"Aku mau yang ini, ini, dan ini. Minumannya aku mau dua, mau dalgona dan juga jus stroberry."
Reksa hanya bisa terdiam menatap bagaimana rakusnya gadis itu. Tidak! tepatnya ia hanya akan memakan semua pesanannya setengah, kemudian reksa lah yang harus menghabiskan semuanya. Meski kadang ia merasa kenyang, tapi Reksa merasa sayang sama semua makanan yang dipesan gadis itu. Pasalnya ia berpikir bahwa di luaran sana, banyak sekali orang yang kekurangan makanan sedangkan di sini ia dengan santainya membuang buang berkah itu.
"Jangan banyak banyak, kamu pesan apa yang kamu mau, vana."
Alih alih menurut, gadis itu malah cemberut. Si manja itu akan berkata bahwa Reksa itu pelit, bahwa Reksa itu enggak sayang sama dia, bahwa Reksa itu enggak baik, dan bla bla lainnya, yang ujung ujungnya membuat kepala Reksa penat. kemudian ketika mereka bertengkar maka yang lebih dulu bertanya pada gadis itu ya, dia. Vana mana mau memulai pembicaraannya dengannya. Gengsi gadis itu terlalu tinggi, sampai Reksa harus menurutnkan harga dirinya di depan gadis itu agar hubungan mereka menjadi baik seperti biasanya.
"vana laper, vana belum sarapan. Pokoknya Vana laper!"
Sepasang bibirnya terlihat mengerucut menandakan bahwa ia sebentar lagi akan merajuk. Reksa menghela napas dalam dan memberikan semua pesanan gadis itu pada sang waitres.
"Kakak enggak pesen?"
tanya nya dengan sebuah kerutan, yang ditanggapi Reksa dengan sebuah gelengan pelan saja. Bagaimana ia mau memesan makanan, kalau gadis itu sudah memesan tiga jenis makanan sekaligus dan juga dua minuman, yang ujung ujungnya pada Reksa yang menghabiskannya. memang menyebalkan! untuk Reksa sayang. Kalau enggak, laki laki itu pastinya berteriak kesal.
"Kakak tahu enggak, kalau di kampus aku itu enggak suka sama temen temen cewek." Gadis itu meraih telapak tangannya Reksa lalu menyatukan dengannya, membandingkan tangan besar dan kokoh Reksa dengan tangannya yang mungil dan lembut. Reksa tidak membalas pertanyaan gadis itu dan malah asik memerhatikan wajah jelitanya.
"Mereka selalu saja bilang, kalau aku itu sombong, aku itu sok kaya, dan aku itu sok cantik. memang aku cantik kan?"
sejak kecil, Niravana ini memang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi. Ia bangga dengan dirinya, ia bangga dengan kemampuannya, dan ia juga bangga dengan wajah cantiknya. Namun justru yang membuat Reksa menyukainya. Gadis itu hebat dan memang pantas terlihat seperti apa adanya.
"Aku bilang saja, sama mereka. Lah, emang bener ko, aku ini cantik. terus masalahnya di mana?"
Reksa tersenyum mendengar celotehannya. Ia gemas sekali, sehingga tangannya mengetuk keningnya Nirvana.
"Asik! makanannya sudah datang!"
Vana segera meraih sendok mencoba spaghety sea food nya. Cuma dua kali suapan, kemudian tangannya berpindah pada kedua pesanananya yang lain, masing masing hanya habis setengah saja. "Vana kenyang banget. Tapi dalgonanya kaya enak." Reksa hanya bisa menggeleng melihat kelakuan absurd gadis itu.
Melihat ketiga piring yang isinya masih tersisa setengah, namun sang pemilik makanan itu sudah mengatakan kenyang dan meraih dalgona yang masih penuh itu. menyesapnya setengah, kemudian ia meletakannya dengan alasan kenyang, lantas tangan mungil itu kembali meraih gelas berisi jus stroberry s**u dan menyesapnya sampai setengah. "Duh, enggak kuat lagi, kak. Maaf banget." keluhnya, membuat Reksa terdiam dungu.
Helaan napas lolos dari mulut menawan itu, meraih ketiga piring yang mana masih menyisakan makanan gadis itu, maka Reksa pun menghabiskannya.
"Kak, nanti beli rujak yuk." ujarnya. Membuat Reksa mengerjap. Katanya kenyang, makanan ini yang habisin mau tidak mau adalah dirinya, lalu bagaimana caranya gadis itu akan memasukan rujak ke perutnya?
"Kaa ...." rengek vana, menggoyang goyangkan lengannya.
"Hmmm ..." Reksa masih sibuk dengan dua piring di depannya.
"nanti beli rujak ya." pintanya.
"Hmm. Iya."
"Asik." Vana membuka ponselnya dan menyalakan kamera, ia mendekat pada Reksa bersandar pada bahu reksa, lantas memphoto keduanya persis ketika mulut laki laki itu penuh dengan spagheti.
"Vana ...." reksa melenguh karena ia sadar akan kelakukan gadis nakal itu.
"Ihk, kakak lucu. Mulutnya penuh dengan cacing." ledeknya. Dan ditanggapi Reksa dengan gelengan pelan saja.
"Vana masih inget rambut orang yang mengejar kita itu, kak. Dia rambutnya persis seperti spagheti itu." kelakarnya. "Cuma kan rambutnya enggak putih kaya sphageti. Dia rambutnya hitam kemerahan kaya enggak keurus gitu. Heran, memangnya orang orangnya Pak Jovan enggak punya uang, ya. Sampai enggak ke beli shampo." kekehnya.
Rambutnya seperti spagheti dan enggak terawat ...
Mencerna apa yang dikatakan Vana, Reksa tiba tiba meletakan sendoknya dan menyesap jus strobery miliknya Vana yang tinggal setengah itu. "Gimana?" dia menoleh kesampingnya, pada gadis yang sedang bersandar di lengannya itu.
Vana menengadah melihat kedua mata indahnya Reksa. "Gimana apanya, kak?" tanya nya.
"itu rambut orang itu, kamu bilang kaya gimana tadi?"
"Ah, kakak udah mulai tertarik ya ..." Vana menyentuh dagunya Reksa sedikit menggoda. Tidak tahu kah kalau saat ini ia mulai serius.
"Vana ..." namun tetap saja, Reksa tidak bisa memarahi gadis itu. Tidak akan pernah dan jangan sampai.
"Ok, ok. Dia itu kulitnya hitam, rambutnya aneh kaya spagheti, hitam kemerahan enggak terawat, dan matanya berwarna hazel coklat. Mungkin kalau dia kulitnya enggak terlalu hitam, dia akan vana taksir. Vana akan mengajaknya makan malam, jalan jalan ke istana, atau kita ke rumah Vana yang di hutan. Kita masak, terus--"
"berisik!" Reksa menutup mulutnya Vana yang melantur. Vana tidak terima, gadis itu mendorong telapak tangan lebar yang membekap mulutnya itu.
"Tangannya bau!" ejeknya. Yang otomatis membuat Reksa menarik tangannya dan menghirup telapak tangannya sendiri untuk membuktikan bahwa tangannya enggak bau.
Menyadari kebodohan yang dilakukan reksa ketika menghirup tangannya sendiri, maka Nirvana tergelak senang. Reksa benar benar merasa dibodohi sehingga ia kembali mendekap mulut manis itu dengan telapak tangannya kali ini lebih kuat, membuat Vana memukul punggung tangan yang sedang membekapnya itu.
***
Selesai makan, Reksa membawa vana ke rumah nya yang berada di hutan itu. Ia segera memeriksa dokumen lama tentang orang orang nya Jovan. Ia ingin membuktikan siapa laki laki yang mengejarnya tadi di tepi gunung. Sedangkan Nirvana pergi ke hutan yang ada di sebelah mantion megah itu dengan kuda kesayangannya. Kalau sudah berada di sana. reksa tidak terlalu mengkhawatirkan gadis itu, karena di hutan itu memang sudah aman. Ada banyak orang orangnya Black Eagle yang berjaga di sana dan melaporkan semuanya pada Reksa.
Dokumen pertama telah ia cek dan di daftar orang orangnya Jovan tidak ada lelaki yang seperti Vana maksud. Kemudian ia melihat dokumen lain yang berada di laci kayu yang berderet di dalam kamar itu. Dulu itu adalah kamarnya Erlangga Ayahnya Vana, di mana laki laki itu akan menyimpan banyak dokumen photo photo orang orang yang penting dan juga orang orang yang terlibat dalam misi Black Eagle, Dangerous rock juga orang orangnya Jovan. Semuanya akan di simpan di laci laci kayu mahoni itu bersadarkan tanggal dan tahun kejadian.
"heran ... di daftar ini enggak ada. Mungkin di ..."
Ia berdiri ke laci lain dan melihat laci yang berbeda. Reksa membuka laci itu namun tidak bisa ditarik karena sepertinya terkunci. Dan sayangnya ia juga tidak menemukan kuncinya, karena tidak mau lama menunggu maka ia pun mengambil kunci buatannya sendiri. Lebih tepatnya sebuah kawat yang bisa ia bentuk sedemikian rupa untuk membuka kunci apapun yang dia inginkan secara urgen.
Berhasil, ia pun bisa membuka laci kayu berwarna coklat itu dan menemukan banyak map di dalamnya. Segera membuka map itu satu persatu dia pun menemukan jenis jenis apa yang telah disebutkan Nirvana. "Orang ini ..." terlihat deretan orang orang yang memiliki rambut seperti yang diucapkan Nirvana.
"Matanya juga coklat hazel namun kulitnya memang lebih hitam dari biasanya." Ia membalik poto itu dan melihat bagian belakangnya. "Anggota dangerous rock." gumamnya. "Tapi Erlangga tidak seperti ini. Jangan jangan ..."
Reksa segera meraih ponselnya untuk mencari tahu di mana keberadaan Nirvana saat ini. Ia sepertinya mulai mencurigai bahwa itu bukan lah orang orangnya Jovan. Tapi bandit bandit yang di gunakan oleh dangerous rock untuk membunuh Nirvana. Ayahnya pernah bilang bahwa bandit bandit itu tinggal di hutan sebelah barat dan mereka memang sangat membenci Erlangga karena laki laki itu menikah dengan Sinta.
"Dimana Vana?"
Laki laki itu memasukan kembali poto poto tersebut ke dalam laci dengan ponsel yang ia tahan antara kepala dan bahunya.
"Nona sedang berburu di hutan, tuan."
"Kamu melihatnya?"
"Tidak tuan, karena--"
"Cari dan ikuti ke mana pun dia pergi."
"Baik, tuan."
Panggilan terputus, reksa segera membuka leptopnya untuk melihat semua pekerjaan kantornya, ketika ponselnya kembali berbunyi, Reksa segera mengangkatnya.
"Halo!"
"Nona terkena panah beracun! nona pingsan!"
Reksa mengepal eratkan tangannya. Rupanya bandit itu telah berhasil mendapatkan buruannya. Reksa segera berlari dengan memakai kudanya, ia tidak bisa membayangkan bagaimana kesakitannya Nirvana saat ini. Tidak vana! tolong jangan tidur!
Tubuhnya gemetar dan reksa membawa kuda itu seperti kesetanan. jantungnya berdegup dua kali lipat, seperti ia akan kehilangan jiwanya saat ini juga. Sampai di tempat yang di tuju ia tidak melihat gadis itu, hanya kuda dan orang orang Black Eagle. Reksa segera loncat dari kudanya kemdudian berlari begitu gila ke arah tepi danau di mana seseorang sedang berdiri menghadap danau itu.
"Vana ..." lirinya. gadis itu berbalik dan tersenyum padanya. Reksa menggelengkan kepala lelah, sepertinya gadis itu telah mengerjainya habis habisan.
Vana terkekeh dan berlari ke arahnya seraya memeluk lengannya. "Siapa suruh ngikutin vana terus, kan jadinya vana kesal. Gimana enak, di kerjain." kekehnya.
Reksa menarik gadis itu ke dalam dekapan dan memeluknya begitu erat. Ia bernapas lega berkali kali seraya mencium pucuk kepalanya. Aku hampir saja mati!