DRAMA SIALAN

1297 Kata
Flashback On Hubungan Brian dan Valery sudah berjalan sebulan lamanya, mereka melalui masa-masa itu dengan kebahagian hingga suatu saat Vallery salah paham bahwa Brian tidak mencintainya. Malam itu Brian sedang mengangkat telephone dari seseorang, menggunakan headseat bluetooth bermerek Dot yang terpasang di telinganya, ia berjalan menuju balkon kamar seraya menjawab panggilan tersebut. "Hallo" "Ku dengar kau sedang memiliki kekasih saat ini" Deg. Jantung Brian seolah berhenti satu detik ketika mendengar suara tersebut, suara seseorang yang selama beberapa tahun ini ia hindari. "Jangan berani-berani nya kau sentuh kekasih ku!" desis Brian seraya mencengkeram pagar balkon dengan sangat erat. "Kau tahu apa yang akan ku lakukan, jika bukan kau yang mengusir nya, makan aku yang akan bertindak, aku sudah lama tidak memperkosa dan memutilasi wanita lagi" ujar pria tersebut membuat amarah Brian tersulut. Ia sudah menduga kejadian seperti ini akan terulang lagi di kehidupan nya, dan untuk saat ini ia sudah memikirkan cara untuk menjauhkan Vallery dari pria tersebut. Pria itu, Dominic, kakak dari Liza, selalu megancam nya untuk membunuh wanita yang sedang dekat dengan Brian setelah kematian Lizza mantan tunangan nya. Brian berencana untuk membawa Vallery pergi dari Los Angeles setelah berhasil membunuh Dominic, kematian Lizza bukanlah keinginan nya, Dominic tidak berhak ikut campur dalam kehidupan nya lagi. "Jangan kau..." perkataan Brian terhenti ketika sebuah lengan melingkari perut nya. Ya Tuhan, Vallery. Jerit Brian dalam hati "Aku hamil, Brian" Deg. Tubuh Brian menegang ketika mendengar perkataan tersebut. "What?" lirih Brian seolah kehilangan kata-kata. "I'm, pregnant, Babe" Brian terkejut ketika mendengar perkataan dari Vallery, Ya Tuhan, Vallery hamil, aku akan memiliki anak. Brian merasakan kebahagiaan yang menyelimuti hati nya, ia tersenyum dengan lebar ketika mengingat sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, Ya Tuhan, wanita yang aku cintai tengah mengandung anak ku. teriak nya dalam hati. Namun kebahagiaan yang ia rasakan seolah hilang ketika ia kembali mendengar suara Dominic dari seberang telephone. "Aku, atau kau yang melakukan?" Shit! f**k! Maki Brian dalam hati. Ia merasa ingin menghabisi Dominic saat itu juga ketika Dominic berusaha menghancurkan kebahagiaan nya kembali. Brian semakin mencengkeram pagar balkon dengan erat. Dominic kembali mengancam nya hingga membuat amarah Brian terkumpul, Brian berbalik menghadap Vallery hingga kalimat yang tidak ingin ia ucapkan terlontar dengan jelas dari mulut nya kala Dominic kembali mengancam Brian dari seberang telephone berulang kali. "Gugurkan bayi itu!" Maafkan aku, Sayang. Ya Tuhan tolong aku. Pinta Brian dalam hati "What do you.." "Gugurkan!" Brian membentak Vallery seraya memjamkan kedua mata nya, rasa amarah karena Dominic yang tertawa di seberang telephone membuat ia marah hingga mencengkeram kedua lengan Vallery dengan erat, mata Vallery berkaca-kaca menatap Brian saat itu. Please, don't cry, Honey. Please... "Brian.." Brian kembali memejamkan mata nya kuat-kuat menahan rasa sakit karena harus bersandiwara seperti ini. "Aku tidak ingin memiliki anak" ucap Brian dengan terpaksa. Ya Tuhan, aku begitu ingin memiliki anak dari wanita yang kini tengah berdiri di hadapan ku. Air mata lolos menurun membasahi wajah Vallery, membuat Brian memalingkan wajah tak ingin melihat guratan luka dan kecewa di wajah cantik itu. "Ingat, aku tidak pernah main-main, Brian Anthony Abraham" ujar Dominic kembali membuat Brian marah, karena pria itu, Brian harus menyakiti wanita yang ia cintai hingga wanita itu menangis seperti saat ini. "Why?" Vallery bertanya dengan nada lirih. "Karna itu hanya akan merepotkan ku" Brian kembali memejamkan mata dengan nafas yang memburu mencoba untuk menahan amarah nya saat ini akibat ulah dari Dominic. "Brian ini anak kita" "Aku tidak menyukai mahluk itu, gugurkan atau.." "Atau apa?!" Brian terkejut mendengar teriakan dari Vallery setelah itu ia menatap nanar ke arah Vallery yang tengah tertawa pelan. "Kau tidak berbeda jauh dengan Nicholas, pria yang dulu menjadi kekasih ku lalu menyuruh ku menggugurkan bayi nya saat ia tahu bahwa aku sedang hamil" Brian terkejut mendengar perkataan Vallery. Holy f*****g s**t! Kini aku tidak ada bedanya dengan pria b******k yang membuat Vallery tidak menerima ku saat itu. Maki Brian dalam hati. "Tenanglah, aku akan pergi dari hidup mu jika kau menginginkan aku menggugurkan anak mu" Vallery berjalan meninggalkan Brian dan dengan segera Brian mencekal lengan wanita itu. "Vallery..." Vallery menarik tangan nya dengan kuat hingga cekalan Brian pada lengan Vallery terlepas. "Lebih baik aku pergi" Ya Tuhan.. "Good" ujar Dominic lalu menutup sambungan telephone membuat Brian segera berlari mengejar Vallery. "Honey, wait. Dengarkan penjelasan ku" Brian berjalan tergesa-gesa di belakang Vallery yang berjalan menuju kamar tamu. Saat Vallery berada di ambang pintu kamar, ia berbalik menatap Brian dengan pandangan terluka juga air mata yang kembali lolos membasahi kedua pipinya. Brian mengusap air mata itu dengan lembut seraya menatap mata Vallery lekat-lekat. "Honey, dengar..." ucapan Brian terputus ketika Vallery menghentakkan kedua tangan Brian yang mengusap air mata nya. "Semuanya sudah jelas!" teriak Vallery kemudian membanting pintu yang ada di hadapan Brian, membuat Brian tersadar lalu menggedor pintu itu dengan kencang. "Vallery aku mohon dengarkan penjelasan ku terlebih dahulu" DOR DOR DOR DOR. Brian kembali menggedor pintu tersebut ketika ia mendengar isakan tangis Vallery dari dalam kamar. "Honey buka pintu nya aku mohon" "Pergi, Brian!" teriak Vallery dari dalam kamar membuat Brian semakin kalut. "Aku tidak bermaksud..." BRAKK. Pintu di hadapan Brian seolah dipukul menggunakan benda keras setelah itu terdengar bunyi kaca yang pecah. "Pergi! Aku tidak mau mendengar suara mu. Pergi!" Ya Tuhan, aku sudah menyakiti wanita ku begitu dalam. "Honey..." "PERGI!!!!" Brian meluruh di depan pintu mendengar jeritan Vallery, mungkin ia harus memberikan waktu untuk Vallery agar wanita itu lebih tenang. Yah, jika aku memaksa untuk berbicara dengan Vallery itu semakin membuat nya tertekan dan akan membahayakan anak kami. Aku harus menunggu Vallery untuk tenang kembali agar aku dapat mengatakan yang sejujurnya kepada Vallery. Ujar Brian dalam hati, ia berusaha untuk tenang saat ini. "Baiklah aku akan pergi, jangan sakiti dirimu, Honey. Aku mohon" pinta Brian yang hanya dibalas oleh isak tangis Vallery. Brian berbalik lalu berjalan menuju sofa ruang tamu, berhadapan langsung dengan pintu kamar tamu, ia membaringkan tubuh nya di atas sofa seraya menatap pintu kamar tersebut, berharap Vallery tidak pergi malam itu. Bantu aku, Ya Tuhan...pinta Brian dalam hati. Flashback Off "Kau tahu? Keesokan malamnya Mommy mu mengetahui bahwa Daddy mu adalah seorang psikopat, dan Mommy mu kembali salah paham ketika Daddy mu berkata akan membunuh Mommy mu sedangkan ia terpaksa berkata seperti itu karena ancaman dari pria itu yang datang ke mansion kalian. Akhirnya Mommy mu pergi setelah ia menyuntikkan obat bius kepada Daddy mu, ia pergi tanpa mendengar penjelasan apapun dari Daddy mu terlebih dahulu, setelah itu kami semua kehilangan Mommy mu selama dua tahun lamanya, hal itu membuat Daddy mu jatuh terpuruk, ia sering menenggak minuman keras hampir setiap malam, terjerumus dalam narkotika dan kerap mengikuti balap liar yang mengancam nyawanya" ujar Vinic sang paman membuat hati Arthur terasa goyah saat ini, ia kembali teringat dengan percakapannya dengan ibunya beberapa hari yang lalu. "Ketahuilah, my boy. Saat itu bukan hanya Mommy saja yang terluka, tapi Daddy mu juga. Saat itu Mommy belum mengetahui kebenarannya, hingga tanpa pikir panjang Mommy segera meninggalkan Daddy setelah Mommy menyuntikkan obat bius ke tubuh Daddy" Arthur terkejut mendengar penuturan sang ibu. "Setelah Daddy pingsan, Mommy segera pergi jauh meninggalkan Daddy selama dua tahun. Kau tahu? Selama itu pula Daddy hancur seperti Mommy. Tapi dari semua kehancuran itu, Daddy lebih hancur daripada Mommy" jelas Vallery panjang lebar. "Really?" tanya Arthur yang tidak percaya dengan cerita sang ibu. "Ya. Daddy mu bahkan depresi. Ganja dan minuma keras adalah santapan nya hampir setiap hari, Daddy mu begitu frustasi karena tidak bisa menemukan kita" jawab Vallery seraya tersenyum sendu. Tidak mungkin Mommy dan uncle Vinic membohongi ku, tapi bagaimana dengan perselingkuhan Daddy yang ku lihat saat itu? Tanya Arthur dalam hati, kepalanya hampir pecah memikirkan kepada siapa ia harus percaya, perkataan ibu dan pamannya atau penglihatannya sendiri dan juga perkataan seseorang yang memberitahunya bahwa Brian tidak mencintai ibunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN