MERINDUKAN SASKIA

1075 Kata
Setelah kejadian kemarin membuat Dania menjadi merasa malu sendiri. Dirinya menjadi kurang fokus bekerja, karena harus memperhatikan sekeliling agar dia tidak bertemu dengan Ethan. Dania ingin benar-benar melupakan kejadian itu, sebelum dia berani untuk bertatap muka langsung dengan Ethan. Dania berjalan gontai menuju ruangannya. Dia tidak memiliki semangat bekerja pagi ini, dia tidak bisa tidur semalaman memikirkan tingkah bodohnya kemarin sore. Sungguh rasanya ingin sekali dia membedah otaknya sendiri, agar dia tidak lagi bertingkah bodoh di hadapan Ethan. "Hei! Melamun saja!" Kiara berusaha mengejutkan Dania dari belakang. "Apa sih Ra," ujar Dania dengan malas. "Kok tidak kaget," seru Kiara. "Emang tidak." "Kau kenapa?" tanya Kiara yang mulai penasaran. "Aku kurang tidur." "Hah!! Kenapa?Lembur bersama suamimu?" "Hush! Lembur apa? Aku mau kerja dulu." Dania berjalan meninggalkan Kiara yang terdiam melihat tingkah aneh dirinya hari ini. Kiara masih terdiam di tempatnya, memperhatikan Dania yang semakin jauh hingga menghilang di balik lorong rumah sakit. "Kenapa deh tuh anak, kok jadi aneh ya?" ungkapnya lirih. "Aku rasa kau yang aneh!" Sahut Ethan yang tiba-tiba ada di samping Kiara. "Eh, sejak kapan kau di sini?" tanya Kiara yang terkejut mendapati Ethan yang kini ada di sampingnya. Ethan mengangkat kedua bahunya acuh, tanpa menjawab pertanyaan dari Kiara. Dia berjalan meninggalkan Kiara, yang masih menunggu jawaban darinya. "Ada apa sih sama semua orang di sini, kenapa tidak ada yang jawab pertanyaanku?" Kiara mengentakkan kakinya kesal. Dengan cepat Kiara melangkah menuju ke ruang kerjanya. Dia masih tidak terima dengan kelakuan kedua temannya itu, karena telah mengabaikan pertanyaan darinya. "Dasar menyebalkan," gerutu Kiara. ... Hari ini cukup banyak pasien yang datang menemui Dania. Dia berusaha untuk melupakan semuanya, dan bekerja dengan sangat profesional. Sebagai dokter dirinya mengerti begitu banyak pasien yang bergantung padanya. "Permisi Dokter," sapa suster Anita. "Ada apa?" tanya Dania. " Ada satu pasien lagi yang ingin bertemu dengan dokter," jelas Anita. Dania menghela napasnya sejenak. "Baiklah, persilakan dia masuk," "Baik Dokter." Anita keluar dari ruangan Dania. Tidak berapa lama suster Anita kembali masuk ke dalam bersama dengan seorang wanita. Dania melihat wanita ini sepertinya masih sangat muda, dan sepertinya usianya tidak terlampau jauh dengannya. Wanita itu tersenyum ke arah Dania, yang kini sudah duduk tepat di hadapannya. Cantik dan manis, itulah penilaian pertama yang Dania lihat darinya. "Dokter, nona ini bernama Clara, dia sering mengeluh sakit pada bagian perutnya," jelas Anita. "Baiklah saya mengerti," ujar Dania. "Kalau begitu biar saya periksa sebentar ya," kata Dania sopan. Dania mulai memeriksa keadaan Clara. Dengan suster Anita yang masih setia di samping Dania, memperhatikan apa yang dilakukan Dania. "Sepertinya kamu harus melakukan serangkaian tes lagi, karena saya menduga kamu mengalami fibroid atau fibroma," ucap Kaila. "Apa itu penyakit berbahaya dokter?" tanya Clara. "Bisa dibilang ini adalah salah satu jenis tumor, tapi kamu tenang saja ini bukanlah tumor ganas jadi tidak terlalu berbahaya," jelas Dania. "Tumor jinak jenis ini paling umum muncul di rahim, bisa disebut juga dengan fibroid rahim. Meskipun tidak berbahaya, fibroid rahim dapat menyebabkan perdarahan yang hebat pada v****a, gangguan berkemih, serta nyeri pada pinggul." "Sebaiknya kita atur jadwal selanjutnya untuk kamu melakukan serangkaian tes lagi untuk penanganan selanjutnya," ucap Dania. "Baiklah dokter, saya mohon bantuan dari dokter," pinta Clara. "Saya akan membantu kamu semampu saya. Kesembuhan pasien tidaklah hanya di tangan saya melainkan di tangan kita, jadi saya harap kamu juga harus optimis untuk bisa sehat lagi," ucap Dania tulus. "Tentu dokter. Saya percaya dokter, dan saya percaya saya akan sehat kembali," seru Clara. Dania tersenyum mendengar semangat dari Clara. Dirinya senang bisa melihat ke optomisan dari gadis di hadapannya ini, dan dia juga senang karena sekali lagi dia bisa membantu orang lain. Anita yang dari tadi ada di sampingnya ikut tersenyum melihat itu. Dia bersyukur bisa bekerja sama dengan Dania, baginya Dania adalah gadis yang lembut dan sangat baik. Dania juga banyak mengajarkan hal-hal baru untuk Anita. * Hari kedua Maxime tidak melihat keberadaan Saskia di lokasi syuting. Ini membuatnya bertanya-tanya. Ia merasa jika setelah kejadian malam itu, Saskia berusaha menghindari dirinya. Terutama saat Saskia menolak sarapan yang ia berikan hari itu. Maxime mengurut pelipisnya. Mengingat kembali semua kejadian kemarin, siapa tahu saja ia telah melakukan kesalahan pada Saskia. "Hm, tidak ada. Aku tidak melakukan kesalahan. Apa karena Saskia merasa jika aku kurang dewasa, sehingga Saskia menjauhiku?" tanya Maxime bermonolog. Ia menyandarkan punggungnya di kursi putar. Kakinya sibuk mendorong dan memutar kursi yang ia duduki. Sementara kepalanya sibuk memikirkan, penyebab Saskia menolaknya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada wanita yang bisa menolak ketampanan dan pesona Maxime. Kenapa Saskia malah begitu acuh padanya? Padahal mereka telah menghabiskan malam bersama. Apa karena Saskia saat itu tidak sadarkan diri? Sehingga Saskia tidak memiliki keinginan untuk mengenal Maxime lebih dekat. Segala spekulasi bergema di kepala Maxime. Ia masih tidak habis pikir. Biasanya ia yang sekuat tenaga mencari cara untuk menjauhi wanita-wanita yang mengejarnya. Hingga membuat sandiwara, berjalan bersama sesama laki-laki dengan bergandengan tangan. Ya. Itu pernah Maxime lakukan saat menghindari salah seorang wanita yang hanya ingin ia kencani semalam. Ia berpura-pura bergandengan mesra dengan Edward di sebuah Mall, di hadapan wanita itu. Hingga wanita itu merasa hilang feeling dengan Maxime. Dan kejadian itu berakhir dengan tamparan Edward ke pipi Maxime. Edward merasa jijik setelah tangannya digenggam mesra oleh Maxime. "Hahaha," kekeh Maxime ketika mengingat kejadian konyol itu lalu kembali lagi mengingat Saskia. Menyebalkan sekali saat mengetahui Saskia tidak menginginkan Maxime. "Apa salahku pada Saskia? Atau jangan-jangan ...!" Bola mata Maxime melebar mengingat kembali acara infotainment itu. "Jangan-jangan Saskia sakit hati padaku karena aku menunjukkan pada kru saat ia berperan menjadi properti?" Maxime buru-buru menggelengkan kepalanya. "Ah tidak. Saskia tidak selemah itu." Maxime merasa buntu menganalisis perasaan Saskia. "Woy!" panggil Edward yang langsung membuka pintu ruangannya. Maxime mencoba tidak peduli. Ia merasa jatah adegannya hari ini sudah ia selesaikan. Jadi ia bisa bersantai untuk memikirkan Saskia. "Woy! Tuli ya, lu?" ulang Edward yang tampak kesal dengan sikap Maxime yang tidak menghiraukannya. "Ada apaan sih? Lu menganggu imajinasi gue aja!" ucap Maxime. Kini sembari memejamkan matanya santai. "Oh, ya sudah. Aku akan katakan pada Bu Sonya-mamimu jika kamu tidak ingin menemuinya." Edward hendak beranjak. Seketika mata Maxime terbelalak mendengar nama Sonya. "Di mana dia?" tanya Maxime. "Oh, aku kira lu gak tertarik." "Bilang aja dia di mana?" "Bu Sonya menunggumu di luar." Maxime lalu bergegas ke depan rumah yang dijadikan lokasi syuting itu untuk menemui Sonya. "Ah, anakku. Mommy merindukanmu," sambut Sonya sembari melempar senyum ke arah Maxime dan mengulurkan tangannya. Ia hendak memeluk anak tunggalnya itu. Uluran tangan yang langsung disambut Maxime dengan pelukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN