MENANTU KESAYANGAN NIRMALA

1061 Kata
Dania mengerutkan dahinya dan menatap Nirmala dengan serius. "Ada apa, Ma?" "Sebenarnya, perusahaan papamu baik-baik saja. Kami memang sejak awal tidak merestui hubungan Steve dengan adikmu Saskia. Semua sepak terjang Steve di luar sana kami selalu pantau, Dania. Dan kebetulan saat dia menjalin hubungan dengan Saskia kami juga pantau. Kami cari tau latar belakang keluarga kalian dan supaya tidak mencurigakan kami mengadakan bisnis dengan papamu. "Kami akhirnya tau bagaimana Saskia di luar sana, Dania. Dan terus terang kami kurang menyukai Saskia. Lalu kami melihatmu dan mama langsung jatuh hati kepadamu. Mama sudah lama menginginkan menantu seorang dokter. Jadi, mama langsung meminta persetujuan kedua orang tuamu untuk sandiwara kecil ini,"kata Nirmala. "Jadi ...." "Ya, keluargamu baik-baik saja. Kau bukan alat pertukaran apa pun. Kau masuk secara terhormat di keluarga ini,Dania sayang. Jadi, jika suamimu berani macam-macam kepadamu mama adalah orang pertama yang akan memberinya pelajaran. Apa lagi jika Saskia yang berani macam-macam padamu. Jangan kau pikir mama tidak tau jika semalam kau tidak tidur satu kamar dengan Steven, ya," kata Nirmala dengan senyum. Dania menggaruk kepalanya yang tidak gatal untuk menutupi rasa malunya. Ah, memang pada dasarnya dia tidak pandai berdusta. "Maafkan aku, Ma. Aku tidak bermaksud untuk berbohong pada Mama dan Papa. Tapi, aku tidak mau jika Mas Steven berpikir aku ini pengadu yang sedikit-sedikit melapor pada kalian," kata Dania. Nirmala tertawa kecil, menantunya ini memang polos. Tidak salah jika ia sampai mati-matian membujuk suaminya dan juga keluarga Dania supaya mau menikahkan Dania dengan Steven. "Jangan merasa bersalah, mama paham kok dan mama tidak marah hanya karena kebohongan kecil seperti itu." * "CHEEEERS!!!" seru mereka bersamaan seraya beradu ujung gelas bertangkai berisikan Wine Clos Des Menuts St. Emilion. Malam itu sebagian kru dan pemain sinetron Hati yang Mendua tengah mengadakan pesta kecil-kecilan di suite presidential Hotel Mandarin Oriental Jakarta.Rata-rata hanya artis dan kru yang masih single saja yang bersedia ikut di dalam pesta itu. "Selamat ya, Bos. Nggak terasa kita sudah sampai di episode 500," ucap Maxime. Ia salah satu pemeran utama dalam sinetron tersebut. "Terima kasih, terima kasih," balas Adi—sang sutradara—sembari tersenyum bercanda dan menundukkan kepalanya serta melambaikan tangan bak pemain teater yang baru saja menyelesaikan pertunjukan. "Dan selamat juga, untuk Pak Angga sudah meraih penghargaan sebagai pemain sinetron terbaik," timpal Adi memanggil Maxime dengan nama peran yang dimainkan Maxime dalam sinetron itu. Maxime membalasnya dengan senyuman dan ucapan terima kasih. "Yeeey! Selamaaaat!" seru Cathy. "Akhirnya kita bisa berpesta." Cathy juga salah satu pemeran utama dalam sinetron itu. Ia bahkan beradu akting langsung dengan Maxime, berperan sebagai Maharani. Perannya sebagai mahasiswa lugu dan pemalu sangat bertolak belakang dengan dirinya yang sebenarnya. Gaya selengekannya sangat kentara dari cara Cathy meneguk wine langsung dari botolnya. Gelas wine hanyalah sebuah formalitas bagi Cathy. "Hei, Saskia," panggil Vino. "Kamu diam saja, apa tidak suka dengan wine-nya?" "Suka, ini favoritku sebenarnya. Aku hanya merasa minder berkumpul dengan orang-orang hebat," ujar Saskia to the point. "Saskia ... Saskia..., dari kita semua ini kamulah yang paling totalitas," sahut Adi. "Aku ingat saat kamu memerankan tokoh orang gila di sebuah FTV. Tidak ada satu pun gadis muda yang mau mengambil peran itu. Dan kamu, gadis muda yang mau memerankannya. Itu luar biasa, kamu pasti ingin menguji kemampuan aktingmu sendiri dengan mengambil peran-peran sulit." Saskia terkekeh pelan. Kalimat itu bahkan tidak terdengar seperti pujian. Malah cenderung seperti ledekan di telinganya. "Ya, benar. Apalagi perannya saat ia menjadi pemain pengganti adegan terjun ke sungai. Aku sangat salut. Tidak ada yang mau terjun ke sungai keruh dan kotor itu. Hanya Saskia yang berani melakukannya. Hidup Saskia!" timpal Maxime berseru memuja Saskia. Saskia hanya tersenyum simpul. Maxime lalu merangkulkan tangannya ke leher Saskia yang kala itu duduk disampingnya. "Katakan. Apa motivasimu memerankan peran beresiko dan tidak nyaman untuk kebanyakan orang itu? Apakah kamu tidak menyukai adegan normal atau kamu memang menyukai hal-hal yang menantang?" Saskia membuang wajahnya ke arah lain untuk sesaat, dengan simpul seringai di ujung bibirnya. Hatinya mengumpat, 'Bukan karena aku tidak ingin memerankan tokoh normal, b*****h! Itu karena aku selalu sial dan harus menerima peran-peran bodoh demi mencari nafkah.' "Ya," jawab Saskia sembari melempar senyum. "Aku masih 22 tahun. Jelas saja, aku harus mencari pengalaman yang banyak. Benar, kan?" ujar Saskia bertolak belakang dengan kata hatinya. "Benar ... benar," seru mereka hampir bersamaan. "Woy, Pak Angga," panggil Saskia pada Maxime, lagi-lagi menggunakan nama tokoh yang Maxime perankan. "Bukankah akhir-akhir ini banyak akun gosip yang gencar mengatakan jika kamu adalah seorang gay? Kenapa tidak mencari pacar untuk meluruskan gosip itu?" "Waaah, ini sudah masalah pribadi," elak Maxime. Adi melambaikan tangannya tidak setuju. "Tidak-tidak. Tidak ada masalah pribadi jika kau sudah memutuskan menjadi aktor sekaligus public figure, reputasimu mempengaruhi penjualan sinetronku. Kamu benar-benar gay? Tenang saja, kita bisa menjaga rahasia." "Aku masih menyukai lubang yang benar, Bos! Aku hanya tidak suka asmaraku diumbar ke publik," jawab Maxime sedikit kesal. "Berarti kau sudah punya pacar?" desak Adi. "Dia jomblo!" seru Cathy dari sudut yang berlawanan. Cathy sudah tampak mabuk dan meracau usai menghabiskan botol wine pertamanya. "Ck! Belum apa-apa, sudah KO duluan. Dasar bocah!" ujar Adi memicingkan mata ke arah Cathy. "Seharusnya aku tidak mengajaknya." "Jadi kau punya pacar rahasia?" tanya Rano. "Kalau pacar rahasia ya berarti rahasia, dong," jawab Maxime. "Hahaha, benar-benar. Pacar rahasia berarti rahasia," sahut Adi, pipinya mulai memerah. Sepertinya efek wine mulai bekerja di aliran darahnya. "Sudahlah, mau pacar rahasia, gay dan lain sebagainya. Aku tidak peduli. Yang penting Maxime harus menjaga reputasinya demi sinetronku. Dan yang terpenting lagi, malam ini kita pesta!" seru Adi sembari mengangkat gelasnya mengajak bersulang. Tanpa Cathy tentunya. Gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Adi memicingkan matanya ke arah Maxime. "Aku serius! Jika kamu gay, kamu harus bertanggung jawab jika sinetronku tidak laku gara-gara reputasimu, ya," lanjut Adi memberi peringatan. Maxime tertawa. Ia mengambil botol wine dan mengisikannya ke gelas bertangkai yang dipegang oleh Adi. "Ssst, sudah-sudah. Ayo diminum." 1 Jam kemudian .... Saskia menghela napas panjang, melihat seluruh penghuni ruangan sudah mabuk dan tertidur kecuali dirinya dan Maxime. Pipi Maxime tampak memerah. Namun, wajahnya masih terlihat sadar. "Saskia, aku ingin melihatmu berperan sebagai kuntilanak," racau Maxime saat mengetahui jika Saskia tengah menengok ke arahnya. Sekali lagi, Saskia menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya. Ternyata hanya ia yang masih waras disini meskipun kepalanya sudah terasa ringan dan sedikit pusing. Saskia buru-buru menghabiskan wine di gelas terakhirnya. "Aku antarkan kamu kembali ke kamarmu. Nomor berapa suite presidential yang kamu sewa?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN