CN-07

1069 Kata
“Hurry up, what do you wanna tell me?” Quizer sendiri tidak tahu apa yang dia lakukan dan apa yang harus dia katakan kepada gadis di hadapannya. Tubuhnya bergerak dengan sendirinya. Jadi dia pun melepaskan tangan Natsumi. Dia sudah sepakat dengan diri sendiri untuk tidak terbawa ke dalam kasus apa pun. Kenapa sekarang dirinya malah menggenggam tangan gadis itu seolah tertarik? “Quizer-san,what do you wanna tell me?” ulang Natsumi yang masih menatapnya dengan bingung. “Tidak. Maaf, aku hanya refleks karena takut terjadi hal buruk dan kamu seorang perempuan,” jelas Quizer sambil menyembunyikan tangan kanannya di belakang leher, alih-alih memijatnya pelan. Ini sangat memalukan. “Begitukah?” ujar Natsumi pelan, dia lalu mengembuskan napas sebelum melihat pada Bibi Minami. “Baa-san, tolong jaga Quizer. Aku akan segera pergi, mungkin akan telat masuk ke sekolah karena masalah ini.” “Wakatta [Aku mengerti], Bibi akan menghubungi pihak sekolah juga. Berhati-hatilah, Natsu-chan,” balas Bibi Minami. Quizer tidak mengerti kenapa Natsumi masih memperhatikannya. Seolah mengharapkan sesuatu. Tidak, dia tahu, tetapi tidak mau mengakuinya. Gadis itu pasti ingin membawanya pergi karena kebetulan dia membantu pihak kepolisiaan saat berada di Cafe. Ini benar-benar membuatnya tidak nyaman. Namun, melebihi ekspetasinya, Natsumi malah tersenyum dan berkata untuk tetap diam di rumah. Gadis itu segera pergi dengan terburu-buru. Tanpa s*****a untuk melindungi diri dan berlari cepat. Quizer tidak habis pikir dengan gadis itu. Jika memang The Paradoks itu sangat berbahaya, lalu kenapa dia tidak membawa alat untuk melindungi diri? Cara Natsumi menghadapi kejahatan benar-benar mengherankan dan sukses membuat dirinya khawatir. Apakah gadis itu akan baik-baik saja? Bibi Minami membawanya pergi ke dapur, memberi segelas teh hangat. Cukup mengherankan. “Wajahmu pucat, sepertinya kondisimu memang belum baik. Setelah minum, pergilah untuk tidur.” “Arigatou, [Terima kasih]” ucapnya ragu-ragu. Hanya beberapa kosakata yang dia tahu, itu pun agak membuatnya khawatir karena dia tidak tahu apakah cara pengucapannya benar atau salah. Melihat reaksi Bibi Minami yang mengangguk paham membuatnya yakin kalau ucapannya memang benar. Quizer tidak menurut untuk minum. Dia justru memutar-mutar gelas dengan menggunakan telapak tangannya. Bagaimana pun dirinya khawatir dengan pembunuhan di tempat ini. Kenapa Paman dan Bibinya menempatkan dia ke tempat ini? Walau semalaman dia berpikir jika keluarga Ayahnya ingin membuangnya. Agar terlihat seperti kecelakaan, dia ditempatkan ke Yamagata. Lalu The Paradoks akan membunuhnya. Keluarga ayahnya akan bahagia karena tidak akan ada benalu lagi. Hanya membayangkan pisau yang menancap pada organ vital seseorang sudah membuah dadanya berdebar-debar tidak karuan. Cemas. Sekelebat ingatan tentang darah yang begitu banyak pun muncul. Quizer menggenggam gelas dengan erat bersama dengan menahan pikirannya. Terus menggegam sampai gelas tersebut pecah karena tidak kuat menahan kekuatannya. “Quizer, help me please! Quizer!” Dengan cepat dia menggunakan tangannya untuk meremas bajunya sendiri. Napasnya terengah-engah. Dia membutuhkan obat penenang yang ada di dalam tasnya. Dia membutuhkan itu sekarang. “Quizer-san! Ya ampun, tanganmu terluka!” ucap seorang wanita yang memegang bahunya. Quizer tidak bisa berpikir jernih dan dia tidak merasakan sakit. Seolah-olah sensor tubunya tidak mendeteksi apa pun selain rasa sakit di hati dan pikirannya. Dia perlu obat penenang sekarang juga. Siapa pun tolonglah dia, tarik dia dari suara minta tolong ini. Seseorang benar-benar menarik tangannya untuk segera pergi dari tempat tersebut. Mata Quizer membelalak ketika melihat Bibi Minami panik dengan kondosinya. Lalu perlahan pikirannya ikut tenang setelah air pada wastafel mengalir mengenai kedua tangannya yang terkena air panas. Rasanya perih karena ada beberapa luka pula di sana. “Apa yang kamu pikirkan, Quizer-san? Bahkan gelas saja bisa kamu pecahkan. Dinginkan selama dua puluh menit, aku akan menyiapkan obat untukmu,” ucap Bibi Minami padanya. Quizer hanya bisa mengangguk tanpa mengularkan suara apa pun. Dia cukup bingung dengan keadaannya sendiri. Kenapa dia tidak bisa melupakan, tidak, menimbun jauh-jauh ingatan masa lalunya. Quizer tidak mau membayangkan itu lagi, terlalu sakit untuk diingat dan terlalu pilu untuk mengenang. Di saat bersamaan, Quizer lalu menatap diam-diam ke langit ruangan. Rumah ini dia baik untuk ditinggali. Dua puluh menit berlalu dan Bibi Minami tengah mengobatinya dengan perban dan obat merah. Kadang dia merasa perih, tetapi memaksakan diri untuk tidak menunjukkan sisi lemahnya pada orang lain. Jika Natsumi mengetahuinya, entah kenapa dia bisa yakin kalau gadis itu akan mengejeknya. Itu menyebalkan, apalagi Natsumi selalu bersikap seolah-olah mengenalnya sejak lama. Setelah diobati, Bibi Minami lalu membalut luka itu dengan perban. “Sepertinya kamu cemas karena kasus pembunuhan ini bukan? Tenang saja, Natsumi akan baik-baik saja. Percuma saja kamu mencemaskan dia.” “Aku ... tidak mencemaskan dia, Bibi. Aku hanya ...,” ucap Quizer terbata-bata lalu mengembuskan napas. “Kenapa kalian tidak pindah ke tempat yang lebih aman saja?” Bibi Minami terlihat tertegun dengan dua bola mata yang menatap Quizer dengan berbinar-binar. Seolah mengagumi karena dirinya menanyakan sesuatu yang privasi. Lalu wanita itu pun menjawab, “Mudah rasanya untuk pindah bagi Natsu-chan, tetapi dia tidak mau. Gadis itu tidak ingin melarikan diri dari kasus pembunuhan yang sempat menyeret temannya.” “Menyeret temannya? Bagaimana mungkin?” tanya Quizer penasaran. “The Paradoks membunuh teman baiknya ketika mereka baru saja selesai bertugas dari agensi detektif swasta. Tidak tahu alasannya apa dan tidak ada petunjuk selain The Paradoks itu sendiri. Jadi dia mengabdikan diri untuk membantu kepolisian untuk menangkap sekelompok pembunuh itu,” jelas  Bibi Minami padanya. Rasanya ada yang menohok ke hati Quizer. Natsumi seorang perempuan tetapi dia tidak mencoba untuk melarikan diri dai masalahnya. Ternyata gadis itu memang mengalami hal yang berat. Mungkin itulah penyebab kenapa dia merasa aura gadis itu aneh. Sayangnya, itu tetap tidak dapat mengubah perasaannya. Quizer tidak bisa mengubah takdirnya. Dia hanya bisa menyesal karena kabur selama bertahun-tahun lamanya. “Aku akan membeli buah sekarang. Ini sudah hampir siang. Sekarang istirahatlah, Quizer-san,” ucap Bibi Minami padanya. “Tunggu!” cegah Quizer, “Natsumi menyuruhku untuk terus bersama Bibi. Dapatkah aku pergi bersamamu?” “Bukankah kamu butuh tidur? Lebih baik kamu tidur saja daripada pergi ke luar rumah bersamaku,” balas Bibi Minami yang mencoba membuatnya tenang. Quizer memang ingin melakukan itu, tetapi dia khawatir terjadi sesuatu pada Bibi Minami. Meski dia tahu kalau nantinya dia akan dibuang, Quizer tidak bisa membiarkan wanita yang baik ini terluka. Tidak. “Aku takut mereka akan datang. Izinkan aku untuk ikut bersamamu, Bibi.” Bibi Minami melihatnya dengan seksama, mencoba mengetahui apa itu memang niat tulus dari Quizer atau bukan. Lalu dia mengangguk. Karena dia tahu tidak akan mudah untuk berdebat. “Baiklah, kamu bisa bersiap-siap dulu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN