CN-25

1054 Kata
Hal yang pertama kali Natsumi lakukan setelah hari itu adalah tidur. Kazuhiko mengantarnya dengan selamat dan aman. Dia juga tidak dihujani pertanyaan oleh Bibi Minami karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Sejujurnya Natsumi sendiri bingung harus mendeskkripsikan keadaan ini bagaimana. Di satu sisi dia memang ingin berkata jujur, tetapi di sisi lain, kejujurannya malah terasa seperti disia-siakan. Dia seolah sedang berdiri di atas seutas tali yang dapat putus kapan saja. Natsumi harus memilih pilihan yang tepat. Sayangnya, mengorbankan nama agensi pun tidak mudah. Sama halnya dengan mengabaikan tawaran Kazuhiko. The Paradoks tidak akan membiarkannya. Lagi pula, bagaimana cara laki-laki itu membungkam ketiga orang dari The Paradoks dalam waktu singkat? Natsumi lalu menengadah di langit-langit kamarnya. Lalu dia mencoba mengetik sesuatu pada ponselnya. Sengaja dia mengakifkan fitur dering yang membuat suara tiap ketuk pada ponsel canggih itu terdengar. Entah mengapa, kali ini dia ingin Quizer mendengarnya meski tanpa suara. Bagai tanda morse, Natsumi mengetik kata tiap kata dengan irama. Setelahnya dia pergi tidur. Ketika pagi menyambut, Natsumi sudah bangun lebih awal. Lebih pagi dari Bibinya. Tidak lupa dia meminum obat yang dianjurkan oleh dokter. Meski tidak sesuai waktu, tetapi dia merasa tidak akan ada waktu untuk meminum obat kembali. Tidak hanya itu, Natsumi juga memilih untuk segera pergi ke luar rumah. Kazuhiko sudah menjanjikannya sesuatu. “Apa benar jika dia akan membantuku?” ucap Natsumi sambil meregangkan tubuhnya. Dia ingin pergi olah raga, tetapi tidak sekarang. Kondisinya tidak cukup meyakinkan untuk sekedar lari pagi. Berjalan dari atas ke depan rumah saja sudah cukup melelahkan. Apa dia akan bisa bertahan? Natsumi lalu membuka pintu dan langsung menemukan sebuah paket di pojok rumahnya. Segera Natsumi pun mengambil benda itu. Ada tulisan tidak jelas dan ditulis dalam Bahasa Korea. Sayang sekali dia tidak pernah mempelajari itu, bahkan sebagian hatinya enggan untuk mempelajari. Dia sendiri tidak tahu kenapa dan apa yang tengah membatasi pikirannya saat ini. Tanpa memedulikan tulisan itu, Natsumi segera membawanya ke kamar dan meletakkannya di kamar. Di sana Kazuhiko benar-benar membuat identitas baru untuknya dengan mudah—atau mungkin sudah disiapkan sejak lama. Jika memang benar, Kazuhiko sudah menyiapkan p*********n ini sejak lama. Sungguh perencana yang luar biasa. Wajar jika banyak orang yang takut untuk berhadapan dengan laki-laki tersebut. “Baiklah, mari kita lihat apa saja yang ada di dalam kotak ini. Dia menyiapkan beberapa berkas dan paspor. Niat sekali, apa aku memang barang yang berharga baginya untuk sekarang? Baiklah, mari kita lihat benda apa ini. Hmm, wig rambut panjang? “Untuk apa Kazuhiko memberikanku wig rambut panjang ini? Padahal warna rambutnya saja panjang. Sepertinya aku tidak perlu memakainya. Hm ... lalu pakaian yang ... tidak cocok denganku,” gerutu Natsumi sambil membuka satu persatu barang di dalamnya. Dia tahu ini identitas baru, berbeda jauh dengannya. Namun, dia merasa sulit untuk menjalaninya. Padahal, jika boleh jujur, ini bukanlah kali pertama Natsumi memiliki tugas penyamaran. Sudah berpuluh-puluh kali dia melakukan hal serupa. Tapi tidak ada yang separah milik Kazuhiko. Ada beberapa penjelasan panjang yang dituliskan laki-laki itu—sepertinya ini tulisan perempuan, karena terlalu rapi bagi tangan anak laki-laki. Natsumi, aku tahu kamu