Jika Brian kembali ke penthouse tempat ia dan sang istri tinggal selama beberapa minggu ini maka lain hal nya dengan Vallery yang berada di apartement milik Mathew yang berada dua lantai dari penthouse yang ia tinggali dengan sang suami. Beberapa jam yang lalu saat ia akan menyusul sang suami ia justru dikejutkan dengan kabar putra bungsunya yang tengah kesakitan melalui sambungan telefone yang dilakukan oleh Maxim. Bagaimana tidak? Maag yang diderita oleh putra bungsunya itu sedang kumat saat ini.
"Bagaimana bisa kau telat makan?" tanya Vallery dengan gemas kepada Mathew yang tengah terbaring lemah saat ini di atas ranjang.
"I'm sorry, Mom. Aku melupakan jadwal sarapan ku karna membantu Arianna di restaurant miliknya" ucap Mathew membuat Arianna tertunduk takut.
"Maafkan aku, aunty. Aku sudah melarang Mathew untuk membantu ku" lirih Arianna membuat Vallery menggelengkan kepalanya.
"Aku hanya tidak ingin kau kelelahan, little pumpkin" ucap Mathew semakin membuat Vallery menggelengkan kepalanya.
"Jika suatu saat Mathew melupakan jadwal makannya lebih baik kau tinggalkan saja pria ini" ucap Vallery dengan santai yang sukses membuat Mathew dan Arianna terkejut.
"Mom!" pekik Mathew tidak terima dengan perkataan ibunya tersebut.
"Jangan pisahkan aku dengan Mathew, aunty. Aku berjanji tidak akan membuat Mathew melupakan jadwal makannya" ucap Arianna membuat Vallery kembali menggelengkan kepalanya, ia ingin menepuk keningnya dengan kencang saat ini, bagaimana bisa calon menantunya berpikiran seperti itu?
"Tidak akan ada yang memisahkan mu dengan Mathew, little pumpkin" ucap Vallery dengan sabar seraya mengusap surai milik Arianna dengan lembut.
Ia bersyukur bahwa sang putra memiliki kekasih seperti Arianna yang begitu polos, di usianya yang belum genap sembilan belas tahun tersebut pemikiran Arianna begitu sangat polos mengingat bahwa wanita itu berasal Indonesia, belum lagi didikan yang dilakukan oleh Jennifer terhadap gadis muda itu membuat Arianna benar-benar polos di mata Vallery. Bahkan pertemuan Mathew dan Arianna terjadi di Indonesia kala putra bungsu nya tersebut mengunjungi kedua orang tua Vallery yang tak lain adalah kakeh dan nenek dari Mathew.
Karena sebuah insiden mengakibatkan Arianna dan Jennifer pergi dari Indonesia dan menetap di Los Angeles selama enam bulan namun selama satu tahun belakangan ini mereka kembali pindah ke Manhattan karena Jennifer yang memiliki saudara di Manhattan dan berencana untuk membuka restaurant di kota tersebut. Kepindahan mereka dari Los Angeles ke Manhattan membuat Mathew harus melakukan long distance relationship dengan Arianna selama satu tahun terkahir.
"Aunty hanya bercanda" ucap Vallery kembali seraya tersenyum lembut membuat Arianna bernafas lega sedangkan Mathew hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sang kekasih yang begitu polos, wanita yang dicintainya itu tidak dapat menangkap maksud dari perkataan Vallery. Meskipun sikap Arianna yang terkadang polos dan lemot namun Mathew begitu mencintai wanita itu, sampai matipun ia tidak akan melepaskan spesies wanita seperti Arianna. Senyum yang terbit di wajah Vallery beberapa saat memudar kala ia mendengar pekikan dari putra bungsu nya.
"Akkhh awwh awwwh" pekik Mathew seraya meringis membuat Arianna begitu panik sedangkan Vallery hanya mendelik mendengar pekikan Mathew yang terdengar berlebihan menurutnya.
"Kamu kenapa?" reflek Arianna yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia ketika sedang panik sedangkan Mathew masih meringis seraya menyentuh perutnya.
"Sayang, sakit" rengek Mathew menggunakan bahasa Indonesia seraya meringis.
"Mana yang sakit?" tanya Arianna menatap cemas ke arah pria yang berbeda umur enam tahun dengannya tersebut namun pertanyaan Arianna membuat Mathew memutar bola matanya.
Untung sayang. Batin Mathew.
"Perutnya lah, Sayang. Kan aku lagi sakit maag" ucap Mathew yang sudah menghilangkan ringisan di wajahnya dan hal itu membuat Vallery terkekeh kala tebakannya benar bahwa putra bungsu nya tersebut hanya mencari perhatian dari Arianna, kepolosan Arianna telah membuat Mathew kesal karena wanita itu menanyakan 'mana yang sakit?'sedangkan jelas-jelas ia sedang sakit maag dan berakting dengan memegangi perutnya.
"Kamu mau aku suapin?" tanya Arianna yang mengingat dengan kejadian beberapa jam yang lalu kala Vallery menyuapi Mathew dan setelahnya sakit yang diderita oleh kekasihnya tersebut berangsur menghilang.
Mendengar pertanyaan dari Arianna membuat mata Mathew berbinar sedangkan Vallery hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah putra bungsu nya yang mencari kesempatan dalam kesempitan tersebut.
"Mau" jawab Mathew dengan antusias tidak lupa dengan kepalanya yang mengangguk begitu semangat.
"Tunggu sebentar ya" ucap Arianna yang berlalu menuju dapur untuk menyiapkan bubur sedangkan Vallery kembali menggeleng lalu menatap putranya tersebut.
"Dari mana sifat centil mu itu?" tanya Vallery membuat Mathew menoleh lalu tersenyum.
"Mungkin dari Daddy, Mom" jawab Mathew lalu terkekeh yang membuat Vallery kembali menggeleng. Kepala Vallery terasa sakit, terlalu sering menggeleng karna melihat kelakuan putra dan calon menantunya sejak tadi.
"Mommy akan kembali ke penthouse karena sudah ada Arianna yang merawat mu" ujar Vallery.
"Kenapa Mommy tidak menemani ku di sini saja bersama dengan Arianna? Aku juga ingin ditemani oleh Mommy saat sakit seperti Arthur" protes Mathew membuat Vallery tersenyum, ia mengusap dengan penuh kasih sayang pada surai milik putra bungsu nya tersebut, ia begitu menyadari bahwa putranya itu begitu manja padanya.
"Mommy harus menemui Daddy mu" ucap Vallery dengan lembut.
"Suruh saja Daddy untuk kemari, Mom" ucap Mathew membuat Vallery menatap sendu putranya tersebut.
"Tadi pagi kakakmu memaki Daddy" ucap Vallery membuat Mathew terkejut, selama ini ia tahu bahwa Arthur selalu menghindari ayah mereka namun baru kali ini ia mendengar bahwa pria itu berani memaki Brian.
"Mommy ingin mendampingi Daddy mu untuk saat ini, Mommy yakin jika Daddy mu pasti tengah murung saat ini, kau tidak keberatan bukan?" tanya Vallery mencoba meminta pengertian kepada putra bungsunya tersebut karna ia tahu jika Mathew masih ingin bersama dengannya sedangkan Mathew termenung mendengar pertanyaan Vallery, jika ia berada di posisi sang ayah pun ia pasti akan murung kala putranya memaki dirinya.
"It's okay, Mom. Aku mengerti" ucap Mathew.
"Thank's, Baby. Nanti malam Mommy akan meminta Daddy mu untuk kemari namun Mommy yang tidak bisa kemari karena harus menjaga kakakmu di rumah sakit" ucap Vallery kembali meminta pengertian dan lagi-lagi Mathew mengerti.
"Okay, Mom. Aku juga ingin berbicara dengan Daddy tentang perusahaan" ucap Mathew membuat Vallery tersenyum.
"Baiklah kalau begitu Mommy pergi dulu, ingat jangan melakukan hal yang tidak-tidak dengan Arianna" ucap Vallery membuat Mathew segera menundukkan wajahnya, mencoba untuk menyembunyikan rona merah di pipinya sedangkan Vallery hanya terkekeh melihat sikap putra bungsunya tersebut, ia menyadari sejauh mana kontak fisik yang dilakukan oleh kedua pasangan itu dan Vallery pastikan hanya sebatas ciuman bibir mengingat sikap Arianna yang begitu polos namun ia tetap memperingati putra bungsu nya tersebut mengingat Mathew adalah pria yang memiliki pergaulan bebas selama ini.
"Kau tahu seperti apa aku menjaga Arianna, Mom" ucap Mathew yang masih menundukkan wajahnya, mendengar perkataan sang ibu tadi mengingatkannya akan ciumannya dengan sang kekasih beberapa hari yang lalu, meskipun hanya sekedar ciuman namun hal itu mampu membuatnya merona kala kenangan itu kembali muncul dalam benaknya, hanya berciuman dengan Arianna saja dapat membuat ia salah tingkah seperti ini sedangkan ia pernah melakukan hal yang lebih dari itu dengan wanita lain sebelum kehadiran Arianna namun kontak fisik yang melebihi ciuman bibir bersama dengan wanita lain tak mampu membuatnya salah tingkah seperti beberapa menit yang lalu.
"Kau akan dipukul oleh calon mertua mu jika berani merusak putrinya" ucap Vallery mengingat bagaimana Jennifer mendidik dan menjaga Arianna selama ini. Mathew mendongakkan wajahnya lalu tersenyum menatap sang ibu.
"Itu tidak akan terjadi, Mom. Mommy tenang saja" ucap Mathew membuat Vallery mengangguk, ia segera pergi menghampiri dapur untuk berpamitan kepada gadis yang sudah ia anggap sebagai calon menantunya tersebut.
***
Siang ini Brian terduduk di salah satu sofa yang terletak di dalam penthouse milik Dave, tempat yang ia tinggali selama berada di Manhattan. Pandangan nya saat ini tertuju pada kota tersebut dari lantai teratas gedung apartement milik sang adik. Sejak beberapa menit yang lalu ia larut dalam lamunan nya, memikirkan putra sulung nya dan mencoba untuk menekan rasa sakit di hatinya meskipun sulit.
Brian kembali berpikir, betapa konyol nya Tuhan memberikan ia rasa sakit yang luar biasa hanya karena drama sialan itu. Ia juga berpikir keras tentang siapa yang memberitahu Arthur tentang hal itu, tentang kekejamnya saat itu meskipun itu bukanlah keinginannya. Brian menghembuskan nafasnya dengan kasar, rasanya ia sudah terlalu lelah untuk menangis meskipun hatinya masih terasa sakit hingga saat ini.
Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dan kepalanya tertoleh kala mendengar suara pintu yang terbuka, ia menatap sang istri yang berada di ambang pintu, menatapnya dengan senyum getir penuh luka. Brian kembali mengalihkan perhatiannya, menatap kota Manhattan dari dalam penthouse tersebut.
Ia mencodongkan tubuhnya, kedua sikunya bertumpu pada kedua lutut sedangkan kedua tangannya menutup wajah. Ia merasa lelah dengan semua ini, semua yang berlalu selama dua puluh tahun lamanya. Sejenak ia berpikir kapan semua ini akan berakhir mengingat sifat putra sulung nya yang begitu sulit untuk didekati seperti sang istri dan keras kepala seperti dirinya.
Jika Brian tengah bergelung dengan rasa lelah dan sedihnya maka berbeda dengan Vallery yang mencoba untuk tegar meskipun ia turut merasakan sakit di hatinya ketika melihat hubungan suami dan putra mereka. Wanita itu berjalan menghampiri Brian, ia bersimpuh di hadapan sang suami, menatap pria itu yang masih menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan.
Vallery tahu sang suami merasa lelah dan sakit hati, ia pun merasakan hal yang sama, lelah dan sakit hati. Kedua rasa itu sama besarnya, terlebih mengingat kejadian beberapa jam yang lalu membuat ia ingin menampar wajah putranya dengan sangat keras namun ia tahu jika ia melakukan hal itu maka semuanya akan semakin rumit.
"Knock knock knock" ucap Vallery seraya mengetuk kedua tangan sang suami yang menutupi wajah pria itu.
"Do you wanna build a snowman?" Vallery menyanyikan satu bait lagu cuplikan film Frozen dan hal itu sukses membuat Brian terkekeh.
Pria itu membuka kedua tangan yang menutup wajahnya dan mengamati sang istri yang bersimpuh di hadapan nya, ia terkekeh menatap wanita itu, wanita yang mampu membuat ia tertawa, tersenyum, bersedih, kesal dan marah di berbagai waktu selama hampir tiga puluh tahun dalam hidupnya sedangkan Vallery tersenyum kala melihat sang suami yang tidak lagi murung.
"No" jawab Brian lalu tertawa dan hal itu membuat Vallery semakin merekahkan senyuman di wajahnya namun beberapa detik kemudian ia memekik kala Brian mengangkat tubuhnya ke atas pangkuan pria itu, ia segera melingkarkan kedua lengannya pada leher sang suami, menatap pria itu penuh cinta seperti yang ia lakukan selama ini.
"Aku tidak suka melihat mu murung seperti tadi" ucap Vallery lalu menautkan keningnya dengan kening sang suami sedangkan Brian memejamkan matanya menikmati ikatan cinta yang terasa menjalar di relung hatinya saat ini.
"Aku hanya lelah" ucap Brian membuat Vallery merenggut tidak suka.
"Kau tidak boleh menyerah!" perintah Vallery dengan tergas membuat Brian membuka kedua matanya.
"Never!" jawab Brian dengan tegas lalu mengecup bibir ranum sang istri yang membuat wanita itu tersenyum.
"Itu baru suamiku, sebagai penghilang rasa penat dan lelah mu bagaimana jika kau menemani ku berdansa?" saran Vallery membuat Brian mengernyit menatap wanita itu.
"Berdansa?" tanya Brian yang diangguki oleh Vallery seraya tersenyum, wanita itu segera bangkit dari pangkuan Brian dan memutar sebuah lagu melalui smartphone miliknya, setelah itu ia menarik tangan sang suami agar berdiri di hadapannya. Suara petikan gitar terdengar dari smartphone milik Vallery sedangkan Brian hanya tersenyum dengan kedua lengannya yang sudah melingkar sempurna di pinggang sang istri.
I'm at a party I don't wanna be at
And I don't ever wear a suit and tie
Brian hanya bisa menggelengkan kepalanya kala lagu milik Ed Sheraan dan Justin Bieber yang di-cover oleh Leroy Sanchez tersebut terdengar, ia heran dengan sang istri yang memilih lagu itu kala mengajaknya berdansa, bahkan saat ini mereka tidak bisa dikatakan berdansa karna sejak tadi mereka hanya menggerakkan tubuh ke kanan dan ke kiri. Vallery sendiri hanya tersenyum ceria ke arah sang suami, mencoba menghilangkan penat yang bersarang di pikiran pria yang dicintainya tersebut hingga ia bernyanyi melantukan bait lagu tersebut.
Don't think I fit in at this party
Everyone's got so much to say, yeah
I always feel like I'm nobody
Who wants to fit in anyway?
Brian tersenyum mendengar suara lembut sang istri, ia begitu bersyukur memiliki wanita seperti Vallery, ia tidak salah telah menjatuhkan hatinya untuk wanita itu, wanita yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka, wanita yang selalu mewarnai harinya, wanita yang selalu menghujaninya dengan cinta dan kasih sayang. Dan saat ini giliran Brian yang menyanyikan bait lagu tersebut seraya menatap wajah sang istri dengan tatapan memuja dan penuh cinta.
'Cause I don't care, as long as you just hold me near
(Karena aku tidak peduli selama kau memelukku)
You can take me anywhere
(Kau bisa membawaku ke mana saja)
And you're making me feel like I'm loved by somebody
(Kau membuat ku merasa seperti dicintai oleh seseorang)
I can deal with the bad nights
(Aku bisa menghadapi malam yang buruk)
When I'm with my baby yeah
(Saat aku bersama kekasihku)
Vallery mengecup bibir sang suami setelah pria itu menyanyikan bait tersebut, ia bahagia kala ia dapat melihat tatapan penuh cinta setiap saat dari pria yang tengah merengkuh pinggangnya saat ini, tidak pernah ada kata menyesal baginya karena telah memasuki hidup pria itu, bahkan ia bersyukur dengan kejadian puluhan tahun silam kala nyawanya menjadi taruhan malam itu, ia tidak pun tidak pernah menyesal dengan nyawanya yang dulu terancam berulang kali di awal hubungannya dengan pria yang berstatus sebagai suaminya saat ini.
"Thank's, Honey. Kau selalu membuat ku tersenyum. You are the sunshine of my life, the reason of my happiness." ucap Brian kala lagu yang terputar di smartphone milik istrinya itu terhenti. Mendengar penuturan dari sang suami membuat Vallery semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh sang suami lalu memejamkan kedua matanya.
"Aku lelah, aku ingin beristirahat" ucap Vallery sedangkan Brian tersenyum mendengar pernyataan sang istri. Ia segera menggendong tubuh Vallery ala bridal style lalu berjalan menghampiri ranjang king size di salah satu kamar yang berada di penthouse tersebut.
"Have a good sleep, Honey" ucap Brian lalu mengecup kening sang istri di sela-sela kakinya yang masih setia melangkah.
"Thank's, my sexy prince" ucap Vallery membuat Brian tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, ia sadar bahwa istrinya kelelahan selama beberapa hari ini karna sibuk mengurusi putra sulung mereka.
-----
JANGAN LUPA KLIK LOVE & COMMENT DI PART INI...