wanita. Arthur, Vallery juga dan Brian segera menoleh, sejak tadi mereka tidak menyadari dengan keberadaan wanita tersebut.
Wanita itu adalah Harley Wilson, seseorang yang telah menolong Arthur dari kecelakaan tersebut. Harley memegang perutnya menggunakan kedua tangan, keringat dingin mengalir dari sudut wajahnya. Arthur panik seketika mendengar pekikan Harley.
"Kau kenapa?" tanya Arthur dengan panik, ia hendak bangun namun sakit melanda di sekujur tubuhnya. Melihat hal itu Brian segera menghampiri Harley dan menyangga kedua lengan wanita itu agar tetap berdiri tegak.
"Are you okay?" tanya Brian yang mendapat gelengan dari kepala Harley, melihat hal itu Vallery segera menekan tombol bantuan untuk memanggil dokter. Seorang pria berbadan besar memasuki ruangan tersebut sebelum dokter belum tiba.
"Nona, sepertinya maag mu sedang kambuh" ucap pria itu yang tak lain adalah Mike Petrov, seorang bodyguard yang bertugas untuk menjaga Harley. Belum sempat Arthur berkata, seorang dokter dan juga suster telah datang memasuki ruang rawat inap miliknya.
"Dokter, tolong periksa Nona ini" ujar Brian kepada dokter tersebut, melihat kejadian itu beberapa suster segera mengarahkan Harley menuju ruang sebelah, namun Harley tidak dapat berjalan dikarenakan penyakit maag yang tengah melandanya saat ini hingga akhirnya Mike membopong majikan nya tersebut. Arthur hanya bisa terdiam menatap kepergian Harley, ia merasakan bahwa ada yang hilang dari jangkauan tangan dan hatinya ketika Harley pergi.
"Siapa dia?" pertanyaan Vallery membuyarkan lamunan Arthur.
"Dia wanita yang menolong ku, Mom. Apa ... " pertanyaan Arthur terhenti kala ia melihat wajah Brian. Wajah Arthur berubah menjadi dingin kembali dan hal itu membuat hati Brian seolah teriris.
Vallery yang menyadari perubahan wajah Arthur segera berbalik dan menatap wajah sang suami. Kepanikannya akan hal yang menimpa sang putra membuat Vallery melupakan keberadaan sang suami sejak tadi. Vallery segera menghampiri Brian lalu membimbing sang suami untuk mendekati putra mereka, hal itu membuat Arthur segera memalingkan wajahnya.
"Kenapa Mommy membawa pria itu kemari?" pertanyaan Arthur sukses membuat Vallery terperanjat.