"Udah jangan galak galak,"
Nirvana mengusap kedua matanya Reksa, karena laki laki itu sedari tadi terus saja menatap para bodyguard yang telah bekerja sama dengan Nirvana. Mereka telah membuat Reksa seperti orang gila. Mereka benar benar harus di hukum olehnya. Bagaimana bisa mereka semua berkoalisi dengan Nirvana dan membohongi dirinya se gila itu.
"Dan kamu!"
Reksa membingkai kedua sisi wajah jelita itu dengan kesal. Menatapnya dalam dan mendengus kuat begitu gemas pada gadis di depannya itu. Lagi, lagi kalau karena Reksa tidak sayang padanya, maka mungkin gadis itu sudah ia kurung di dalam penjara bawah tanah. Karena selain selalu berbuat ulah, Nirvana juga selalu saja membuat amarahnya meluap begitu saja. Namun ya ... siapa Reksa yang boleh me marahi gadis itu. Yang bahka ketua Black Eagle, Ayahnya Ethan tidak pernan bisa memarahinya. Bukan karena Nirvana ini adalah anak kesayangannya Ethan dan Klarisa. Namun karena Nirvana ini adalah sejarah peninggalan Sinta dan Erlangga.
Kedua manusia yang menjadi panutan setiap orang yang ada di Black Eagle. Termasuk Reksa.
"Ikhs, kan Nirvana enggak salah."
Kan ... gadis itu memang selalu berkata enggak salah. Mana ada seorang Nirvana membuat kesalahan. Meski ia telah membuat Reksa lari kalang kabut seperti orang gila. Meski ia telah membuat Reksa nyaris kehilangan jiwanya, tetap saja, gadis itu mengakui bahwa dirinya memang lah tidak bersalah. Hebat memang!
"kakak kan selalu saja ngikutin vana ke mana pun. Jadinya sesekali bikin kakak keseul enggak apa apa kan?"
Reksa menggeleng letih, melepaskan tangannya dari wajah jelita itu, Menatap danau yang membiru indah di sana. "Kamu tahu enggak, kalau tempat ini tuh memiliki kenangan yang banyak sekali. Kenangan kedua orang tuamu yang selalu berlatih di sini." ujar Reksa.
Nirvana tersenyum menatap tumbuhan yang menghijau di samping samping danau itu, juga melihat danau yang warna nya memang biru jernih, nyaris bisa melihat isi dari semua yang ada di bawahnya. "Siapa yang membuat danau ini sebenarnya?" tanya.
"Danau ini bekas penambangan pasir. Lama sekali enggak ke urus, sehingga jadilah danau ini. "
"Kata siapa?" Nirvana menatap sang kakak.
"kata orang orang," kekeh Reksa, membuat Nirvana mengerucutkan sepasang bibir manis nya. Ia tahu bahwa kakak nya itu memang sedang berbohong. Terlihat dari apa yang dikatakannya. Laki laki itu mengatakannya dengan nada yang tidak yakin.
"Ah, enggak asik. Ayo kita naik kuda. Kita kelilingi danau kecil ini. Ayo!"
Nirvana mengajak sang Kakak berjalan ke arah kedua kuda yang sedang berdiri di bawah pohon besar itu. Di mana yang putih adalah kuda miliknya dan yang hitam adalah kuda miliknya Reksa.
Nirvan segera menaiki kuda itu, pun yang dilakukan oleh Reksa. Terlihat hendak menarik tali pengendali kuda, namun Reksa terhenti ketika mendengar ponselnya berdering. Alih alih segera membawa kudanya pergi, Nirvana malah menunggu sang kakak menerima telpon itu.
"Bagaimana om troy?"
"Oh, syukurlah kalau begitu."
"Baik, om. terima kasih."
Kemudian setelah panggilan terputus, Reksa pun kembali memasukan ponselnya ke saku jaket kulitnya yang berwarna hitam mengkilat itu.
"Bagaimana keadaan istana, kak?" tanya Nirvana, mulai menarik tali kuda dan menjalankannya dengan pelan.
Mengikuti apa yang dilakukan oleh Nirvana, maka Reksa pun menarik kudanya dengan tempo pelan. "Istana sudah baik baik saja. Ada negosiasi antara Pakde Jovan dan ayah." ujar Reksa.
"Syukurlah. Lagian kenapa sih mereka harus perang terus. Ini udah enggak jamannya perang perangan kaya dulu." ungkap Nirvana.
Reksa melirik sekilas pada gadis itu. "Pada dasarnya semua orang memang menginginkan tahta." ujar Reksa kembali menatap ke arah depan.
"Kalau Vana, maunya, harta, tahta dan lelaki tampan." celotehnya, mengundang tatapan leser dari Reksa, yang ditanggapi Nirvana dengan sebuah kekehan.
"belajar yang bener dulu, enggak usah pacar pacaran!" tegas Reksa.
"Emang kenapa enggak boleh? kan Vana udah 20 tahun. Kuliah udah di semester lima loh, masa iya, Vana enggak boleh pacaran." keluhnya. Gadis itu melirik Reksa, namun laki laki itu malah terdiam dan membawa kudanya lebih cepat dari tadi, sehingga melewati Nirvana.
"Cih, malah kabur."
Nirvana mengejar Reksa, dan laki laki itu malah membawa kudanya semakin cepat. Jadinya keduanya saling kejar mengelilingi danau kecil berukuran lima ratus meter itu. Danau ini memang sangat unik. Warnanya sangat jernis bahkan dari kejauhan pun pengunjung bisa melihat isi dari danau itu, saking jernihnya airnya. Lalu di pinggir pinggir danau itu terdapat bunga bunga lotus yang berwarna warni tumbuh secara liar. Biasanya orang orangnya Reksa akan membersihkan setengah lotus lotus itu supaya danaunya tidak dangkal. Menyisakan bunga bunga yang cantik ketika mereka mekar.
"kakak udahan yuuk, capek!"
Teriak Nirvana, gadis itu lebih dulu menghentikan kudanya di pinggir danau sebelah barat. Kemudian turun dan ia memengelus bunga bunga lotus yang berwarna warni itu. Melihat gadis itu turun dari kuda, Reksa pun memelankan kudanya dan menghampiri Nirvana. Turun kemudian memberikan kuda itu pada salah satu lelaki yang berdiri tidak jauh dari sana sedari tadi, yang tentu saja laki laki yang memakai baju serba hitam itu adalah anggotanya Black Eagle.
Menghampiri Nirvana, lalu ia berjongkok di sampingnya. Menatap tangan mungil yang meraih bunga bunga lotus itu.
"Ka ... ada laki laki yang namanya Laksmana, dia tampan dan juga hebat. " ujar Nirvana. Ia melirik Reksa yang sedang menatapnya lekat. Nirva tersenyum malu karena kakaknya itu sepertinya mulai tidak suka mendengar uacapannya.
"Mmm ... boleh enggak Nirvana dekat sama dia?"
"Untuk apa?" Masih dengan menatap gadis itu lekat, Reksa seolah sedang mengunci kedua mata indah itu di sana. Seolah sedang meneliti ke mana arah pembicaraannya akan tertuju. Dan Reksa sudah jelas tidak mau kecolongan.
"Ya ... hanya teman saja." Nirvana memetik bunga itu dan mengusap usapnya. "karena Vana merasa enggak punya temen deket di sana. Vana--"
"Kenapa harus laki laki?" tanya reksa dingin.
"Karena ... perempuan enggak ada yang mau berteman sama vana. kecuali ..."
"APa?"
"Kalau kakak datang ke kampus, dan mengaku bahwa kakak adalah kakak ku. Maka para gadis itu sudah pasti akan mendekati--aw!"
Menyentil kening gadis itu, membuat Nirvana meringis. Reksa mendengus dan beridi dengan sebuah helaan napas napas dalam, membuat udara danau yang segar dan alami itu masuk ke dalam tenggorokannya. Nirvana merasa enggak terima, sehingga ia berdiri dan meraih lengan kakaknya itu. "Ko enggak di dengerin, Vana kan bilang, kalau laki laki it--"
"belajar yang bener!" Reksa menatap Nirvana tegas dan membuat gadis itu menunduk takut. Dagunya di pegang Reksa, sehingga ia menengadah menatap sang kakak. Reksa terdiam untuk selama beberapa saat, menghembuskan napasnya berkali kali, lalu.
"Jangan bahas tentang seorang lelaki dengan ku! aku tidak suka!"