"Eh malah bengong. Jawab, El!" Nini Rara melotot ke arah El, karena cucunya itu belum juga bicara.
"Kami putus." El menjawab singkat, namun sangat mengejutkan bagi Nini, kai, amma dan abba nya
"Kenapa tiba-tiba, El? Kenapa putus di saat kita sudah siap untuk melamar dia? Siapa yang mengambil keputusan ini?" Nini Rara menatap tajam wajah El.
"Dia ...." El menarik nafas dalam.
"Dia atau kamu yang memutuskan hubungan?" Nini Rara kembali bertanya.
"Dia, Nini." El menjawab pelan. Ia tak berani menatap nini nya.
"Apa dia selingkuh?" Tebakan Nini Rara langsung tepat sasaran.
Kepala El mengangguk pelan.
Nini Rara menghembuskan nafas dengan kuat. Meski Sabila yang memutuskan, tapi NIni yakin, hubungan berakhir bukan karena kesalahan cucunya.
"Apa alasan dia selingkuh, El?" tanya Aya, amma nya
"Orang selingkuh tidak perlu ditanya alasannya. Yang jelas itu karena dia tidak kuat iman dan tidak setia!" Nini Rara yang bicara dengan suara tegas. Di antara semua wanita dalan keluarga Ramadhan, Nini Rara paling tegas, dan paling disegani semua anggota keluarga.
"Apa hubungan kalian tidak bisa diperbaiki lagi?" Amma El bertanya lagi
"Tidak perlu! Aku tidak menginginkan El memperbaiki hubungannya dengan dia. Dia sudah memutuskan dan dia tidak setia. Tidak ada kesempatan kedua. Namun meski begitu, aku tetap ingin bertemu dengan Sabila dan keluarganya. Malam ini, antarkan kami ke rumahnya El. Aku ingin melihat dan langsung berhadapan dengan dia. Aku ingin tahu seperti apa wanita yang sudah berselingkuh dari cucuku."
"Untuk apa, Amma?' tanya Amma El pada Nini Rara.
"Untuk mengucapkan terima kasih, karena dia sudah jujur dan mengakui perselingkuhannya, sebelum dia menjadi istri El."
"Jangan emosi di sana ya, Sayang." Kai Razzi menggenggam jemari Nini Rara. Hanya Kai Razzi yang bisa menenangkan Nini Rara.
"Aku tidak akan emosi di sana. Untuk apa marah. Kita harus berterima kasih pada dia."
"Dengan siapa dia berselingkuh, El?" Amma El penasaran.
"Mantan pacarnya saat SMA."
"Pasti cinta lama bersemi kembali karena reuni. Nini betul kan?"
EL menganggukkan kepala, membenarkan ucapan Nini nya. Semua memang berawal dari acara reuni SMA sekolah Sabila.
"Jangan sedih, El. Dunia ini luas, wanita bukan cuma dia saja. Pergi satu akan datang seribu. Kamu punya modal yang lengkap sebagai laki-laki, untuk mendapatkan wanita terbaik. Tidak masalah dia dari kalangan apa, dia seperti apa, asal dia baik, setia, dan orang yang takut kepada Allah. Tak masalah jika rumahnya di tengah sawah, hanya berdinding bambu. Tak jadi soal jika orang tuanya bukan orang kaya harta, asal kaya hatinya."
"Iya, Ni."
El tahu benar apa yang dikatakan Nini nya bukan sekadar basa basi. Dalam keluarganya tidak ada istilah melihat calon menantu dari harta, tahta, dan rupa.
"Jangan sia-siakan hidupmu dengan patah hati. Tidak ada gunanya bersedih untuk wanita tidak setia seperti Sabila. Kesetiaan itu mahal karena itu harus dijaga."
"Iya, Ni."
"Sekarang kamu telepon Sabila, beritahu dia kalau malam ini kita akan ke rumahnya. Walau kalian sudah putus, kami tetap ingin berkenalan dengannya dan keluarganya. Hanya ingin berkenalan saja, bukan ingin memperbaiki hubungan, apalagi membujuknya untuk kembali kepadamu."
"Baik, Nini. Aku telepon Sabila sekarang."
EL keluar dari ruangan tamu, ia menelpon ibu Sabila dulu sebelum menelpon Sabila. Orang tua Sabila dan Sabila bersedia menerima keluarga El datang ke rumah mereka malam ini.
EL menyampaikan hal itu kepada keluarganya.
"Sekarang sebaiknya kamu pulang, El. Istirahat, mandi, setelah maghrib nanti kita pergi ke rumah Sabila."
"Iya, Nini."
EL berpamitan kepada keluarganya, lalu ia melangkah pergi meninggalkan rumah keluarganya, tempat menginap Nini, Kai, dan kedua orang tuanya. El masuk mobil, lalu membawa mobilnya menuju apartemen tempat ia tinggal.
Tiba di apartemen.
El meletakkan tas di atas meja di kamarnya. Lalu ia berbaring di tepi tempat tidur, dengan kaki menjuntai. Tatapannya ke langit-langit kamar. Berkelebat peristiwa tadi siang, saat Sabila memutuskan hubungan. Sakitnya masih terasa, apalagi mereka putus karena perselingkuhan Sabila. El tahu takkan mudah mengobati luka di hatinya. Karena hubungan mereka sudah cukup lama dan cukup mendalam. Apalagi El sudah sangat dekat dengan kedua orang tua Sabila.
El mencoba mengingat wajah Rian. Pria itu lebih muda darinya. Tapi sudah menikah dan sudah memiliki anak dari pernikahannya. Yang El tidak habis pikir, kenapa Sabila mau berselingkuh dengan seorang pria yang sudah memiliki istri dan anak. Ada apa dengan Rian? sehebat apa Rian? Sepandai apa Rian merayu Sabila, sehingga Sabila bisa jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Sabila pernah bercerita, kalau Rian pimpinan sebuah perusahaan yang cukup besar. El tahu perusahaan Rian. Perusahaan yang cukup besar dan terkenal.
'Apa mungkin Sabila berselingkuh dengan Rian, karena dia hanya tahu aku sebagai karyawan perusahaan. Sedang Rian seorang pimpinan perusahaan.'
El memang tidak pernah mengatakan kepada Sabila tentang keluarganya secara gamblang. Setiap punya hubungan dengan wanita, El selalu mengaku kalau dia adalah anak seorang petani di kampung sana. El tidak pernah menyinggung tentang usaha keluarganya yang menggurita. El melakukan itu, agar dicintai bukan karena harta dan tahta yang dimiliki keluarganya. El berharap mendapatkan wanita yang mencintainya karena cinta.
Saat ini El jadi penasaran, apakah benar Sabila berpaling darinya, setelah mendapatkan Rian yang Sabila anggap jauh lebih kaya darinya.
Ponsel El berbunyi. El beranjak mengambil ponselnya dari dalam tas. El menatap layar untuk melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata yang menghubunginya adalah Rizky temannya saat kuliah dulu. Lewat adik Rizky, El mengenal Sabila.
"Assalamualaikum, Ki, ada apa?"
"Wa'alaikum salam, El. Riska baru saja bercerita, kalau kamu dan Sabila putus di saat kalian sudah mantap untuk menikah."
"Iya benar, Ki."
"Aku dengar juga, penyebab kalian putus karena dia selingkuh dengan Rian."
"Benar, Ki."
"Apa benar juga kalau saat ini Sabila sudah hamil anak Rian?"
"Iya itu betul." El menghembuskan nafasnya untuk mengusir rasa sesak di dadanya.
"Sungguh aku tidak menduga Sabila bisa melakukan hal seperti itu padamu, El."
"Aku juga tidak menduga, Ki. Tapi sudahlah, mungkin dia memang bukan jodohku."
"Riska menceritakan pengakuan Sabila tentang alasan dia memilih Rian "
"Apa alasan dia, Ki?"
"Dia hanya melihat Rian dari hartanya. Bangga sekali dia bisa turun naik mobil sport milik Rian. Bahagia sekali dia bisa menjadi calon istri seorang CEO, padahal dengan begitu dia sudah menyakiti hati perempuan lain."
"Tidak apa, Ki. Lebih baik dia jujur dan aku tahu sekarang seperti apa dia, daripada nanti setelah menikah, lalu kami berpisah."
"Sabar ya, El. Percayalah, Allah sudah mempersiapkan jodoh yang terbaik untukmu kelak. Wanita matre seperti Sabila memang tidak cocok untuk dicintai. Dia rela menggadaikan cintanya demi harta yang diinginkannya."
"Terima kasih, Ki."
"Keluargamu sudah datang dari kampung?"
"Sudah. Kakek, nenek, dan kedua orang tuaku sudah datang. Meski aku dah Sabila putus, mereka tetap ingin bersilaturahmi ke rumah Sabila."
"Keluarga kamu lapang hatinya ya, El. Tetap semangat, El, jangan patah hati. Tidak ada gunanya merasa tersakiti oleh wanita seperti Sabila. Dia tidak pantas kamu cintai."
"Terima kasih, Ki."
"Assalamualaikum El."
"Wa'alaikum salam, Ki."
El meletakkan ponsel di atas meja, lalui kembali berbaring. El menatap langit-langit kamar. Sejak awal tinggal di Jakarta, ia tidak pernah menunjukkan kalau dirinya berasal dari keluarga yang kaya raya. El memang memakai mobil, tapi mobil biasa. Tinggal di apartemen, tapi apartemennya pun apartemen yang tidak terlalu mewah. El juga tidak terlalu royal terhadap wanita. Bukan karena pelit, tapi karena ia tidak ingin menunjukkan kekayaan keluarganya.
El menatap jam di pergelangan tangannya, lalu ia bangun dari berbaring. El ingin segera mandi lalu salat Maghrib, kemudian menjemput keluarganya untuk pergi ke rumah Sabila. El berharap mininya tidak emosi di sana, karena merasa harga diri cucunya sudah dilecehkan oleh Sabila, dengan melakukan perselingkuhan, lalu memutuskan hubungan, saat lamaran akan dilakukan dan rencana pernikahan sudah dirancang.
*