pasti sedang mengomel saat membongkar paket. Itu salah satu kerjaanku. Ya, kamu tahu sendiri di pelabuhan mafia ini sangat membosankan. Baiklah, aku rasa kamu tidak ingin berbasa-basi, aku pun begitu. Ini semua dokumen yang harus kamu hapal dalam kurun waktu dua belas jam. Seorang detektif yang diakui sepertimu pasti mampu untuk menguasai dokumen ini. Semua pakaian yang kusediakan memang benar-benar harus kamu gunakan. Tidak  terkecuali. Pastikan wignya terpasang dengan kuat. Akan sulit bagimu bergerak menggunakan wig, Natsumi mengembuskan napassnya. Dia lalu meremas kertas itu. Untungnya jam segini Quizer masih tidur nyenyak. Jadi dia bisa bicara seenak hatinya. Dengan mengikuti instruksi Kazuhiko, dia pun mengemas barang dan segera berangkat ke sekolah. Natsumi tidak akan sempat makan atau minum di rumah. Sebaiknya dia membeli saja di kantin sekolah, itu pun jika buka. Dokumen yang Kazuhiko kirimkan tidak segan-segan banyaknya. Entah memang mengerjai atau bukan, tetapi Natsumi akan membenci laki-laki itu dalam kurun waktu yang lama. Bagaimana pun, dokumen sebanyak ini tidak mungkin dia pahami dan hapal hanya dengan kurun waktu dua belas jam. Bahkan kurang dari itu, karena dia pun masih memiliki jadwal jam sekolah. Baru saja mau berangkat ke sekolah, tetapi suara langkah kaki yang menuruni anak tangga membuat Natsumi refleks menoleh. Dia lalu menoleh ke belakang. Seraya mencari bagaimana orang tersebut melangkahkan kaki ke bawah. Tidak dia duga bule bermata biru jernih itu sudah bangun. Apa laki-laki itu mendengarkan semua keluh kesahnya? “Natsumi, aku mendengar suara yang cukup rusuh di bawah. Tidak aku sangka jika itu berasal dari dirimu. Lantas, kamu sebenarnya mau ke mana?” tanya Quizer pelan. “Kamu mengganggu tidurku dengan ribut-ribut di bawah.” Natsumi menelan ludah. Dia ingin berbohong, tetapi rasanya percuma saja. Lalu dia mengulum senyum. “Jangan bilang Bibi Minami. Aku harus pergi ke sekolah lebih awal. Jika tidak, aku rasa The Paradoks akan berulah lagi. Kamu tahu, rasanya tidak nyaman diam terus di rumah.” “Tapi kamu masih pucat, Natsumi. Mana mungkin kamu mau memaksakan diri dengan tubuh yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja?” tukas Quizer sambil melipat tangan di depan d**a. “Jika aku menjadi seorang dokter, sudah aku pastikan kamu dikurung dalam ruangan dengan infusan. Tidak akan kubiarkan kamu keluar. Benar, sepertinya itu satu-satunya cara untuk menghentikan pasien yang memberontak seperti dirimu.” “Jika kamu dokternya, aku akan menolak bahkan sebelum melihat wajahmu. Lagi pula, profesi dokter tidak cocok untukmu. Mana ada seorang dokter yang pemarah dan tukang mengelak kenyataan sepertimu,” sindir Natsumi pelan yang lalu dia pun membuka pintu. “Natsumi, aku harap kamu tidak bertindak bodoh,” lanjut Quizer. Namun, Natsumi hanya tersenyum. Tentu saja, dia tidak mungkin bertindak bodoh. Tidak, jika bukan karena misi yang tengah diembannya. Semua ini sudah di luar perencanaanya. “Kalau kamu khawatir, bantulah aku dengan otak pintarmu Quizer. Jangan menahanku dan cukup tidak mengatakan ini pada Bibi Minami. Itterashai (Aku berangkat).” Natsumi buru-buru berlari sambil membawa tentengan. Tidak peduli jika Quizer masih berusaha berteriak dan menyerukan namanya. Namun itu tidak lama. Nampaknya, Quizer juga masih kelelahan dan kembali menguap. Laki-laki itu lalu berjalan ke ruang Tv. Natsumi mengira jika laki-laki itu hanya melindur. Baguslah. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN