CN-35

1088 Kata
“Natsumi,” panggil Kazuhiko ketika dia baru saja turun dari mobil. Entahlah apa yang akan laki-laki itu katakan lagi, tetapi dia tidak cukup peduli dengan ucapannya. Terkecuali untuk beberapa hal yang tidak menyangkut privasi. Perlahan dia pun berbalik dengan senyum mengembang yang sering dia perlihatkan pada semua orang. “Apa yang ingin kamu katakan sekarang?” “Aku hanya ingin memintamu beristirahat. Sakitmu yang kemarin belum begitu pulih, tetapi sekarang kamu malah demam. Maka dari itu aku ingin kamu beristirahat total selama beberapa hari. Lagi pula, pemanggilan kedua tidak akan secepat itu,” jelas Kazuhiko singkat. Jika harus ditanya, Natsumi sangat kesal. Laki-laki itu cenderung terlihat cuek. Apa yag dia pedulikan saat ini hanyalah investasi terbesarnya. Ya. Itu dirinya sendiri. Natsumi berperan penting untuk misi laki-laki itu. Jadi tidak ada salahnya jika gadis berambut cokelat itu kesal. Lagi pula, detektif dan mafia memang tidak akan pernah cocok mau sampai kapan pun. Natsumi tidak boleh melupakan jika sebenarnya Kazuhiko adalah targetnya. Orang yang harus dia ringkus dan dibawa ke pengadilan—meski selalu merasa ada yang janggal dengan alasan agensi. Untuk saat ini dia tidak memiliki kewenangan untuk mencari tahu lebih banyak. Lagi pula, dia tidak seberani itu untuk melakukannya. Dia sangat segan pada ketua agensi. “Pulanglah, Kazuhiko. Meski Bibi tidak ada di sini, bukan berarti kamu bisa seenaknya muncul di rumah ini. Aku juga tidak ingin dihujani banyak pertanyaan. Pekerjaanku dipertaruhkan di setiap langkahku,” jelas Natsumi yang lalu menatap Kazuhiko dengan tajam. “Aku tidak punya tempat untuk pulang, Natsumi. Setelah ini aku akan melanjutkan pekerjaan bersama Akira,” jelas Kazuhiko dengan satu tangannya dia sembunyikan di balik saku celana. “Tolong ingat baik-baik apa yang aku ucapkan padamu.” “Tentang apa?” “Semuanya.” Natsumi bergeming. Terlalu banyak Kazuhiko bicara. Dia tidak dapat menyerap semua informasi dalam satu hari saja. Andai dia membawa buku catatan kecil dan pena, sudah dia catat semua itu. Tidak mau banyak berpikir, Natsumi segera membuka pintu rumahnya lalu berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Jika dia bisa, dia sangat ingin minum s**u hangat. Namun, kepalanya lebih dahulu berat. Dia tidak mau mengambil resiko berbahaya. Jadi dia mengembuskan napasnya sambil melihat ke langit. “Sebaiknya aku segera pergi ke kamar dan beristirahat. Kepalaku sangat sakit,” gumam Natsumi yang lalu meletakkan gelas di wastafel dan tidak mencucinya. Meski sudah menjadi kebiasaan, tetapi matanya terlalu kabur untuk melihat gelas dan air. Natsumi memprediksikan dirinya mungkin akan jatuh pingsan dalam sepuluh menit terakhir. Di sisa waktunya itu pula dia masih memiliki tenaga. Cukup untuk sampai kamar dan jatuh ke kasur. Itu jika memang tidak hambatan yang lainnya. Jika ada hambatan, sampai di kamarnya saja sudah cukup baik. Tiba-tiba dia dapat mendengar suara mobil di depan rumah. Itu pasti Bibi Minami dan Quizer. Natsumi berusaha untuk tetap tenang, tetapi pusingnya tidak berkata begitu. Pertahanannya runtuh. Semakin lama dia semakin merosot ke lantai kayu. Pandangannya buram, semakin hitam. Kenapa pula harus sekarang. Dia paling tidak suka melihat orang mengasihani dirinya dalam tingkat yang sangat tinggi. Ya, Natsumi tidak suka dan tidak akan pernah suka. Empati tinggi itu terlalu mengganggunya. “Natsumi?” ucap Quizer dan dia dapat mendengar suara dari laki-laki pirang tersebut. “Nande? Eee ... Natsu-chan! Genki desuka?” ucap Bibi Minami. [Ada apa, Quizer? Eh?! Natsumi apakah kamu baik-baik saja?] Natsumi meyakini jika saat ini wanita tersebut berlari ke arahnya. Terbukti dengan adanya jari jemari mungil yang tengah merengkuh badannya. Wanita itu pasti membantunya berdiri. Dia tahu kalau Quizer pun tidak diizinkan untuk membantu karena sakit yang Kazuhiko bilang. Jadi dia berusaha untuk setenang mungkin dalam bicara. “Genki ... Genki desu, Minami-baasan.” Sebisa mungkin dia sangat menginginkan Bibinya untuk tidak khawatir seperti itu. Perlahan dia pun dipapah ke ruangan terdekat. - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Natsumi tidak begitu ingat bagaimana dan apa yang terjadi dalam lima menit sebelumnya. Dia hanya tahu kalau tubuhnya mematung di ruang tamu. Kedua tangannya tengah sibuk menyelimuti gelas berisi teh hangat. Ah, sepertinya efek terkena hujan itu masih ada dan membuatnya pusing sampai sekarang. Belum lagi hidungnya terasa tidak nyaman. Ada sesuatu yang menyumbat pernapasannya. Pertanda dia akan segera terkena flu. “Bibi tidak mengerti kenapa kamu bisa terserang flu secara tiba-tiba seperti ini. Harusnya beristirahat total membuatmu sembuh bukan sebaliknya. Ya ampun, keponakanku ini bukan manusia yang aneh kan?” ucap Bibi Minami sambil memegangi pipinya. “Tidur terus membuatku pusing, Bibi,” jelas Natsumi. “Itu ... memang benar. Namun, bagaimana bisa kamu bisa flu? Apa kamu baru saja meminum minuman dingin, Natsumi?” tukas Bibi Natsumi dan dia masih bersyukur karena bibinya tidak sadar dengan apa yang dia lakukan. Langsung saja Natsumi mengangguk. Lebih baik dia mengakui hal yang tidak dia lakukan dibandingkan mengungkapkan kebenarannya. Ini akan membantunya. Meski dari tatapan Quizer, dia tahu kalau laki-laki itu sangat tidak senang dengan apa yang dilakukannya. Maka dari itu dirinya pun hanya mencoba meyakinkan bibinya lebih dulu. “Haaah, Natsu-chan. Bibi tahu kamu pusing, tetapi tidak seharusnya kamu minum-minuman dingin saat dirimu belum sembuh benar. Bibi akan menyiapkan sup untuk kalian berdua,” ucap Bibi Minami yang lalu berdiri dari tempatnya. Wanita itu lekas pergi ke untuk melaksanakan tugasnya. Itu membuat beban Natsumi berkurang meski hanya sedikit. Ada satu masalah lagi yang harus dia atasi. Quizer. Laki-laki itu terlihat tidak baik-baik saja dengan kebohongannya pada Bibi Minami. Meski begitu, bisa jadi pula ada hal lain pula yang membuat Quizer menatapnya seolah musuh bubuyutan. Namun, ini bukan waktunya untuk bertanya. Ada yang lebih penting dari semua itu dan harus dia lakukan sesegera mungkin. “Terima kasih, Quizer. Aku senang kamu tidak membocorkannya pada Bibi,” bisik Natsumi sangat pelan. Lagi pula, Quizer memiliki pendengar yang baik, jadi dia tidak perlu khawatir jika laki-laki itu tidak mendengarkan. Quizer lalu mengembuskan napasnya. “Aku rasa aku tidak layak mendengarnya dari mulutmu. Lagi pula, kenapa bisa kamu demam? Kurasa minuman dingin bukan satu-satunya penyebab. Dan, wajahmu pucat sekali.” “Aku hanya kehujanan setelah pulang dari sekolah, Quizer. Hujannya cukup deras dan aku tidak membawa payung. Ya, siapa yang menduga jika perkiraan cuaca pada musim panas ini tidak sesuai? Bukankah seharusnya matahari cerah dan udara panas? Namun tadi siang malah turun hujan,” jelas Natsumi sambil memasang senyumnya. “Apa itu benar? Kamu benar-benar sakit karena air dingin?” lanjut Quizer yang masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Natsumi. - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN